Tuesday, July 11, 2017

on Leave a Comment

Bismillaah: Sabtu, 27-5-2017, Bisa Terhitung Hari Syak (meragukan) ttg penentuan awal Ramadhan

Bismillaah: Sabtu, 27-5-2017, Bisa Terhitung Hari Syak (meragukan)
Menurut hemat alfaqir (Sinar Agama), sangat mungkin hari ini, yaitu Sabtu tanggal 27-5-2017, adalah Hari Syak hingga puasanyapun sebaiknya dilakukan dengan niat Puasa Syak, yakni dengan niat (lihat kesimpulan akhir):
"Kalau memang sudah masuk bulan suci Ramadhan, maka puasaku adalah Puasa Ramadhan, dan kalau belum masuk, maka puasaku adalah Puasa Sunnah (misalnya)."
Kesimpulan saya itu berdasarkan berbagai pertimbangan, seperti:
1- Jarak Azimuth bulan dan matahari.
Azimuth adalah sudut bulan dan matahari yang dilihat dari utara selatan dengan putaran jarum jam dengan melihat titik 0 derajatnya di titik awal utara dan berakhirnya di titik 360 derajat juga di titik utara tersebut.
Kriteria penambahan Azimuth ini merupakan teori terbaru yang diajukan oleh Kriteria SAAO (The South African Astronomical Observatory/Marsad Janub Ifriqiya al-Falaki), yang memasukkan Azimuth sebagai penentu dari pada bisa terlihatnya bulan atau tidak.
Beda Azimuth Bulan-Matahari :
0◦
5◦
10◦
15◦
20◦
Rukyah Tidak Mungkin (Walau dengan Teropong) Bila Tinggi Hilal Kurang Dari:
6,3◦
5,9◦
4,9◦
3,8◦
2,6◦
Rukyah dengan Mata Telanjang Kemungkinan Kecil Berhasil Bila Tinggi Hilal Kurang Dari:
8,2◦
7,8◦
6,8◦
5,7◦
4,5◦
Posisi Azimuth matahari pada hari Sabtu adalah 293 derajat, sedang azimuth bulan adalah 290 derajat. Dari posisi dua azimuth di atas, terlihat beda azimut keduanya adalah 3 derajat. Berarti terletak di antara 0 derajat dan 5 derajat sesuai dengan jadwal di atas.
Karena beda lima derajat pada beda azimuth tersebut, membuat beda 0,4 derajat (8,2 - 7,8 = 0,4) di syarat minimal ketinggian bulannya, maka 0,4 tersebut mesti dibagi 5 hingga menjadi 0,08 derajat. Nah, karena satu bagiannya adalah 0,08 derajat, maka kelipatan tiga kalinya (sebab beda antara kedua azimuth di atas adalah 3 derajat), maka 0,08 ini mesti dikalikan 3 hingga menjadi, 0,24.
Dengan semua hitungan di atas, dapat dipahami bahwa ketinggian minimal bulan yang diperlukan untuk bisa memungkinkan dapat dilihatnya dengan mata adalah 7,8 + 0,24 = 8,04 derajat. Sedang tinggi bulan pada hari Jum'at sesuai dengan pengumuman pemerintah adalah 8,51 derajat.
Dari sini, maka perukyatan bulan bisa dimasukkan ke dalam kategori "Kemungkinan Kecil Dapat Dilihat Dengan Mata Telanjang"
Dari sisi ini, maka dapat diragukan akan adanya dakwaan telah melihat bulan WALAU tetap bisa saja hal tersebut dimungkinkan. Intinya, bisa dikategorikan sebagai syak bagi yang tidak yakin terhadap pengumuman pemerintah.
2- Di situs Moonsighting, kita dapat melihat bahwa Indonesia yang bisa melihat bulan manakala dalam cuaca cerah, hanya di bagian Sumatera dan Jawab Barat. Silahkan dilihat di situs berikut:
Dari sisi ini, pengumuman pemerintah yang menyebutkan empat tempat telah berhasil merukyat yaitu NTT, Sumatera Utara, Jatim dan Kepulauan Seribu, hanya dapat dimungkinkan kebenarannya di Kepulauan Seribu.
Kalau menyimak perukyatan NU, maka mereka mengumumkan bahwa telah berhasil terjadi perukyatan di Gersik dan Lamongan, maka hal ini sulit dipercaya. Apalagi kelihatan sekali kontrasnya berita yang diberitakan dengan video tentang perukyatan di Lamongan tersebut. Sebab terlihat sekali mendung tebal, dan tidak menunjukkan bulan, akan tetapi memberitakan telah melihat bulan dan disaksikan ratusan umat. Ini sangat aneh. Pembaca bisa lihat sendiri di link berikut:
Dari tinjuan ini, maka sulit menerima kebenaran kesaksian-kesaksian tersebut WALAU, tetap saja masih dimungkinkan kebenarannya lantaran bisa saja hitungan falak yang justru tidak tepat. Karena itu, setidaknya dalam hal ini, kriteria ketetapan bulan suci Ramadhan, masih diragukan.
3- Kesimpulan:
Dengan menimbang hal-hal sebagai berikut:
a- Tidak makshumnya hitungan falakiyyah atau astronomi dalam arti masih memiliki kemungkinan untuk salah.
b- Tidak terfokusnya pada keyakinan benarnya pengumuman pemerintah dalam arti masih menyisakan jalan keraguan terhadap kebenarannya sesuai dengan keterangan di atas.
c- Tidak terfokusnya pada keyakinan benarnya pengumuman NU yang biasa kita jadikan semacam panutan dalam perukyatan.
d- Adanya syarat dalam fatwa, terhadap mesti adanya keyakinan terhadap benarnya pengumuman pemerintah tentang awal bulan Hijriah seperti penetapan awal Ramadhan, dari pemerintahan yang bukan negara Islam.
maka disimpulkan bahwa:
a- Bagi yang yakin dengan ilmu dan ilmiah, bahwa pengumuman pemerintah itu benar, dapat menjadikan hari ini, Sabtu tanggal 27-5-2017, sebagai hari awal Ramadhan.
b- Bagi yang tidak yakin dengan ilmu dan ilmiah, bahwa pengumuman pemerintah itu benar, maka hari ini, Sabtu tanggal 27-5-2017 dihukumi sebagai Hari Syak. Karena itu tidak boleh berpuasa dengan niat puasa Ramadhan. Tapi sangat dianjurkan untuk tetap puasa dengan niat Puasa Syak, yakni dengan niat bahwa kalau memang sudah masuk bulan Ramadhan maka puasanya sebagai puasa Ramadhan dan kalau belum maka puasanya sebagai puasa bukan Ramadhan.
Semoa yang ditulis di sini adalah kebenaran adanya dan bermanfaat, amin. Dan kalau nantinya terlihat adanya kesalahan, insyaaAllah akan diperbaiki.
Wassalam, Sinar Agama (27-5-2017).
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
31 Komentar
Komentar

Sinar Agama Susulan diagram Azimuth
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
4
27 Mei pukul 10:32

Arief El Ghuroba Susah banget agama syiah
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 10:43

Biez N Rizha Diem luh..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 10:59

Andika Ibadah harus sesuai fiqih yang benar.. bukan membuat ribet..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 11:42

Arief El Ghuroba Agama islam itu mudah, agama syiah yg ribet.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 12:10

Fesbuk Menyuruhku Gantinama Latah memang mudah, berpikir yang kudu siap ribet
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 12:19

Mond Doel Tjoekrowinoto Islam mudah bukan bermakna tidak mengikut syarat2nyaLihat Terjemahan
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 12:31

Sinar Agama Arief El Ghuroba, Islam mudah itu bukan dimudah-mudahkan. Islam ini agama paling tinggi. Mana ada agama tinggi itu mudah? Mudah yaitu bisa dilakukan. Artinya tidak melebihi tingkatan kemampuan manusia. 

Apalagi kalau tidak belajar, mana ada istilah mu
dah baginya. Coba kamu terangkan deh berapa rukun Shalat, dan berapa kewajibannya. Turun dimana surat Bismillaah dan apa arti dan maksudnya? Itu paling mudahnya pertanyaan toh? Sebab shalat adalah pekerjaan sehari-hari dan Bismillaah sebagai ayat pertama. Monggo dijelasin kalau memang mudah.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
28 Mei pukul 13:08

Husain Akbar Arief el ghuroba dah tiada nda bisa jawab
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 20:05

Dul Wahap Salapi @Arief El Ghuroba, maksud kamu apa kok trus lenyap ?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 21:51


Biez N Rizha Salaam Ust. Sinar Agama.. nah kalo dah terlanjur puasa hingga siang dan tadi malam niatnya puasa ramadhan pada hari ini apa bisa di rubah niatnya pada siang ini?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 11:09Telah disunting

Sinar Agama Biez N Rizha, benar, bisa merubahnya.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
8
27 Mei pukul 11:31Telah disunting

Andika Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad wa ajjil farajahum.. Syukron ustad..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
3
27 Mei pukul 11:39

Sukarno Karno Alloh humma soli ala Muhammad
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 12:33

Alie Sadewo Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad wa ajjil farajahum.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
27 Mei pukul 15:39

Sundari Sastrareja Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa aali Muhammad wa'ajjil farajahum
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
27 Mei pukul 15:42

Srikandi Naynawa Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa aali Muhammad wa'ajjil farajahum
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
27 Mei pukul 15:43

Srikandi Naynawa Br lihat uatd Arsip Sinar Agama nih sdh lwt dzuhur langsng dirmh ya niatnya
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 15:43

Slamet Basuki InsyaAllah sudah tepat puasa hari ini
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas27 Mei pukul 19:45

Zen Elia tolong dikoreksi kesimpulannya, mari kita melihat bagan yang ditunjukkan ketika batas minimal tinggi bulan pake mata telanjang seperti yang diperkirakan penulis adalah 8.04 derajat dan pemerintah mengumumkan 8.15 berarti sudah lewat batas minimal jadi bisa dilihat, dan kalau melihat bagan yang penulis posting, yang menggunakan alat diantara 5,9-6,3 pada azimut diantara 0-5 derajat sedangkan tinggi hilal 8.15 dan berdasar fatwa rahbar bisa pake teropong yah pasti bisa dilihat atuh jelas banget
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 17:30Telah disunting

Sinar Agama He he antum salah memahami. 

a- Kan sudah dikatakan bahwa dengan kondisi tersebut maka masuk kategori "Sulit dilihat dengan mata telanjang". 
...Lihat Selengkapnya
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 13:34Telah disunting

Zen Elia disana tidak dijelaskan kesulitan meggunakan teropong, bahkan didalam gambar abu tertulis optic aid find the moon : artinya dengan teropong bisa mendapatkan bulan, betul warna merah yang D itu ada komentar yang menunjukkan kesulitan melihat yakni : wis...Lihat Selengkapnya
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
28 Mei pukul 17:22Telah disunting

Zen Elia yang melihat bukan hanya dilamongan sudah di banyak tempat baik dari pihak suni atau syiah pake teropong termasuk tim ABi di berbagai titik
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 17:32

Zen Elia yah wal hasil sudah berlalu hanya sedikit kejanggalan dalam melihat angka dan gambar software hilali dengan kesimpulan, selamat menunaikan ramadhon saja, mohon maaf lahir bathin
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 17:33Telah disunting

Zen Elia sebagai tambahan komentar antum : "Dan lagi, pemahaman mudah itu tidak benar. Sebab optik yang dibolehkan hanyalah yang berhukum seperti mata telanjang, bukan membesarkan dan semacamnya. Misalnya hanya membeningkan saja dan semacamnya yang masih tidak keluar dari kategori seperti melihat dengan mata telanjang. " semua yang namanya teropong itu membesarkan, coba antum praktek penentuan hilal di qom, mereka menggunakan teropong pembesar, afwan rada heran membaca komentar ini kok ada teropong tidak membesarkan optik itu memiliki lensa pembesar, kalau bukan pembesar bukan teropong bukan optik, yang tidak muktabar itu kalau tidak dilihat mata tapi melihatnya melalui layar komputer seperti yang biasa dilakukan LAPAN atau bosca, mereka menggunakan dua cara dengan melihat mata pake teropong dan ada juga yang stanby di ruangan melihat di layar komputer sebab teropong zaman sekarang sudah bisa disambungi kabel ke layar, tapi tetap yang pake mata jugaس835: ما هو حکم الرؤية بالآلات و هل رؤية‌ صورة الهلال بواسطة منظار CCD و انعکاس الضوء و مراجعة‌ المعلومات الملتقطة بالکمبيوتر تکفي لإثبات أول الشهر؟
ج: لا يختلف حكم الرؤية بالعين المسلحة عن الرؤية بالعين المجردة وهي معتبرة ايضاً. والملاك هو صدق عنوان الرؤية عليه، فالرؤية بالعين أو النظارة أو التلسكوب حكمها واحد، نعم الانعكاس على الكومبيوتر الذي لا يعلم صدق عنوان الرؤية عليه فيه إشكال.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 18:00Telah disunting

Sinar Agama Saya tidak akan mengulangi lagi penjelasan sebelumnya. Dan menurut ana, antum tinggal baca lagi saja supaya paham maksud saya dalam tulisan-tulisan di atas. Kalaulah saya menjawab antum lagi di sini, tidak akan menambah kejelasan sebelumnya. Bagi saya, keterangan dari status dan tambahan komentar ana itu, sudah sangat jelas baik maksud dan argumentasinya. Tinggal baca lagi saja dengan teliti dan carilah pemahaman yang benar. Wassalam.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 8:28

Sinar Agama Tentang teropong itu hanya mendekatkan. Itu secara umum. Mungkin antum belum pernah mencobanya. Kalau saya sudah mencobanya. Memang kalau obyek dekat terasa sekali pembesarannya seperti kita mengambil gambar dengan kamera. Tapi kalau obyek jauh, seperti yang sudah saya terangkan beberapa tahun yang lalu, tidak terlalu terasa pembesarannya. Jadi, kalau dalam istilah mujtahid dan kantor Rahbar hf, dikatakan hanya mendekatkan saja. Karena itulah dianggap sebagai muktabar/diterima. Kami sendiri dalam diskusi-diskusi fatwa di salah satu kantor Rahbar hf yang ada di dunia ini, kadang diskusi sengit tentang esensi teleskop. Tapi bagi mujtahid sederhana saja. Ketika dikatakan mendekatkan hal-hal yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, maka hal itu dibolehkan. Kita sebagai penerap dari fatwa Rahbar hf, maka tinggal menaatinya saja. 

Kadang sampai diskusi agak sengit manakala membahas berbagai teleskop seperti teleskop yang dibantu oleh satelit misalnya. 

Btw, apapun itu, teleskop yang umum dipakai, hal itu dibolehkan oleh Rahbar hf. Alasan fiqih dan esensi detailnya, kita tidak terlalu diwajibkan mengetahuinya selain yang uruf-uruf (umum-umum) saja. 

Sekali lagi, kalau antum memahami yang saya tulis di statusnya, maka semua diskusi ini, sama sekali tidak perlu. Karena itu, antum hanya perlu teliti saja membaca tulisan orang lain dan mencoba untuk berusaha keras memahami maksudnya sebelum menulis komentar hingga tidak membahas hal-hal yang tidak perlu dibahas dan apalagi yang sudah jelas. Wassalam.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 8:38

Zen Elia saya sudah paham apa yg antum tulis (bahasa indonesia apa yang tidak dipahami, bukan hanya antum saja yang selalu paham, mungkin kadang antum menghitung kurang paham antara korelasi hitungan angka dengan kesimpulan, afwan) tapi tetap saja dalam konteks...Lihat Selengkapnya
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
2 Juni pukul 22:48Telah disunting

Zen Elia masalah teleskop pembesar yang dirasa mendekatkan dan menjernihkan itu sudah jelas adanya tidak perlu perdebatan di maktab (Tathwil bila thoil) , karena itu masalah benda ilmi bukan maudhu fiqih, maksudnya tidak ada lagi pembahsan fiqih mengenai teles...Lihat Selengkapnya
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas2 Juni pukul 22:37


Zen Elia untuk memahami gambar dibawah ini lihat warna abu dituliskan : optical aid to find moon, ini artinya dengan bantuan optik bisa menemukan bulan, maka dari itu warna abu di iran pun resmi ramadhon hari sabtu, berbeda halnya kalau sayyid sistani harus pake mata telanjang maka cari yang warna biru muda lihat lagi, jadi berdasar gambar dibawah jelas ihtimal rukyat bisa dilihat oleh teropong, seperti halnya gambar biru dibawah itu mengarsir iran dan indonesia. jadi dengan kriteria SAAO pun kalau meggunakan teropong bisa dilihat hari sabtu baik di iran atau di indonesia, berbeda halnya dengan fatwa yang harus pakai mata telanjang. COBA pahami lagi cara melihat bagan dan gambar, ma'dziratan .
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 1:08Telah disunting

Sinar Agama Jawabannya sama dengan yang di atas.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 13:16

Sinar Agama Srikandi Naynawa, kalau sudah lewat Zhuhur serahkan saja pada Allah. Sebab ketika antum yakin bahwa hari Sabtu itu hari pertama (sekalipun keyakinannya dengan cara yang salah misalnya, jelas yang keyakinan antum belum tentu salah), maka puasa dengan niat puasa Ramadhan bukan hanya tidak dilarang, melainkan bahkan diwajibkan. Nanti kalau ketahuan salah (ternyata bukan Ramadhan misalnya), maka tidak masalah. Puasa Ramadhan antum yang salah itu akan menjadi puasa sunnah secara otomatis. 

Yang menjadi masalah adalah bagi yang ragu apakah hari Sabtu itu adalah hari pertama Ramadhan. Sebab kalau ragu, maka disini DILARANG puasa dengan niat puasa Ramadhan. Kalau puasa dengan niat Ramadhan, maka telah melakukan dosa. Dan kalaupun kelak ternyata terbukti sebagai Ramadhan, maka puasanya tersebut, tidak diterima sebagai puasa Ramadhan. Jadi, kalau ragu apakah sudah masuk Ramadhan atau belum, lalu puasa sebagai puasa Ramadhan, maka selain dosa, juga puasanya tidak terhitung sebagai puasa Ramadhan sekalipun kelak terbukti telah masuk bulan Ramadhan. 

Tapi kalau dalam keadaan ragu tersebut diniatkan sebagai puasa Ragu (niatnya diduakan, misalnya: "Aku puasa dengan niat sebagai puasa ragu yaitu kalau memang Ramadhan maka puasaku sebagai puasa Ramadhan dan kalau belum masuk maka sebagai puasa yang lain -misalnya sunnah atau qadhaa') lalu kelak terbukti sebagai puasa Ramadhan, maka puasa telah diterima sebagai puasa Ramadhan. Atau bahkan kalau di hari syak yang diragukan itu berpuasa sunnah atau qadhaa', lalu kelak terbukti sebagai bulan Ramadhan, maka puasa sunnah atau qadhaa'nya itu bisa dihitung dan telah diterima sebagai puasa Ramadhan. 

Ini kalau ragunya di depan alias dalam memasuki Ramadhan. Sebab hukumnya, kalau ragu terhadap yang akan datang, maka kewajibannya meneruskan yang sebelumnya. Jadi, kalau ragu telah masuk ke Ramadhan atau belum dimana hal ini ragu ke depan, maka hukumnya adalah meneruskan yang sebelumnya, yaitu meneruskan bulan Sya'baan. 

Karena itu kelak di hari ied Fitri, kalau ragu di ujung akhirnya itu, maka wajib meneruskan Ramdhan, dan tidak boleh masuk ke Syawwal. Jadi, ragu menjelang masuk Ramadhan wajib meneruskan bulan Sya'ban, dan ragu keluar dari bulan Ramadhan, wajib meneruskan bulan Ramadhan. Begitu.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
28 Mei pukul 13:02

Srikandi Naynawa Alhamdulillah jd lega nih..trmksh ustd ats penjelasannya
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 15:10


Sinar Agama Slamet Basuki, Afrika itu bukan satu ufuq dengan Indonesia, jadi tidak bisa menetapkan bulan dengan kesaksian orang Afrika untuk Indonesia. Lagi pula, sudah ditetapkan di fiqih bahwa negara yang ada di sebelah barat, tidak bisa dijadikan patokan untuk negara yang ada di timurnya.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
28 Mei pukul 13:05

Slamet Basuki Kan beda cuma 7 jam, jadi saat mereka lihat hilal jam 19 misal, kita sudah jam 02 dini hari jadi masih jauh sebelum subuh. Kecuali kalo daerahnya beda 10 jam/lebih seperti diamerika / amerika latin, saat mereka lihat hilal maka kita sudah lewat waktu subuh, kalo begini ya baru besoknya lagi puasa.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 13:20


Sinar Agama Slamet Basuki, antum dapat hukum dari mana beda sepuluh jam terhitung ufuq yang sama? Fatwa dari siapakah itu? Saya sudah menerangkan hukum fiqihnya di atas.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
28 Mei pukul 13:23

Slamet Basuki Afrika tidak beda sepuluh jam, yg sepuluh jam itu daerah amerika. Afrika dalam hal ini ghana n afsel cuma beda 6-7 jam, dan saksi sudah banyak melihat berdasar laporan moonshigting. Kalo yg melihat hanya daerah amerika/amerika latin ya beda lagi karenamereka baru malam kita sudah fajar bahkan pagi keesokan harinya, jd tidak valid puasany, hrus besoknya lagi. Ini berbicara selisih waktu bukan ufuk, tentu ufuk berbeda. Intinya kalo sebelum subuh, ada daerah yg bersaksi melihat hilal sudah cukup palagi saksinya lebih dari 4.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 13:43

Reren Zurahmi pak slamet basuki yg di maksud UFUK tahu ?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 15:44

Slamet Basuki Reren Zurahmi tau, tapi bukan itu yg jadi masalah, tapi selisih jam antara satu daerah dgn yg laen. Meskipun berbeda ufuk tapi selisih jam kurang dari 10, masih bisa dijadikan patokan. Sudah sy kasih contoh fakta diatas afrika yg beda cuma 6-7 jam, artinya saat mereka liat hilal kita masih jauh belum subuh dan tanda bulan baru sudah muncul. jd bukan lagi syak tapi yakin tgl 27 kemaren puasa. lha nanti pas 1 syawal kemungkinan besar sholat idnya beda lagi, krn berdasarkan hisab muhammadiyah sih tgl 24 juni puasa terakhir alias sudah terlihat hilal 1 syawal jadinya 25 juni, tapi berdasarkan rukyat yg diprediksi moonsighting 24 juni itu hilal hanya terlihat di daerah lautan pasifik saja, tdk akan terlihat kecuali sebagian amerika dan latin, maka kemungkinan besar akan digenapkan 30 hari, 1 syawal tgl 26 juni.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 17:32

Reren Zurahmi kok seperti HTI ya , yang menganut rukyah global
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 17:43

Slamet Basuki Bukan rukyat global tapi untuk daerah yg berada masih jangkauan waktu sebelum subuh kita, krn itu adalah batas mulai puasa. Kalo tidak ada yg liat/kurang saksi di daerah2 tersebut ya baru puasa hari syak.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 19:18

Andika Lihat kesimpulannnya aja pak Slamet.. kl antum yakin tgl 27 sudah 1 Ramadhan ya puasa Ramadhan kl gak yakin ya puasa Syak.. kl menurut saya sih ustad menyampaikan syak itu karena memang tinggi hilal terlalu kecil atau sulit untuk di lihat.. jika memaksakan maka penentuan satu syawalnya terpaksa digenapin jadi 30 hari.. jadi semua tetap sesuai keyakinan masing2.. tidak ada pemaksaan.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas30 Mei pukul 22:40

Slamet Basuki Sebenarnya puasa hari syak 27 kemaren sudah bener krn tidak semua dapat berita sebelum subuh bahwa hilal telah terlihat diafrika, krn keterlambatan info inilah yg membuat syak. Kalo satu syawal nanti sy bilang kemungkinan besar akan digenapi, berdasarkan moonsighting yg selama ini hasilnya akurat. Sy tidak memaksa siapa2.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas31 Mei pukul 8:00


Loka Jero salam...mau tanya. apa benar taraweh berjamaah udah dapat izin dr imam ali?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas28 Mei pukul 17:13

Sinar Agama Loka Jero, Imam Ali as bukan pembuat syar'iat, melainkan hanya penerus syari'at yang diajarkan Nabi saww dari Allah swt. Karena itu mana mungkin Imam Ali as melanggar ajaran Nabi saww dan Allah swt sendiri. Kalau boleh melanggar terus apa gunanya sifat makshum dan syarat kemakshuman bagi khalifah penerus Nabi saww ?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
29 Mei pukul 8:24

Loka Jero apa dizaman beliau jd kholifah gak ada taraweh berjamaah?...saya baca riwayat beliau dikomplain orang2, lalu beliau menyuruh imam hasan untuk menunjuk seorang imam sholat utk mereka..apa benar riwayat tersebut?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas29 Mei pukul 8:32


Sinar Agama Loka Jero, hal itu perlu dibuktikan dengan dalil yang akurat. Dan kalau benar adanya, maka bisa masuk ke dalam kategori taqiah. Tapi sulit membayangkan taqiah dalam hal yang tidak penting tersebut.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
30 Mei pukul 18:53

Reren Zurahmi salam, ustadz Sinar Agama untuk rukyah hilal bulan syawal di lakukan tanggal berapa ya? karena ana lihat ustadz masih syak penentuan tgl 1 ramadhan kemarin, jadi tgl 29 ramadhan jatuh pada tanggal berapa nasional ?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
2 Juni pukul 12:15Telah disunting

Sinar Agama Reren Zurahmi, rukyat itu biasanya diadakan tanggal 29-nya, tapi karena kemarin bisa disyakkan atau bisa diragukan, maka bagi yang memang ragu, rukyatnya dimulai dari tanggl 29 sejak hari syak-nya itu.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
2 Juni pukul 18:09

Reren Zurahmi berarti sama sama tanggal 29 nya, baik yang yakin atau yang syak ya ustadz Sinar Agama ?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas3 Juni pukul 8:50

Andika Reren maksudnya penentuan awal Syawal ya di rukyat lagi sama seperti penentuan awal bulan Romadhan.. pedoman awalnya bisa dengan hisab atau rukyat langsung ke langit apakah sdh mendekati pergantian bulan atau belum.. memang bulan Ramadhan itu biasanya 29 hari . jadi tgl 29 itu kita rukyat lagi jika sdh terlihat bulan baru berarti besoknya sdh 1 syawal. jika belum berarti besoknya di rukyat lagi.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas3 Juni pukul 21:32

Sinar Agama Reren ZurahmiAndika dan yang lain. Perukyatan itu memang selalu dilakukan di tanggal 29 untuk setiap bulannya. Kalau melihat bulan, maka malam itu sudah mulai tanggal satu. Kalau tidak melihat bulan, maka tanggal satu di hari lusanya. Begitu. Di Iran, kantor Rahbar hf selalu melakukan rukyat di tanggal 29 pada setiap bulannya.

Jadi, tidak ada hubungan dengan yakin dan tidaknya di awal bulan. Perukyatan tetap dilakukan di tanggal 29 itu. Jadi, tanggal 29 itu sebagai hari perukyatannya yang memang sesuai, bagi yang yakin di awal bulannya. Dan bagi yang syak di awal bulannya, berarti tanggal 29 it adalah hari syak antara 28 atau 29, maka tetap saja dilakukan rukyat. Sebab namanya saja hari syak. Jadi, begitulah perukyatan itu.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
4 Juni pukul 14:50Telah disunting

Bande Husein Kalissati Kalau percaya dgn pengumuman pemerintah yg mengumumkan tinggi hilal 8,51 derajat sudah pasti Hilal terlihat karena diatas 8,2 atau 8,04 berdasar perbedaan azimut 3 derajat .
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
4 Juni pukul 20:17

Bande Husein Kalissati Pertanyaannya adalah apakah alat teropong untuk melihat hilal itu kalkulsinya juga memperbesar sudut derajat hilal atau sekedar alat bantu melihat hilal tanpa menambah ukuran derajat hilal?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas4 Juni pukul 20:35

Bande Husein Kalissati Kalau saja ABI dalam sidang ishbatnya juga mengumumkan hasil rukyatnya ; seperti hasil sidang perukyatan NU atau pemerintah itu sangat bagus , jadi ada informasi pembanding, namun sayangnya pemberitahuannya bersifat konklusif.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas4 Juni pukul 20:41

Reren Zurahmi emang apa hasil sidang isbatnya ABI ?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas5 Juni pukul 4:57

Reren Zurahmi Berdasarkan hasil sidang Itsbat ABI merujuk kepada berbagai referensi kriteria visibilitas hilal pada hari ini, Jum’at, 29 Sya’ban 1438 H/26 Mei 2017, sesuai pula dengan pandangan dan dasar-dasar fiqh Ahlul Bait sesuai fatwa Imam Ali Khamenei hafidhahullah yang kami anut, maka diberitahukan kepada segenap pengikut Ahlul Bait bahwa tanggal 1 Ramadhan 1438 H jatuh pada hari Sabtu, 27 Mei 2017.

kalau sudah berani mengklaim sesuai fatwa rahbar sih harusnya mereka dengan melihat sendiri bukan hanya hitungan diatas kertas
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas5 Juni pukul 6:08

Bande Husein Kalissati Iya , akan bagus juga klo referensi kteteria visibilatas hilal disertakan juga, dimana saja perukyatan, daerah mana yh terlihat, berapa derajat.jadi yg g ikut sidang ishbatpun tahu prosesnya..jadj lebih mantaf( ithmi'nan).
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas5 Juni pukul 6:13

Reren Zurahmi bukannya kalau fatwa rahbar itu cukup ad aorang adil yang melihat kita harus percaya ?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas5 Juni pukul 8:51

Bande Husein Kalissati Boleh dipercaya kalau dianggap adil, namun tdk harus
..karena masih ada cara lain
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas5 Juni pukul 11:32

Sinar Agama Reren Zurahmi, adil itu tidak memiliki dosa besar dan kecil. Kalau ada dua orang seperti itu telah menyaksikan hilal, maka wajib dipercaya bagi yang yakin terhadap keadilannya tersebut. Tapi kalau mengatakan refrensi, dan apalagi mengaku mengikuti fatwa Rahbar hf sementara di buku SMS nya menyatakan dengan jelas bahwa tidak wajib mengikuti fatwa marja', maka hal ini sangat paradok dan tidak bisa diambil sebagai dasar amal. Ditambah lagi fatwa yang mana yang diikutinya? Emangnya kita-kita tidak mengikuti fatwa Rahbar hf? Jadi, tidak bisa main global.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
9 Juni pukul 14:19Telah disunting

Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1273763819403739





0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.