Friday, October 28, 2016

on Leave a Comment

Mohon pencerahan tentang sifat Allah dalam kitab kasyfu al-murad syarh tajrid al-ittiqad, bagian sifat-sifat Allah. saya kesulitan mengerti di bab sifat al-alim.

Link : https://www.facebook.com/shadra.hasan/posts/1106184799431425

Salam.
saya ingin bertanya dan minta pencerahannya.
tentang sifat Allah dalam kitab kasyfu al-murad syarh tajrid al-ittiqad, bagian sifat-sifat Allah.
saya kesulitan mengerti di bab sifat al-alim.
TRims ust Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Kalau di hauzah/pesantren Syi'ah, kitab itu dipelajari setelah belajar bahasa Arab lengkap dan ilmu Logika dan sudah mempelajari ilmu Akidah yang lebih ringan yaitu Baabu al-Haadii 'Asyr. Yakni kurang lebih di tahun 6-7 di Hauzah.

2- Saya tidak tahu yang antum tidak memahaminya itu yang mana. Tapi kalau boleh saya memberikan arahan awal yang bisa dilanjutin dengan pertanyaan yang sebenarnya yang tidak terlalu global, maka:

a- Ilmu Tuhan itu, dalam pahaman kita dibagi dua macam:

a-1- IlmuNya terhadap DiriNya sendiri. Di sini Ilmu Tuhan sama persis dengan DiriNya, HidupNya, AbadiNya, KuasaNya dan seterusnya dari Asmaa'-asmaa' Dzat. Yakni memiliki hakikat yang Satu/Esa dan sama sekali tidak berbeda.

Keberbedaannya itu hanya di dalam akal dan pemahaman kita saja. Karena kalau saling berebeda, maka Tuhan sudah pasti akan terbagi-bagi. Kalau trinitas saja tidak mungkin apalagi sembilanitas atau apalagi seratusnitas (sesuai dengan seratua Asmaa' al-HusnaaNya.

a-2- IlmuNya terhadap yang lainNya alias makhluk. Di sini ilmu Tuhan itu baru (bermula) dan tidak qadim sebagaimana ilmuNya terhadap DiriNya. Karena ilmuNya terhadap makhlukNya itu baru ada setelah adanya makhluk. Memang sebelumnya juga ada, akan tetapi ada dalam DiriNya tanpa kerbebedaan lantaran kalau berbeda akan membuatNya terbagi sebagaimana maklum.

Ilmu terhadap yang lainNya ini tidak terhitung sebagai sama dengan DzatNya seperti sifat-sifat Dzat di atas. Sebab kalau sama, berarti DzatNya juga akan menjadi baru dan bermula dimana hal ini jelas tidak bisa diterima.

b- Walaupun sifat ilmu terhadap yang lainNya ini baru, akan tetapi ilmu yang lebih tinggi tentang lainNya itu ada pada DiriNya, yaitu Ilmu terhadap DiriNya itu. Sebab ketika mengetahui DiriNya yang mana juga sebagai sebab dari semua selainNya, maka sudah pasti Dia mengetahui DiriNya yang sebagai sebab itu. Dan kalau mengetahui DiriNya sebagai sebab bagi makhlukNya, maka jelas akan memiliki kesempurnaan makhluk sebab yang tidak punya tak mungkin memberi.

Berarti DiriNya adalah kesempurnaan makhluk yang lebih tinggi. Karena itu, mengetahui DiriNya, sama dengan mengetahui makhlukNya.

Pengetahuan yang ke dua ini, disebut pula dengan "Pengetahuan Terhadap Diri Sebab Sama Dengan Mengetahui Akibatnya."

Hal itu karena Sebab merupakan seluruh kesempurnaan Akibat di tingkat yang sesuai dengan derajat sebabnya yang lebih tinggi tersebut.

Dalil tentang ketidakterbatasan Tuhan yang mengakibatkan tidakbisanya dibagi-bagi, adalah dalil yang kuat. Tapi tidak bisa dibarengi dengan pembayangan. Sebab Yang Tidak Terbatas, tidak mungkin bisa dibayangkan oleh yang terbatas.

c- Ilmu Tuhan terhadap selainNya di derajat DiriNya (mengetahui DiriNya yang juga sebagai sebab dari semua makhlukNya), yang merupakan sifat Azali (tidak baru dan tidak bermula), menjadi sebab bagi ilmu baruNya terhadap makhlukNya. Jadi, ilmu baru ini, hanya ada dalam pahaman kita dan dalam kenyataannya bisa dikatakan dengan dua kemungkinan:

c-1- Tidak ada secara hakikinya dan yang ada hanyalah Ilmu Terhadap DiriNya yang mana pasti menyangkut juga ilmu terhadap makhlukNya tapi sesuai dengan derajat DiriNya yang tidak bermula dan tidak dibagi-bagi itu.

c-2- Ada akan tetapi merupakan akibat dan makhluk dari IlmuNya Terhadap DiriNya. Dan karena ilmu ini baru dan makhluk, maka sebenarnya dia adalah makhluk yang merupakan tajalli dari Diri dan IlmuNya.

d- Kalau sudah mengerti hal-hal di atas, maka tidak heran kalau Allah dalam ayat-ayatNya juga menerangkan bahwa Dia menghapus yang dikehendaki dan menetapkan yang dikehendaki. Kok bisa ilmu Allah dihapus-hapus sementara IlmuNya itu adalah DiriNya sendiri? Jawabannya, bisa. Hal itu karena yang dimaksud sebagai IlmuNya di sini adalah IlmuNya di tingkatan makhlukNya.

e- Kalau antum dan teman-teman telah memahami hal-hal di atas dengan baik sesuai dengan yang saya maksudkan (atau lebih dari itu), maka terus terang sudah banyak rahasia keTuhanan dan agama dan beberapa hakikat makhluk, yang antum kuasai. Jangan sesekali pernah meremehkan ilmu walau terlihat seperti remeh. Apalagi memang sulit.

Ketahuilah bahwa siapa yang mengetahui Allah swt secara lebih baik, maka semua pengetahuan lainnya akan menjadi lebih baik, karena selainNya itu makhluk dan akibatNya. Konsepnya adalah mengetahui sebab akan mengetahui akibatnya.

Raihana Ambar Arifin Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad wa Ajjil farajahum.






on Leave a Comment

Mohon keterangan tentang yaumul mizan dlm AB?

Link : https://www.facebook.com/shadra.hasan/posts/1105077072875531

Salam.
Mohon keterangan tentang yaumul mizan dlm AB?
Trims ust Sinar Agama
Suka
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Yaumu al-Miizaan yang mana yang antum maksudkan, sebab di Sunni itu memiliki tiga maksud:

a- Hari Penghisaban kelak di akhirat, seperti yang tergambar pada perkataan salah satu ulama mereka ini:

ذكر صلى الله عليه وسلم ذات يوم الميزان وأنه لا يغادر مثقال حبة من خردل إلا توزن فجاءه رجل فقال : " يا نبي الله إن لي أجراء يظلمونني وأظلمهم " فقال صلى الله عليه وسلم بين له أن الأمر يوم القيامة قصاص ، يؤخذ ما عليك وتعطى ما لك ، فقال الرجل بعد أن قرر أن يتخلص من هؤلاء الأجراء تلى رسول الله صلى الله عليه وسلم قول الله جل وعلا : (وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ) بين صلوات الله وسلامه عليه أن الأمر يوم القيامة عظيم جليل الخطب ، يحتاج كل امرئ أن يتقي الله جل وعلا فيه .

"Nabi saww pada suatu hari menerangkan tentang hakikat Yaumu al-Miizaan bahwasannya (pada hari itu) tidak ada yang diluputkan walau sebesar debu (dari perbuatan manusia). Lalu seorang shahabar bertanya: 'Wahai nabiyullaah, sesungguhnya dalam kenerjaku ada orang-orang yang menzhalimiku dan ada yang kuzhalimi mereka.' Nabi saww menjawab dan menjelaskan kepadanya: 'Pada hari kiamat itu adalah qishash/pembalasan. Diambil darimu (yang merupakan hak orang lain) dan diberikan kepadamu (apa yang menjadi hakmu).' Lalu penanya itu berkata: '.............' ...... (dan seterusnya)." (Duruusun wa Muhaadharaatu al-Syaikh Shaalih al-Maghaamisi, 50/21.)

Di hadits di atas, jelas bahwa yang dimaksudkan dengan Yaumu al-Miizaan adalah Hari Hisab di hari kiamat.

b- Hari-hari Penaqdiran atau penentuan nasib manusia seperti yang tergambar di hadits riwayat Sunni sebagai berikut ini:

20303- ما من آدمى إلا قلبه بين أصبعين من أصابع الرحمن إن شاء أن يزيغه أزاغه وإن شاء أن يقيمه أقامه وكل يوم الميزان بيد الله يرفع أقوامًا ويضع آخرين إلى يوم القيامة (الطبرانى عن نعيم بن همار)
أخرجه الطبرانى كما فى مجمع الزوائد (7/211) قال الهيثمى : رجاله ثقات .

Nabi saww bersabda: "Tidaklah ada satu orang manusia kecuali hatinya ada di antara dua jari dari jemari-jemari Yang Maha Pengasih. Kalau Dia mau menyesatkannya maka akan disesatkannya. Kalau Dia mau menetapkannya (tetap dalam iman dan taqwa) maka akan ditetapkannya. Dan segala Yaumu al-Miizaan itu ada di tangan Allah. Dia (Allah) mengangkat suatu kaum dan menjatuhkan yang lainnya sampai hari kiamat." (Jaami'u al-Hadits, hadits ke: 20303; Thabrani di Majma'u al-Zawaaid, 7/211).

Di hadits ini jelas terlihat bahwa yang dimaksud Yaumu al-Miizaan itu adalah hari-hari penetapan taqdir manusia oleh Allah sampai hari kiamat tiba kelak. Jadi, Yaumu al-Miizaan ini jelas sebelum hari kiamat.
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

c- Hari yang seimbang dalam ilmu falak, yaitu yang tidak panas dan tidak pula dingin dan panjangnya siang dan malamnya berbanding sama. Hati seperti ini dikenal dalam ilmu falak dan filsafat juga dan disebut dalam ilmu tafsir hadits sebagai hari al-Mihrijaan. Hari al-Mihrijaan dan Hari al-Nuuruuze adalah dua hari Ied yang ada di Madinah sebelum Nabi saww hijrah kepadanya seperti yang dikatakan di kitab Sunni berikut ini:

{الفصل الثاني}
1453- (14) عن أنس قال: قدم النبي - صلى الله عليه وسلم - المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان؟ قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية، فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : ((قد أبدلكم الله بهما خيراً منهما: يوم الأضحى ويوم الفطر)).
ـــــــــــــــــــــــــــــ
القرب العامة، فإظهارها أفضل؛ لأن فيه إحياء لسنتها، وقال ابن بطان: هو سنة للإمام خاصة عند مالك، قال مالك: إنما يفعل ذلك لئلا يذبح أحد قبله، وليذبحوا بعده على يقين مع ما فيه من تعليمهم صفة الذبح، وقال القسطلاني: قال مالك: لا يذبح أحد حتى يذبح الإمام، نعم أجمعوا على أن الإمام لو لم يذبح للناس إذا دخل وقت الذبح فالمدار على الوقت لا الفعل. قلت: قد تقدم أن الراجح أنه لا يشترط التأخير إلى نحر الإمام، وأنه هو والناس في وقت الأضحية سواء (رواه البخاري) في العيدين وفي الأضاحي، وأخرجه أيضاً أبوداود والنسائي وابن ماجه والبيهقي (ج9 ص277).
1453- قوله (قدم النبي - صلى الله عليه وسلم - المدينة) أي من مكة مهاجراً (ولهم) أي لأهل المدينة (يومان يلعبون فيهما) وهما يوم النيروز ويوم المهرجان، كذا قال الشراح، وفي القاموس: النيروز أول يوم السنة، معرب نوروز - انتهى. والنوروز مشهور، وهو أول يوم تتحول الشمس فيه إلى برج الحمل، وهو أول السنة الشمسة، كما أن غرة شهر المحرم أول السنة القمرية، وأما المهرجان فالظاهر بحكم مقابلته بالنيروز أن يكون أول يوم الميزان، وهما يومان معتدلان في الهواء لا حر ولا برد، ويستوي فيه الليل والنهار، فكأن الحكماء المتقدمين المتعلقين بالهيئة اختاروهما للعيد في أيامهم، وقلدهم أهل زمانهم لاعتقادهم بكمال عقول حكمائهم، فجاء الأنبياء وأبطلوا ما بنى عليه الحكماء (في الجاهلية) أي في زمن الجاهلية قبل أيام الإسلام (قد أبدلكم الله) هذا لفظ النسائي، ولفظ أبي داود: إن الله قد أبدلكم (بهما) أي في مقابلتهما (خيراً منهما) يريد أن نسخ ذينك اليومين، وشرع في مقابلتهما هذين اليومين، وقال القاري: الباء هنا داخلة على المتروك، وهو الأفصح، أي جعل لكم بدلاً عنهما خيراً منهما في الدنيا والأخرى. و "خيراً" ليست أفعل تفضيل، إذ لا خيرية في يوميهما (يوم الأضحى) بفتح الهمزة، جمع أضحاة شاة يضحي بها، وبه سمي يوم الأضحى، قال المظهر: في الحديث دليل على أن تعظيم النيروز والمهرجان وغيرهما من أعياد الكفار منهي عنه، وقال الحافظ في الفتح: استنبط منه كراهة الفرع في أعياد المشركين والتشبه بهم.
رواه أبوداود.

Anas berkata: "Nabi saww berhijrah ke Madinah dimana mereka (penduduk Madinah) memiliki dua hari (besar) yang digunakan bersenang-senang. Lalu Nabi saww bertanya: 'Hari apakah dua hari ini?' Mereka berkata: 'Kami bersenang-senang di dua hari tersebut pada masa sebelum Islam (jahiliah).' Nabi saww bersabda: 'Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari keduanya, yaitu: Yaumu al-Adhhaa dan Yaumu al-Fitri.'." (Muraa'aatu al-Mafaatiih Syarhu Misykaati al-Mashaabiih, hadits ke: 1453, hadits riwayat Anas dari riwayat Abu Daud.)

Lalu di catatan kakinya diterangkan bahwa dua hari itu adalah Hari Nauruuz (Nuuruuz) dan Hari al-Mihrijaan. Dan masing kedua hari inipun diterangkan bahwa Nuuruuz itu hari pertama dari tahun Syamsiyyah/matahari dan Mihrijaan itu adalah hari pertengahan dan stabil seperti yang sudah diterangkan di atas.

2- Jawaban Soal:

a- Kalau yang dimaksudkan adalah poin (a) di atas, maka jelas sama saja antara Syi'ah dan Sunni. Karena hari hisab atau perhitungan atau pembalasan itu, merupakan keimanan yang paling dasar setelah Tauhid, keAdilan, kenabian dan keimamahan. Di hari itu tidak ada yang terluputkan sedikitpun walau sebesar atom dari perbuatan manusia.

b- Kalau yang dimaksudkan seperti di poin (b) di atas, yakni hari-hari penuh penaqdiran dan penasiban, maka jelas di Islam jalur Ahlulbait as hal seperti tidak ada sama sekali. Karena itulah dasar ke dua Ushuluddin dalam Syi'ah adalah keAdilan. Yakni keAdilan Tuhan, yakni tidak menentukan nasib manusia dan sama sekali tidak mengurangi apapun hak-hak manusia. Dalam pandangan Islam riwayat Ahlulbait as dikatakan:

"Mana mungkin Tuhan menentukan seseorang untuk menyimpang, lalu di akhirat mengadzabnya? Apa dosa orang yang ditentukan menyimpang itu? Ini jelas tidak adil. Karena itu, maka Tuhan tidak akan pernah menentukan nasib manusia sekalipun jelas mampu untuk melakukannya, tapi Dia tidak akan melakukannya karena hal itu tidak adil sama sekali."

c- Kalau yang dimaksudkan itu poin (c) di atas, maka hal itu sama saja. Setidaknya dapat diterima di Syi'ah. Karena memang menyngkut ilmu falak atau kenyataan alam.
Lihat Terjemahan







Andika Karbala. Powered by Blogger.