Thursday, August 4, 2016

on Leave a Comment

saya pernah ditanya PILIH MANA AKAL ATAU AGAMA/AL QURAN ? Hadis Imam Ali as. "Tidak ada agama bagi orang yang tidak ada akalnya (baca: menggunakan akalnya)."

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/969041906542600


Ali Asytari ke Sinar Agama
27 Juni
Salam ustad....
Aku pernah ditanya : pilih mana,akal at qur'an/agama...
Sy jwb menjawab:keduanya ga bisa di pilih2 krn tanpa akal kita ga ngerti agama.
Mohon di koreksi jawabn sy ustad.
Triimakasih...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Kalau pilihannya antara akal yang akal (akal hakiki) dan agama yang agama (yang dimaksudkan Tuhan atau agama hakiki), maka jelas memilih agama. Dan memilih agama ini, karena akal yang hakiki tadi. Sebab akal yang akal (bukan dikhayalkan sebagai akal padahal khayalan atau tanpa dalil kebenaran) mengatakan:

"Saya akal, tidak mengerti apapun tentang alam dan kehidupan, baik pada masa lalu, masa sekarang, akan datang atau bahkan sampai ke akhirat. Jadi, saya mesti menerima semua petunjuk Tuhan yang dimaksudkanNya secara hakiki, bukan yang saya pahami karena yang saya pahami bisa saja salah tentang agamaNya."

Itu kata akal yang akal, bukan akal yang tanpa argumentasi yang biasa juga disebut khayalan berakal.

Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa memilih agama, sama dengan memilih akal. Dan memilih akal, juga sama dengan memilih agama karena akal yang akal berkata seperti di atas itu.

2- Kalau pilihannya antara akal relatif dan agama hakiki, maka jelas memilih agama yang hakiki. Karena akal relatif dari awal sudah lemah. Maksud relatif ini tidak memiliki argumentasi gamblang yang tidak bisa dibantah oleh semua orang.

3- Kalau pilihannya antara akal hakiki dan agama relatif (yang dipahami masing-masing pemeluknya terutama yang tidak berdalil gamblang), maka jelas memilih akal hakiki. Tapi bukan menolak agama/Qur an. Bagaimana mungkin akal hakiki yang berkata seperti di atas itu menolak agama/Qur an.

Jadi, memilih akal hakiki di sini, yakni memilih akal yang argumentasi sangat gamblang hingga tidak bisa diragukan dan tidak bisa dibantah jutaan orang lain dan sudah diadu dengan mereka, sama dengan memilih agama/Qur an. Artinya, justru dengan akal gamblang itulah nanti akan dijadikan obor untuk memahami agama secara jauh lebih baik dan lebih hakiki ketimbang pemahaman akal lemah yang digunakan untuk memahami agama/Qur an.

Contohnya di Qur an dikatakan bahwa Tuhan mencipta nabi Adam as dengan kedua tanganNya. LIhat di QS: 38:75:

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ
"Berkata (Tuhan): 'Wahai Iblis, apa yang memcegahmu tidak bersujud kepada apa yang telah Kubuat dengan kedua tanganKU?"

Di sini Tuhan mengatakan memiliki dua tangan. Tapi karena hal itu bertentangan dengan Qur an yang gamblang, maka mesti dipahami tidak leterleks. Karena kalau Tuhan punya dua tanngan maka pasti terangkap dari dua tangan tersebut. Apalagi dapat dipahami pasti memiliki tubuh tempat kedua tanganNya dan seterusnya.

Nah, karena bertentangan dengan akal gamblang, maka kita mesti menakwil lahiriah ayatnya kepada yang bisa diterima akal gamblang. Misalnya KuasaNya, atau PerkasaNya dan IndahNya (Jalaal dan Jamaal).

Misalnya juga agama yang dipahami sebagai jalan lurus atau shiraatu al-mustaqiim. Ini jelas tidak bisa diterima. Karena mustaqim itu lurus, bukan khayalan lurus. Agama memang lurus, tapi agama yang agama, bukan agama yang kita pahami.

Nah, kalau hanya dengan gertak agama sudah kabur dari gelanggang argumentasi, maka agama Islam ini akan menjadi jutaan dan milyaran agama. Sebab satu orang dalam memahami agama, beda dengan yang lainnya. Karena itu mesti memilih akal yang hakiki yang ditopang dengan argumentasi gamblang dan selalu diadu di alam terbuka di arena dan gelanggang adu argumentasi, tidak hanya ngumpet dan main dakwa sendiri hingga jadi pahlawan karena tidak ada lawan.

4- Kalau pilihannya antara akal dan agama yang sama-sama relatif, maka kita memilih yang paling kuat argumentasinya sambil menunggu yang lebih kuat lagi. Kalau tidka didapat sampai kita mati, maka kita pasti akan diampuni Allah. Karena kita sudah mencarinya dalam sepanjang hidup tanpa rasa malas dan tidak malu atau tidak takut membandingkan dengan pendangan dan dalil yang dimiliki orang atau kelompok lain.

5- Penanya itu sebenarnya meyakini bahwa pahaman dia tentang agama itu sudah benar. Karena itu bertanya seperti itu. Padahal dia sangat menolak adanya makshum setelah Nabi saww. Tidak seperti Syi'ah yang meyakini keberterusan makshum sampai kiamat tiba. Lah, kok bisa, dari satu sisi yakin tidak ada makshum, tapi dari sisi yang lain, yakin bahwa pandangannya tentang agama sudah pasti benar. Ajaib sekali bukan?

JADI ANTUM SUDAH BENAR MENGATAKAN MEMILIH KEDUANYA KARENA AGAMA MEMANG DITURUNKAN UNTUK AKAL, KARENA ITU BINATANG TIDAK DITURUNI AGAMA.

Ali Asytari Maaf ustad...
Apakah ada hadits yg menganalogikan hubungn agama dn akal ini....?
Dn apakh ada hadits yg mengatakan QUR'AN DN AKAL ADALAH SAUDARA KEMBAR...??

Sinar Agama Ali Asytari, ini hadits dari Imam Ali as:

لا دين لمن لا عقل له

"Tidak ada agama bagi orang yang tidak ada akalnya (baca: menggunakan akalnya)."
Lihat Terjemahan
SukaBalas128 Juni pukul 4:30




0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.