Saturday, July 29, 2017

on Leave a Comment

Dosa mu yang lebih besar atau Tuhanmu yang lebih besar? Kisah taubat seorang pemuda dijaman Nabi saww hingga hampir berputus asa dari Rahmat Allah swt

Andika
29 Mei
Salam ustad.. ada kisah taubat seorang pemuda penggali kubur..Sahabat Rosulullah saww jika tidak salah namanya Muaz bin Jabal.. mohon tukilkan ceritanya.. dan juga kitab sumbernya.
Syukron ustad Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Kisah tersebut bukan dilakukan oleh Mu'aadz bin Jabal sebagaimana akan maklum dan berkenaan dengan QS: 3:135:


وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

"Dan orang-orang yang berbuat keji dan menganiaya diri mereka sendiri, ingat kepada Allah lalu meminta ampun untuk dosa-dosa mereka, maka siapa yang bisa mengampuni semua dosa selain Allah, dan mereka tidak meneruskan perbuaran kejinya yang telah dilakukannya itu sementara mereka mengetahuinya."

ATau juga berkenaan dengan QS: 39:53:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

"Katakan: 'Wahai hamba-hambaku yang telah melampuai batas terhadap diri mereka sendiri, jangalah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah itu mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Pengasih."

2- Kisahnya sebagaimana yang teriwayatkan dalam riwayat-riwayat dan kitab-kitab adalah: 
Suatu hari Mu'aadz bin Jabal dengan menangis mendatangi Nabi saww lalu mengucapkan salam dan beliaupun saww menjawab salamnya. Nabi saww bertanya:

"Apa yang membuatmu menangis wahai Mu'aadz?"

Dia menjawab:

"Wahai Rasulullah (saww) sesungguhnya di pintu ada seorang pemuda yang berbadan lembut, berwarna bersih dan berwajah elok, menangisi dirinya seperti seorang ibu yang menangisi kematian anaknya. Dia ingin bertemu denganmu."

Nabi saww berkata:

"Bawalah pemuda itu ke sini wahai Mu'aadz."

Kemudian pemuda itu dibawa masuk menjumpai Nabi saww. Dia memberi salam kepada Nabi saww dan beliaupun saww menjawabnya, lalu bertanya:

"Apa yang menyebabkanmu menangis wahai anak muda?"

Pemuda itu menjawab:

"Bagaimana saya tidak menangis sementara saya telah melakukan dosa yang kalau Allah swt mau menghukum atas sebagiannya saja, sudah pasti akan memasukkan saya ke dalam neraka? Dan saya tidak melihat kecuali saya akan dimasukkan ke dalam neraka dan menghukum saya selamanya."

Nabi saww berkata: 

"Apakah kamu menyekutukan Allah saww dengan sesuatu selainNya?"

Dia menjawab: 

"Saya berlindung dari menyekutukan Tuhanku dengan yang lain."

Nabi saww bertanya:

"Apakah kamu membunuh seseorang?"

Dia menjawab: "Tidak."

Nabi saww berkata:

"Allah akan mengampuni dosamua sekalipun seperti gunung besar."

Dia berkata: "Dosa saya lebih besar dari gunung yang besar."

Nabi saww berkata: 

"Allah akan mengampuni dosamu sekalipun sebesar bumi dengan ketujuh tingkatannya, yang meliputi laut-lautnya, pasir-pasirnya, pohon-pohonnya dan apa saja yang ada di dalamnya."

Dia berkata: "Dosa saya lebih besar dari bumi dengan tujuh tingkatannya, dan laut-lautnya, dan pasir-pasirnya, dan pohon-pohonnya dan apa saja yang ada di dalamnya."

Nabi saww berkata: 

"Allah akan mengampuni dosamu sekalipun sebesar seluruh langit dan bintang-bintangnya, dan seperti 'Arsy dan Kursi (singga sana Allah)."

Dia berkata: "Dosa saya lebih besar dari itu."

Nabi saww melihat pemuda itu seperti pandangannya orang marah dan berkata: 

"Celaka kamu wahai pemuda. Dosamu lebih agung atau Tuhanmu?"

Pemuda itu tersungkur dan berkata: 

"Maha Suci Tuhanku, tidak ada apapun yang lebih agung dari Tuhanku. Tuhanku lebih agung dari segala yang agung wahai Nabi Allah."

Nabi saww berkata: "Tidakkah ada yang mengampuni dosa yang agung itu kecuali Yang Maha Agung."

Dia berkata:

"Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah."

Kemudian dia terdiam, lalu Nabi saww berkata kepadanya:

"Celaka kamu wahai pemuda. Apakah kamu tidak akan memberitahukanku salah satu dari dosamu?"

Dia berkata: "Iya, saya akan memberitahukanmu. Sesungguhnya saya biasa menggali kuburan orang selama tujuh tahun dan mengambil kafannya. Lalu seorang wanita mati dari anak seorang anshar. Ketika saya membawa ke kuburan dan menguburkannya dan setelah semua keluarganya kembali ke rumah mereka lalu malam telah tiba, saya mendatangi lagi kuburannya lalu menggalinya dan mengambil apa saja yang ada padanya seperti kafannya. Lalu saya tinggalkan dia dalam keadaan telanjang di tepi kuburannya dan sayapun pergi. Tapi syaithan mendatangiku dan membisikkan kecantikannya .........(dan seterusnya) hingga akhirnya sayapun menggaulinya dan setelah itu saya tinggalkan di tempatnya. Lalu saya mendengar suara dari belakang yang berkata: 'Wahai pemuda, neraka bagimu di hari akhirat ..... (dan seterusnya). Karena itu saya mengira bahwa saya tidak akan pernah mencium bau surga sekalipun selama lamanya. Bagaimana pandangamu wahai Rasulullah?"

Nabi saww berkata:

"Jauhilah diriku wahai faasiq (pendosa besar). Sesungguhnya aku takut terbakar oleh apimu (api nerakamu). Tidak ada yang lebih dekat kepada api (neraka) selain darimu."

Lalu pemuda itu pergi ke dalam kota (Madinah) dengan mengumpulkan bekal lalu pergi ke gunung melakukan ibadah. Dia tinggal di gunung dan mengikatkan kedua tangannya di lehernya lalu berdoa:

"Ya Tuhan, inilah hambaMu (pasrah) di antara kedua tanganMu. .... (dan seterusnya). Ya Allah, apa yang Engkau akan lakukan terhadap hajatku? Kalau Engkau mengabulkan doaku dan mengampuni dosaku, maka berikanlah wahyu kepada NabiMu. Kalau Engkau tidak mengambulkan doaku .... (dan seterusnya)." 

Lalu Allah menurunkan ayat "Dan orang-orang yang berbuat keji...." (QS: 3:135) kepada NabiNya saww. 

Artinya taubat pemuda itu telah diterima oleh Allah swt. Semoga kita semua dapat melakukan taubat dengan penyesalan dan aplikasi yang dilakukan oleh pemuda itu dan mendapatkan ampunanNya, amin. Wassalam.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas30 Mei pukul 17:15
Kelola

Andika Allahu akbar.. ustad karena Allah tidak terbatas.. Apakah ampunan Allah swt yang begitu agung tetap berlaku untuk kita umat akhir zaman..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas30 Mei pukul 22:07
Kelola

Andika Seandainya Imam Mahdi afs hadir ditengah kita apakah kita bisa bertanya seperti pemuda itu.. apakah kita sudah diampuni atau tidak?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas30 Mei pukul 22:09
Kelola

Sinar Agama Andika, ampunan Tuhan itu berlaku untuk semua umat sampai kapanpun. Dan kalau Imam Mahdi as datang, maka sangat boleh bertanya kepada beliau as hal-hal apapun termasuk seperti yang ditanyakan oleh pemuda itu. Akan tetapi, kita tidak boleh memaksakan diri untuk mendapatkan jawabannya, tapi boleh memohon walau dalam beberapa kali seukuran tidak mengganggu beliau as. Sebab kalau bagi ilmu beliau as tidak maslahat untuk menjawabnya, maka tidak akan dijawabnya. Artinya, kalau Tuhan tidak mengijinkan untuk menjawabnya, maka beliau as tidak akan menjawabnya. Semoga saja beliau as segera datang di tengah-tengah kita, amin.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
31 Mei pukul 14:13
Kelola

Andika Ilahi amiin.. syukron ustad..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1 Juni pukul 12:48
Kelola

Andika Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad.. wa Ajjil farajahum..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1 Juni pukul 12:48



Sumber : https://www.facebook.com/andika.yudhistira.505/posts/1524412564288731?sw_fnr_id=150179102&fnr_t=0





on Leave a Comment

Kalo kita bertaklid ke salah satu pendapat ulama kemudian secara tdk diketahui ternyata pendapatnya keliru, apakah kt berdosa?

Yusril Crow ke Sinar Agama
29 Mei
Salam ustad
Kalo kita bertaklid ke salah satu pendapat ulama kemudian secara tdk diketahui ternyata pendapatnya keliru, apakah kt berdosa?
Syukran katsiran ustad
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Ulama yang bisa ditaqlidi itu memiliki berbagai syarat, seperti berakal, lelaki, ilmunya sampai ke tingkat ijtihad, tidak melakukan dosa besar dan kecil, tidak serakah pada dunia yang halal sekalipun, zuhud dan
 semacamnya. 

2- Umat dibagi pada tiga golongan:

a- Ada yang mujdahid. Yaitu yang ilmunya sampai ijtihad, yakni ilmu islamnya sangat tinggi hingga mampu memahami Qur an dan Hadits dengan baik dan benar dan mampu mengambil kesimpulan hukum dari keduanya.

b- Ada yang Muhtaath. Yaitu orang yang alim dan tahu tempat-tempat yang lebih hati-hati walaupun dia belum sampai pada tingkat ijtihad.

c- Ada yang Taqlid. Yaitu orang yang tidak berilmu tinggi tentang agama hingga dia tidak sampai pada tingkatan ijtihad atau muhtaath dan juga orang-orang yang awam tentang agama.

3- Golongan (a) dan (b) bisa mengambil hukum langsung dari Qur an dan Hadits. Sedang golongan (c) tidak bisa mengambil hukum langsung dari Qur an-Hadits.

4- Kewajiban agama dan akal, bagi golongan (a) dan (b), memang merujuk kepada Qur an dan Hadits. Sedang golongan (c) merujuk kepada golongan (a). Seperti orang awam yang kalau sakit merujuk ke dokter dan taqlid secara mutlak terhadap apa saja yang dikatakan dan diputuskannya. 

5- Kalau yang awam itu tidak melakukan taqlid pada mujtahid (orang yang sampai pada ijtihad) dan/atau dokter, misalnya mengambil kesimpulan hukum sendiri dari Qur an dan Hadits, atau mengoperasi sendiri jantung anaknya yang sakit, maka agama dan akal pasti akan mencelanya. Akal mana yang tidak akan mencela seorang yang tidak sekolah kedokteran sampai ke tingkat spesialis, tapi mengoperasi jantung anaknya yang sakit jantung. Begitu pula tentang hukum-hukum Allah swt yang diterangkan melalui Qur an dan Hadits. 

6- Sebaliknya, akal dan agama mana yang tidak mendukung dan menyuruh orang yang ilmunya tidak sampai ke tingkatan spesifik untuk melakukan taqlid pada para ahli di bidangnya masing-masing? 

Artinya akal dan agama mana yang tidak mendukung taqlid di atas sekalipun akal dan agama juga tahu bahwa mereka tidak makshum alias bisa salah.

Sebab kalau hanya lantaran adanya kemungkinan bisa salah lalu akal dan agama membolehkan orang yang tidak spesifik mengikuti dirinya sendiri, maka pastinya dia akan membuat hukum sesukanya atas nama Qur an dan Hadits dan/atau setiap orang akan mengobati dan mengoperasi dirinya sendiri atau keluarganya sendiri, manakala mengalami sakit. Kacau balau bukan?

Jadi, sekalipun para mujtahid dan dokter itu bisa salah, tetap saja akal dan agama menyuruh kita taqlid pada meraka. Sebab kesalahan itu biasanya lebih sedikit, dan mengikuti yang tidak spesifik jelas merupakan kesalahan dan kehancuran yang nyata. 

7- Kesimpulannya, bukan saja mengikuti orang yang bisa saja itu tidak dilarang, melainkan justu diperintahkan oleh akal sehat dan juga agama Islam itu sendiri serta akan tetap diberi pahala. Sebab sudah mengikuti akal sehat dan agama Islamnya. 

8- Sementara mujtahid dan dokternya bagaimana? Kalau adanya kemungkinan salah itu yang mujtahid dilarang berfatwa dan si dokter dilarang beruperasi, maka apa jadinya dunia ini. Sudah pasti akan terjadi kacau balau yang luar biasa. Yang dakwah agama seperti para Wahabi yang hanya dengan bekal sedikit bahkan dari terjemahan sudah mengeluarkan fatwa sesat, syirik, bid'ah, haram, halal dan seterusnya. Sedang rumah-rumah sakit sudah dioperasikan oleh para pedagang asongan atau ahli-ahli pertanian. Kacau dah. Yang ingin taat pada Allah hancur dunia akhiratnya. Yang ingin berobat dan beroperasi karena sakit, akan mati di atas ranjang pengobatan dan operasinya.

Lalu siapa yang siap mempelajari agama dan kedokteran yang tidak bisa digapai kecuali dengan kesungguhan yang tinggi, bencana dan ujian yang luar biasa itu, kalau nantinya melakukan kesalahan yang tidak sengaja akan dihukum penjara dan di akhirat akan dihukum neraka?

Kalau suda tidak ada yang belajar agama dan kedokteran, lalu mau diapakan umat ini?

Karena itulah, maka bukan saja yang taqlid pada mujtahid dan dokter itu saja yang akan mendapatkan pahala sekalipun yang diikuti itu salah, akan tetapi yang menjadi ikutan inipun akan mendapatkan pahala sekalipun salah (yang salahnya tidak sengaja). Sebab mereka telah bersusah payah puluhan tahun untuk menggapai tingkatan ilmu ijtihad dan kedokteran spesialis.

Itulah mengapa kalau mujtahi itu benar akan diberi dua pahala (yakni pahala kebenaran dan usahanya) dan kalau salah akan diberi satu pahala yaitu pahala usahanya yang gigih dan tulus itu.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
29 Mei pukul 10:03
Kelola

Orlando Banderas Ustadz, kalau marja itu merevisi (merubah) fatwanya, seperti contohnya masalah safar. Fatwa sebelumnya misalnya dihukumi safar, kemudian fatwa dirubah jadi dihukumi tidak safar. Apakah muqallid marja tsb wajib mengqodlo sholatnya yang sebelumnya qoshor jadi tamam ? Syukron.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 20:41
Kelola

Sinar Agama Orlando Banderas, tidak wajib mengqadhaa'. Tapi ketika tahu segera berubah ke fatwa yang baru.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas30 Mei pukul 12:42



Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1275250029255118?sw_fnr_id=150179101&fnr_t=0




on Leave a Comment

Ketika sholat, Untuk bacaan bihaulillaah sampai akhir itu, telah difatwai secara mandiri. Yaitu dilakukan sambil berdiri dari duduknya. Jadi, bacaannya dilakukan sambil bergerak berdiri dan dengan niat sunnah.

Salam.
Fatwa Rahbar :
3. Seluruh dzikir-dzikir shalat, baik yang wajib ataupun yang mustahab, wajib dibaca dalam keadaan tubuh tenang, dan apabila ia hendak bergoyang ke depan dan ke belakang atau menggerakkan badan ke kiri dan kanan, maka dzikir yang sedang diucapkan dalam keadaan ini harus dihentikan terlebih dahulu. Tentunya, dzikir yang dibaca secara murni untuk berdzikir, tidak menjadi masalah apabila dibaca dalam keadaan tubuh bergerak. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 343, dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Shalat, masalah 232 dan 233)
a. Saat mengucapkan dzikir wajib dalam sujud, tubuh mushalli wajib berada dalam keadaan tenang, bahkan ketika tengah membaca dzikir dengan tujuan istihbab, seperti ketika mengulang bacaan " و یهعلاا یبز ٌاحبس ِدًحب" dan sepertinya, ihtiyath wajib dia tetap harus menjaga tubuhnya berada dalam keadaan tenang. (Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Shalat, masalah 294)
Pertanyaannya :
Musholli ketika bangun dari 2 sujud untuk meneruskan ke rokaat berikutnya dianjurkan membaca "Bihaulillah wa quwwatihi aquumu wa aquud" yang dibaca sambil bangun dari 2 sujud dan setelah duduk istirahat.
Karena dibaca sambil bangun dari duduk istirahat sampai berdiri tegak, apakah harus diniatkan zikir mutlak ? Karena kan kalau diniatkan zikir mustahab, tidak boleh sambil bangun dari duduk istirahat sampai posisi tegak sesuai 2 fatwa diatas.
Syukron.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Untuk bacaan bihaulillaah sampai akhir itu, telah difatwai secara mandiri. Yaitu dilakukan sambil berdiri dari duduknya. Jadi, bacaannya dilakukan sambil bergerak berdiri dan dengan niat sunnah.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 9:40
Kelola

Orlando Banderas Syukron Ustadz. Makanya sebelumnya saya bingung. Ustadz bilang di arsip Ustadz, bacaan sunnah tapi kok dibaca sambil bangun berdiri. Saya pikir, bacaan sunnah tapi diniati zikir mutlak, ternyata memang ada fatwanya secara mandiri. 
Syukron Ustadz. Jazakallah khoiron katsiro.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 11:32


Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1274967995949988?sw_fnr_id=3665862886&fnr_t=0



Andika Karbala. Powered by Blogger.