Monday, March 28, 2016

on Leave a Comment

Rosulullah diutus untuk seluruh alam atau rahmatan lil alamin, itu berarti termasuk planet2 galaxy bima sakti, Bagaimana cara Nabi berkomunikasi dengan mahluk2 planet tersebut?

Link : https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/967009876682252


Rasulullah diutus utk seluruh alam sebagaimana yg kita ketahui Rahmatan lil 'Alamin, seluruh alam berarti bukan hanya di bumi tapi juga sampai ke planet2 (Galaxy Bima Sakti), nah bagaimana cara Nabi saw berkomunikasi dgn makhluk2 selain di bumi? Dan juga Aimmah 'alayhimus salam sbg Imam al Jin wal Ins (pemimpin jin dan manusia), apakah makhluk2 di planet selain bumi tergolong jin atau?
Trims ust Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
59 komentar
Komentar

Uriel Ell Yu Isin nyimak...

Apit Sanjaya Nyimak. Kontribusi kenabian dan imamah untuk kehidupan luar angkasa itu apa

Dwi salam

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Seingatku, saya sudah pernah menjelaskan hal ini. Mungkin ketika dulu menjawab salah satu serangan Wahabi. Mungkin dalam catatan berjudul Kedudukan Fantastis Imam Makshum as. Ringkasnya seperti ini:

1- Allah swt berfirman dalam QS: 21:107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

"Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi segenap alam."

Catatan Ayat:

a- Arsala yang berarti pengutusan yang didahului dengan maa naafiyah/negasi, lalu disambung dengan "kecuali", menekankan bahwa pengutusan Nabi saww itu HANYA sebagai rahmat, tidak lain dan tidak bukan.

b- Sedang 'aalamiin jamak dari 'aalam dan dibubuhi awalan alif dan laam, di sini jelas maknanya meliputi segenap/semua alam.

c- 'Aalam di sini, karena mencakupi semuanya dengan pembubuhan alif dan laam pada jamaknya kata 'aalam itu ('aalamiin), maka maknanya adalah seluruh 'aalam yang dapat diketahui dan yang tidak diketahui manusia. Misalnya, alam manusia, yang terdahulu dan yang akan datang sampai hari kiamat. Alam binatang, pepohonan dan bebatuan, air, udara dan benda-benda lainnya, yang juga baik yang terdahulu dan yang akan datang. Begitu juga pada alam planet dan bintang-bintang, alam malaikat yang dikenal dengan malakuut, alam amr yang dikenal dengan jabaruut.

d- Karena 'aalam-'aalamnya sebagai penerima rahmat sudah kita ketahui, maka di sini dapat membantu kita memahami makna rahmat itu sendiri. Yaitu apapun kebaikan untuk diri 'aalam-'aalam itu sesuai dengan esensi dan kondisi masing-masing. ARTINYA, kita tidak bisa membatasi bahwa kerahmatan kanjeng Nabi saww itu hanya pada urusan syari'at dan akhlak ketaqwaan pribadi dan sosial saja. Sebab 'aalamiin-nya adalah jamak dari 'aalam dan dibubuhi alif dan laam yang memnberikan makna cakupan pada semua mishdaq/ekstensi atau wujudnya. Jadi, apapun kebaikan yang dapat diterima oleh semua jenis alam itu, adalah rahmat.

e- Rahmat/rahmah dari Rahima yang memiliki makna mengasihi. Mengasihi tentu saja dari akar kata kasih dan sayang. Karena itu, maka apapun kebaikan yang dapat diterima masing-masing alam itu,

f- 'Aalam, dalam bahasa Arab memiliki arti "yang diketahui" dan juga memiliki arti "semua selain Allah" atau "makhluq/makhluk". Makna-makna itu tidak bertentangan karena memiliki maksud yang satu. Yaitu semua yang dapat diketahui. Kalau yang tahu itu Tuhan, maka meliputi semua makhlukNya. Jadi, maksud dari 'aalam adalah makhluk. Nah, kalau makhluk ini dibentuk jamak dan dibubuhi alif dan laam yang memiliki makna cakupan, maka berarti al-'Aalamiin artinya "Semua makhluk Tuhan"

Sinar Agama .

g- Dengan semua penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa karena yang akan menerima rahmat itu adalah semua makhluk Tuhan, dan karena rahmat itu adalah dari kasih yang berarti memberi kebaikan, maka rahmat di ayat di atas, bukan hanya berupa syari'at dan akhlak ketaqwaan melainkan apa saja kebaikan yang dapat diterima semua makhluk sesuai dengan ESENSI dan KONDIRI masing-masing.

Jadi, yang menerima rahmat dari diutusnya kenjeng Nabi saww adalah semua makhluk Tuhan dari materi terkecil seperti atom, sampai ke antariksa raya dan bahkan makhluk-makhluk ghaib seperti para malaikat, baik malaikat biasa yang dikenal dengan Malakuut atau malaikat tinggi yang dikenal dengan Jabaruut.

h- Untuk menambah kuatnya lagi tafsiran di atas itu, yaitu bahwa semua makhluk Tuhan menerima rahmat dan kebaikan dari diutusnya kenjeng Nabi saww, adalah hadits berikut ini:

لمّا نزلت سأل النّبي جبرئيل فقال: «هل أصابك من هذه الرحمة شيء؟» فقال جبريل: «نعم إنّي كنت أخشى عاقبة الأمر، فآمنت بك لمّا أثنى الله عليّ بقوله: عند ذي العرش مكين»(1).

Ketika turun ayat (Kami tidak mengutus kamu kecuali untuk rahmat bagi semua alam/makhluk), Nabi saww bertanya kepada malaikat Jibaril as:

"Apakah kamu juga mendapatkan rahmat/kebaikan itu?"

Malaikat Jibril as menjawab: "Benar demikian. Sesungguhnya aku takut terhadap akibat dari semua urusan ini. Karena itu aku beriman kepadamu ketika Allah memujiku dengan firmanNya: 'Yang memiliki kekuatan yang memiliki kedudukan tinggi di sisi pemiliki 'Arsy.'."

Malaikat Jibril as yang dipuji oleh Tuhan saja mengatakan seperti itu, apalagi selainnya. Maksud ayat di atas itu adalah pujian Tuhan pada malaikat Jibril as di QS: 81:19-21 berikut ini:

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (19) ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ (20) مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ (21)

"Sesungguhnya dia (Qur an) adalah firman yang dibawa utusan mulia (malaikat Jibril as). Yang memiliki kekuatan yang memiliki kedudukan tinggi di sisi pemilik 'Arsy. Yang ditaati (di alam malaikat) dan dipercaya."

Kesimpulan Ayat:
Diutusnya Nabi saww adalah rahmat bagi semua makhluk. Dan rahmat ini akan disesuaikan dengan esensi dan kondisi masing-masing. Kadang rahmatnya berupa hidayah agama, contoh pengamalan agama, bimbingan, kepemimpinan, kedipimpinan umat, syafaat, pertolongan dan sebagainya. Kadang berupa rahmat bagi kewujudan setiap esensinya, baik lahir atau batinnya seperti badan manusia, badan dan jiwa seluruh makhluk Tuhan, dzat dari esensi-esensi non materi seperti malaikat.

Karena itu kita tidak bisa membatasi bahwa rahmat di ayat tersebut hanya terbatas pada urusan syari'at dan agama.

Sinar Agama .

2- Setelah kita tahu secara global ayat di atas yang mengatakan bahwa diutusnya Nabi saww itu untuk kerahmatan bagi semua alam atau semua makhluk, maka teman-teman tinggal menambahi dengan catatan yang menjelaskan tentang insan kamil atau khalifah Tuhan. Ringkasannya sebagai berikut (tanpa argumentasi karena sudah sering dibahas sebelum ini dan temant-teman bias merujuk ke sana, seperti yang ada di situssinaragama.org:

a- Karena keterbatasan potensi dan kemampuan calon makhluk, maka Tuhan tidak mencipta makhluk ini dalam satu jajaran yang rata. Karena itu:

a-1- Yang dicipta pertama kali adalah malaikat paling tinggi yang dikenal dengan Akal-satu dalam istilah filsafat. Dari Akal-satu lahir Akal-dua dan seterusnya sampai ke Akal-akhir yang dikenal juga dengan Lauhu al-Mahfuuzh atau 'Arsy. Alam Akal ini dikenal dengan Surga Yang Didekatkan atau Jabaruut atau 'Aalamu al-Amr (sekali jadi tanpa proses) atau Malaikat 'Ulyaa/tinggi (QS: 28:75).

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ

"(Tuhan) Berkata: 'Wahai Iblis, apa yang telah membuatmu tidak bersujud kepada makhluk yang Kucipta dengan kedua tanganKu? Kamu sedang menyombongkan diri atau kamu dari golongan tinggi?'."

Ayat ini seperti mengisyaratkan bahwa ada kelompok malaikat yang tidak diperintah sujud kepada nabi Adam as dimana mereka disebut dengan 'aaliin, yakni Tinggi.

a-2- Dari 'Arsy ini lahir alam Malakuut atau malaikat yang dikenal dengan Barzkah dalam filsafat atau juga Malakuut. Kalau dalam syari'at dikenal dengan Malaikat atau Pengurus Segala Urusan (QS: 79:5) dan semacamnya.

a-3- Dari Barzkah itulah lahir alam materi ini yang dikenal dengan Alam Materi atau Naasuut atau Dunia atau Dun-yaa dan semacamnya.

b- Defini ketiga alam di atas:

b-1- Alam/makhluk Materi adalah alam yang memiliki Matter/bendawiah, panjang, lebat, tebal dan waktu.

b-2- Alam/makhluk Barzakh adalah makhluk non materi yang tidak terlalu murni. Mereka hanya tidak memiliki Matter/bendawiah, ruang dan waktu. Sedang sifat-sifat seperti bentuk, rasa, warna dan semacamnya, dimiliki mereka. Alam Barzkah ini (bukan barzakh agama yang antar kematian dan kiamat) disebut Barzakh/pertengahan karena derajatnya ada di tengah-tengah antara Materi dan Jabaruut.

Alam Barzakh ini, selain disebut dengan nama-nama di atas itu, juga disebut dengan alam Surga-neraka, Qadha' dan Qadr, Ketetapan dan Penghapusan atau Mahwi wa Itsbaat (tapi bukan penaqdiran nasib manusia sebagaimana sudah sering dijelaskan) dan semacamnya.

b-3- Alam/makhluk Akal adalah non materi secara murni, yakni selain tidak memiliki Matter, ruang dan waktu, juga tidak memiliki apa-apapun bentuk sifat-sifat yang dimiliki oleh materi.
Lihat Terjemahan
Islam Hakiki, Islam Relatif: Kajian & Diskusi
SINARAGAMA.ORG

Sinar Agama .

c- Materi adalah paling rendahnya derajat kewujudan karena itu disebut Dani yang bisa berasal dari asal kata Dana-a yang bermkana rendah, dan bisa dari asal kata Danaa yang berarti dekat (dalam hal ini dekat dengan kita).

Mengapa materi paling rendah derajat wujudnya? Karena dia memiliki banyak sekali keterikatan seperti pada Matter dan bagian-bagian terkecilnya sekalipun sebab yang memiliki unsur pasti terikat pada masing-masing unsurnya. Begitu pula keterikatan pada ruang dan waktu serta kondisi.

Karena itu, wujud yang semakin banyak rangkapannya akan semakin terikat dan karenanya akan semakin membuat derajat wujudnya itu rendah. Tapi rendah ini bukan dari sisi akhlak, melainkan derajat wujudnya secara natural, bukan secara ikhtiar hingga yang rendah dikatakan jelek atau buruk.

d- Non materi dikatakan lebih tinggi karena semakin tidak memiliki keterikatan. Karena itu, maka makhluk Barzakh yang masih memiliki keterikatan walau bukan dari sisi Matter, ruang dan waktu, yaitu keterikan hanya pada masing-masing sifat yang dimiliki materi di selain matternya itu. maka kedudukannya lebih rendah dari makhluk Akal yang sama sekali tidak terikat dengan apapun dari hal-hal yang menyangkut materi.

f- Sudah sering dijelaskan bahwa tiada materi apapun yang tidak bersenyawa dengan non materi. Pembuktiannya bisa dilihat di catatan yang menerangkan tentang esensi ruh.

Non materi yang menyertai materi itu disebut Ruh. Jadi, di samping kita memiliki non materi Barzakhi dan Akal Jabaruuti, juga memiliki non materi yang bernama Ruh.

Ruh adalah non materi secara dzatnya akan tetapi materi secara aktifitasnya. Kalau Barzakh dan Akal adalan non materi secara dzat dan aktifitas, akan tetapi kalau Ruh adalah non materi dalam dzatnya saja.

Ruh ini biasa juga dikenal dengan Ruh Juz-ii/partikular sedang Malakuut dan Jabaruut dikenal juga dengan Ruh Kulli/universal.

g- Salah satu beda antara materi dan non materi adalah bahwa materi bisa berkembang dan meningkat sementara non materi tidak bisa berkembang atau tidak bisa meningkat lagi. Hal itu karena non materi tidak memiliki sifat potensi, sementara makhluk materi sebaliknya.

Pengemban potensi pada materi adalah Matter nya itu. Benda tertentu atau Benda, memiliki kewujudan de fakto (sekarang). Tanda kedefaktoan dirinya benda ini adalah Form/bentuk yang dimiliki misalnya Gizi Hormon yang berasal dari daging kambing.

Jadi, Gizi Hormon itu memiliki dua hal Matter/bendawiah dan Form/bentuknya yaitu Gizi Hormon. Bendawiah setiap benda seperti Gizi Hormon itu, tidak akan pernah bisa dikenali dengan indra. Karena itu setiap bendawiah yang ada, hanya bisa diyakini keberadaannya saja karena keberadaan pastinya itu dapat diambil dari kenyataan Form yang kita hadapi. Misalnya dengan mlihat gizi hormon dengan segala bentuk dan sifat-sifatnya yang ada, kita dapat menyimpulkan bahwa bendawiah dari gizi tersebut pasti ada. Kalau tidak, maka tidak mungkin bisa diindra dengan panca indra kita.

Karena materi/benda memiliki matter/bendawiah maka sebenarnya perubahan-perubahan yang terjadi pada Form-nya itu diakibatkan oleh keberadaannya. Hal itu karena ketika Form/bentuk pewujudannya berubah, misalnya dari Form gizi hormon ke Form mani, matter dan kebendawiahannya sama sekali tidak berubah, yaitu yang memiliki panjang, lebar, tinggi dan waktu,

Karena itu, maka materi/benda bisa mengalami perubahan dan kemajuan pada form nya sementara matternya tetap saja dalam keadaan semula.

Sementara non materi Barzakhi dan Akli, sama-sama tidak memiliki matter ini. Karena itu, mereka tidak berkembang lagi. Oleh karena itu pulalah maka apa saja yang mesti mereka miliki, telah diberikan Tuhan sejak awal penciptaannya.

Sinar Agama .

h- Ruh Manusia, walaupun secara dzat dirinya dia adalah non materi, akan tetapi karena dalam aktifitasnya memerlukan materi, maka dia bisa berkembang dengan kepemilikannya terhadap matter dari badan materi yang dimiliknya.

Jadi, manusia bisa berkembang dalam derajat wujudnya. Karena itu, manusia bisa melanjutkan perjalananya ke barzakhi-neraka, barzakhi-surga, 'asry dan bahkan sampai pada Akal-satu. Beda halnya dengan malaikat. Kalau dia di Malakuut maka tidak bisa ke 'Arsy. Kalau 'Arsy, maka tidak bisa ke tingkatan berikutnya. Begitu pula seterusnya.

i- Naiknya manusia dari alam materi ke Barzakhi dan Jabaruut, adalah dengan taat kepada Allah swt. Karena itulah maka sebenarnya agama itu rahmat, bukan beban. Caranya seperti yang sudah dijelaskan, adalah dengan meninggalkan semua yang haram, melakukan semua yang wajib dengan benar, meninggalkan makruh, meninggalkan kesukaan pada yang mubah, meninggalkan kesukaan pada surga, karamat dan apa saja selain Allah, termasuk suka pada diri dan maqam-maqam yang dicapai.

Kalau semua itu dilakukan maka manusia akan sampai pada Akal-satu dan kalau tidak disukainya juga karena hanya menyukai Allah, maka manusia seperti itu akan mengalami Fanaa' kemerasatiadaann. Dan setelah itu menghilangkan kemerasafanaa'annya hingga menjadi Fanaa' mutlak.

Jadi, manusia sempurna atau Insan Kamil memiliki bentangan wujud dari materi sampai ke Akal-satu.

j- Khalifah adalah maqam keWakilan-Allah. Wakil dalam apa? Wakil dalam mengurusi semua makhlukNya. Karena itu semua malaikat sangat menginginkan maqam ini ketika Tuhan memberitahukan mereka tentang akan menjadikan manusia sebagai khalifahNya.

Dari mana kita tahu malaikat sangat ingin maqam ini sementara mereka sudah memiliki kedudukan yang luar biasa sesuai derajat masing-masing dari Barzakhi sampai ke Jabaruuti? Jawabannya dari keberatan mereka terhadap kehendak Tuhan itu dan pengajuan atau penawaran diri mereka sendiri. Yaitu ketika megatakan:

"Sementara kami selalu bertasbih dengan pujian terhadapMu dan selalu mensucikanMu."

Kalimat ini, yang diajukan setelah keberatan terhadap pengangkatan kekhalifaan pada manusia, menunjukkan bahwa maqam Khalifah ini adalah maqam/derajat yang paling tinggi dari semua derajat malaikat.

k- Kalau konsep wujud di atas digabung dengan pengangkatan khilafah oleh Tuhan terhadap manusia ini, maka dengan mudah dapat dipahami bahwa HANYA manusia kamil yang bisa menjadi khalifahNya. Mengapa? Sebab hanya manusia kamil yang derajat wujudnya membentang dari materi sampai ke Akal-satu.

Karena kewujudan Insan Kamil membentang dari materi sampai Akal-satu, maka apapun makhluk bisa dihadapinya secara langsung. Akal-satu bisa dihadapi di tingkatan itu. Menghdapi Akal-dua juga demikian, Akal-tiga dan seterusnya sampai ke 'Arsy, Malakuut dan Naasuut. Kalau demikian, maka bisalah menjadi wakli Allah untuk mengurusi semua makhlukNya sesuai dengan kehendakNya.

Beda dengan malaikat manapun. Sebab mereka tidak bisa mengurus dua tingkatan di bawahnya sekalipun dan apalagi mau mengurusi dan menghadapi yang ada di derajat lebih tinggi darinya. Karena itu, Akal-satu hanya bisa mengurusi Akal-dua tdak tidak bisa mengurus langsung yang ada di bawah derajat Akal-dua.

Akal-dua juga tidak bisa mengurus Akal-empat, dan apalagi yang berada di derajat yang lebih atas yaitu Akal-satu. Begitu pula dengan Akal-akal yang lain dan apalagi Malakuut.

Karena itulah maka HANYA Insan Kamil yang bisa menjadi Khalifatullah.

Sinar Agama .

3- Jawaban Soal:
Setelah kita ketahui atau ingat kembali hal-hal di atas itu (karena sudah sering dijelaskan), maka:

a- Semua rahmat Tuhan yang akan diberikan pada semua makhlukNya adalah melewati Insan Kamil tersebut.

b- Rahmat itu di samping bisa berupa ajaran agama, percontohan yang baik, kepemimpinan, syafaat, bimbingan, perlindungan dan semacamnya, juga bisa berupa kebaikan wujudi, yaitu yang berkenaan dengan esensi keberadaannya seperti pemberian wujud dan kesinambungannya.

c- Karena Nabi saww paling afdhalnya Insan Kamil, maka sudah pasti meliputi semua derajat yang di bawahnya, apakah dilihat dari Akal-satu ke derajat-derajat yang ada di bawahnya, atau dari sisi keinsankamilan itu sendiri. Sebab insan kamil bukan hanya kanjeng Nabi saww.

Nah, karena yang lebih tinggi pasti meliputi yang lebih rendah walaupun di kedudukan yang sama-samatinggi itu, MAKA keKhalifaan Insan Kamil yang lebih tinggi juga akan meliputi Insan Kamil di bawahnya,

Dengan demkian maka Nabi saww juga merupakan rahmat bagi seluruh nabi dan rasul sebelum beliau saww. Karena itu tidak heran kalau nabi Adam as saja bertawassul pada beliau saww.

d- Dengan semua itu maka terbuktilah bahwa Nabi saww itu rahmat bagi semua makhluk Tuhan dimulai dari atom yang paling kecil sampai ke galaxi-galaxi yang perkasa dan sangat luas. Begtu pula bahkan dimulai dari alam materi, Barzakh sampai ke Akal-satu. Dan bentuk rahmatnya tidak mesti berupa ajaran saja, melaikan apa saja yang menyakut esensi dan kewujudan semua makhluk serta juga yang menyangkut kondisi masing-masingnya. Walhamdulillah Rabbi al-'aalamiin. Wassalam.

Apit Sanjaya Ijin bertanya Ustadz. Yang saya pahami dari tulisan Ustadz adalah sbb : khalifah Allah adalah wakil Allah untuk mengurusi semua makhluk-Nya di semua alam. Lalu Nabi saw. diutus untuk sebagai rahmat bagi semua makhluk dan semua alam. Nah yang hendak saya tanyakan itu, sebelum Nabi Adam as. diangkat jadi khalifah pertama dalam wujud manusia, tentu sebelumnya harus ada khalifah non manusia, karena bila tidak maka makhluk2 tidak ada yang mengurusi, atau diurusi Allah tanpa perantara (?). Nah dengan masuknya maqam khalifah pada seorang manusia, apa saja bedanya dengan penempatan maqam khalifah itu pada non manusia? Apa bedanya hanyalah ada yang mendakwahkan agama pada manusia ataukah ada efek lainnya. Dan menurut hadits2 sunni kan sepeninggal Rasulullah saw. hanya ada 12 khalifah dan setelah itu terjadi fitnah besar. Nah apakah fitnah besar itu juga terjadi sebelum Adam as.? dengan kata lain apakah turunnya maqam Khalifah pada manusia untuk meredam fitnah tersebut? Lalu mengenai pengutusan Nabi Muhammad saw. yang merupakan rahmat bagi seluruh alam dan seluruh makhluk, kalau untuk makhluk manusia sudah jelas rahmatnya umpama berupa ajaran. Rahmat untuk non manusia adalah kebaikan wujudi. Bagaimana contoh kebaikan wujudi tersebut untuk non manusia, yang tidsk dimiliki sebelum beliau diutus? Mohon pencerahannya Ustadz. Terima kasih.

Zaenal Al Aydrus Nyimak aja.......@ Apit sanjaya......khalifah Non materi ....

Sinar Agama Apit Sanjaya,:

1- Sebelum diciptakannya manusia sebagai khalifah, maka tidak ada khalifah pada waktu itu. Makanya ketika pertama kali Allah akan membuat khalifah berkata kepada para malaikat untuk mencipta khalifah.

2- Khalifah itu sebagai penyempurna dan mungkin pelengkap kesempurnaan dari penciptaan alam ini.

3- Urus mengurus dalam kekhalifaan bukan seperti ngurus rumah atau ormas atau negara. Mengurusi alam yakni menjadi sebabnya. Yakni mengurusi dari maqam dan derajat atau tingkatan sebabnya. Jadi kepengurusan natural. Semoga menyempatkan diri untuk baca-baca tulisan yang berhubungan dengan sebab akibat dan penciptaan alam yang mungkin sudah sering saya tulis di facebook ini.

4- Jadi, khalifah ini adalah kepengurusan alam yang ada di tingkatan akibat oleh makhluk yang ada di tingkatan sebabnya. Tentu sebab-sebab itu adalah sebab perantara dan sebab hakiki adalah Tuhan. Seperti tanah sebelum jadi rumput, rumput sebelum jadi daging kambing, daging kambing sebelum jadi gizi, gizi sebelum jadi mani, mani sebelum jadi gumpalan darah dan seterusnya. Tentu saja yang namanya materi itu hanya sebagai sebab potensial dan pembantu, bukan sebab pemberi wujud sebenarnya. Sebab pemberi wujud sebenarnya adalah non materi yang ada di atas derajat alam materi.

5- Sebagaimana sudah sering dijelaskan bahwa alama ini memiliki tiga tingkatan secara global. Saya katakan global sebab di masing-masing tingkatakannya itu terdapat lagi tingkatan yang banyak. Tiga tingkatan itu adalah alam Akal, alam Barzakh dan alam Materi.

Nah, khalifah dalam semua tingkatan itu, adalah tingkatan yang ada di atasnya secara langsung. Misalnya, Akal-satu sebagai khalifah Tuhan untuk Akal-dua, Akal-dua untuk Akal-tiga dan seterusnya sampai ke Akal-akhir. Lalu Akal-akhir sebagai khalifah Tuhan untuk Barzakh dan Barzakh untuk materi.

6- Seingatku, saya sudah sering menerangkan bahwa antara Barzakh dan Materi masih terdapat jarak atau jedah yang tidak bisa diterima kaidah akal. Sebab Barzakh yang non materi bagaimana bisa menjadi pengurus/khalifah bagi Materi.

Karena itu maka diketahui bahwa ada non materi perantara yang namanya Ruh. Jadi, khalifah Tuhan untuk materi adalah Ruh. Itu khalifah yang langsungnya. Yang tidak langsungnya adalah Barzakh, Akal-akhir, Akal-sebelum akhir dan seterusnya sampai ke Akal-satu.

7- Ruh itu masih bisa dibagi lagi, yaitu Ruh Semesta dan Ruh Peresensi dan Ruh Perindividu. Ruh Semesta bisa diterapkan pada Barzakh itu sendiri, Ruh Peresensi bisa diterapkan ke tuhan species atau malaikat yang mengurui masing-masing species, dan Ruh Individu yang biasa disebut dalam bahasa Arab sebagai Ruh Juz-i, adalah yang berurusan langsung dengan perindividu dari setiap esensi atau species itu.

Tentu saja penamaan Ruh pada Barzakh dan tuhan-species itu merupakan penamaan Majazi alias tidak hakiki.

Sinar Agama .

8- Jadi, khalifah sebelum manusia adalah apa saja yang satu derajat di atas dari derajat yang dikhalifai. Misalnya khalifah bumi dan matahari adalah ruh individu keduanya, lalu khalifah dari ruh individu keduanya adalah tuhan-species keduanya, dan khalifah bagi tuhan-species keduanya adalah Barzakh secara keseluruhan, dan khalifah untuk Barzakh keseluruhan (kulli) adalah Akal-akhir, dan begitu seterusnya sampai ke Akal-pertama.

9- Khalifah-khalifah di atas itu adalah Khalifah Natural tanpa ada ikhtiarnya sedikitpun untuk menjadi atau mencapai maqam tersebut.

10- Khalifah yang dipakai untuk Insan Kamil, adalah Khalifah Ikhtiariah. Yakni mencapai maqam dan derajat sebab dengan ikhtiarnya. Misalnya, kalau seseorang mencapai Barzakh secara sempurna, maka ia akan menjadi Khalifah bagi alam materi karena dia sudah mencapai derajat sebab bagi alam materi.

11- Sebagaian saudara Sunni, apalagi Wahabi, sulit memahami bahwa Qur an itu adalah penjelasan semua hal dan Nabi saww dan Imam as itu mengetahui semua hal. Kesulitan mereka itu karena tidak mengerti kaidah akal dan filsafat. Karena itu bagi mereka, kalau dijelaskan dalam ayat bahwa alam jagat ini begini dan begitu, membuat komputer harus begini dan begitu, membuat rumus kimia pengobatan itu begini dan begitu, membuat senjata canggih yang bisa dikendalikan harus begini dan begitu, dan seterusnya, maka baru mereka percaya bahwa Qur an itu penjelasan semua hal.

Mereka sulit menerima kebenaran firman Tuhan dalam bentuk makna lahiriahnya dikala Tuhan mengatakan bahwa Qur an itu penjelasan segala hal (tibyaanun likulli syai-in, QS: 16:89). Karena itu, mereka perlu menakwil ayat tersebut dan tidak menerima makna zhuhur atau lahiriahnya. Karena itu mereka mengatakan bahwa Qur an itu penjelasan bagi semua hal tentang agama, bukan semua hal tentang keberadaan. He he...yang ra'syihnya, dalam agama ini juga masih dikebiri, yaitu dengan mengatakan bahwa tidak semua hal sudah dihukumi, karena itu perlu menggunakan konsep Qiyaas Tamtsiil, yakni peminjaman hukum dari yang sudah dihukumi kepada yang belum dihukumi dari benda-benda yang mirip/sama/serupa/mitsl.

12- Andaikata mereka (saudara Sunni) tahu konsep akal, filsafat, maka akan mudah memahami ayat yang difirmankanNya dan tidak perlu ruwet mencari takwilan-takwilan supaya masuk dalam pemahaman mereka.

13- Dalam QS: 9:105, mereka (saudara Sunni) juga pontang panting mencari penakwilan yang cocok dengan akal mereka yang minus kaidah akliah falsafiah. Yaitu yang berbunyi:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ

"Dan katakan (Muhammad): 'Berbuatlah kalian (sesuka hati), sesungguhnya perbuatan kalian itu akan dilihat Allah dan Rasulullah dan orang-orang mukmin.'."

Karena itu suli amat mereka memahami bahwa Nabi saww dan para Imam Makshum as itu melihat semua perbuatan manusia sekalipun ayatnya lebih jelas dari terbitnya matahari di waktu tidak ada mendung.

Sinar Agama .

14- Kembali ke masalah khilaafah. Jadi, khalifah itu ada yang Natural dan ada yang Ikhtiari. Khalifah Natural ada sebab dekat dan langsung bagi setiap yang dikhalifahi yang biasa juga dikenal dengan sebab perantara dimana jumlahnya tidak terkira. Sedang Khalifah Ikhtiari adalah Khalifah secara ikhtiari.

15- Khalifah secara ikhtiari ini adalah Insan Kamil. Insan Kamil adalah yang tidak ada lagi maqam lain yang tersisa di atasnya selain maqam Allah swt itu sendiri. Karena itu, keKhalifahan Insan Kamil, adalah keKhalifahan Bagi Seluruh Makhluk.

16- Ketika Insan Kamil itu Khalifah Tuhan Bagi Seluruh Makhluk, maka sudah tentu rahmat bagi semua alam. Jadi, bukan hanya Nabi saww yang rahmat bagi semua alam.

17- Semua alam yang dipakai dalam pemaknaan khalifah itu, juga memiliki tingkatan. Ada yang betul-betul semua alam yakni yang mencakup Khalifah itu sendiri, dan ada yang tidak semua alam karena tidak tercakupinya sebagian Khalifah.

Nah, kanjeng Nabi saww benar-benar Khalifah Bagi Semua Alam yang termasuk semua Khalifah terdahulu seperti para nabi as dan rasul as, atau Khalifah bagi khalifah yang akan datang yaitu Imam 12 yang makshum as. Sedang keKhalifahan selain beliau saww terhadap khalifah yang lain selain beliau saww, tergantung pada tinggi rendahnya maqam yang dicapai oleh para khalifah itu sendiri.

18- Untuk mengerti kebaikan wujud, harus mengerti sebab akibat itu sendiri. Sebab kalau sudah mengertinya, maka sangat mudah mengerti kebaikan wujud para khalifah untuk selain manusi. Sebab sebagaimana sudah dikatakan bahwa sebab itu bukan seperti orang tua yang melahirkan anak-anaknya. Karena orang tua sebenarnya hanya sebab pendekat bagi sebab hakikinya (mani dan ovum). Tentu mani dan ovum ini sebab hakiki tapi penyiap, bukan pemberi sebagaimana sudah dijelaskan.

Ketika mani dan ovum menyatu, maka proses berikutnya itu akan terus dibimbing dan diberi oleh sebab hakikinya, yaitu Barzakh yang dalam hal ini tuhan-speciesnya atau malaikat pengatur species. Ini yang pertama.

Yang ke dua, seperti yang sudah dicontohkan bahwa selain sebab itu seperti mani ovum yang menjadi tulang daging dari akibat, juga seperti arus listrik bagi pijaran listrik.

Kalau sudah mengerti itu, maka kebaikan wujud dari sebab ini, yang mana dalam hal ini adalah khalifah yang dengan ikhtiarnya telah mencapai sebab pemberi wujud bagi masing-masing akibatnya (masing-masing species), dapat dilihat dengan jelas. Sebab sekali saja arus listrik itu diputus, maka terputuslah pijaran lampu listriknya.

Kalau wujud esensinya saja seperti itu hingga dalam sepersejuta detiknya selalu memberi wujud hingga berkesinambungan seperti pijaran listrik itu, maka apalagi kebaikan pada sifat-sifat dzat esensinya. Sebab seluru sifat akan muncul dari esensi itu sendiri. Kalau dzat esensinya sudah bergantung sebegitu eratnya, apalagi sifat-sifat sempurna lainnya dari setiap wujud yang dikhalifahi itu.

19- Dari semua penjelasan di atas, maka khalifah ada dua macam: Khalifah yang hanya satu kelas di atasnya dan natural, dan ada khalifah yang untuk semua kelas dan ikhtiar.

Jadi, kalau khalifah ikhtiari itu tidak ada, maka yang menempatai khalifah natural. Bahkan khalifah natural ini selalu ada sekalipun khalifah ikhtiari itu sudah ada. Misalnya ketika manusia sudah diciptakan.

Karena itu kadang dalam ziarah pada Imam-imam Ahlulbait as dikatakan:

"Kalian adalah pencegah jatuhnya langit ke bumi kecuali Tuhan menghendaki" (potongan ziarah Jaami'ah).

Hal itu karena mereka as sudah mencapai sebab bagi ketetapadaannya langit dan bumi dengan ikhtiar, yakni sudah menempati dan setempatan dengan malaikat pengatur langit dan bumi. Karena itu dikatakan sebagai pencegah jatuhnya langit ke bumi.

Tapi di lain pihak, tetap saja bisa jatuh. Kalau dikehendaki Allah. Mengapa, karena kalau Alllah menghendaki maka semua sebab-sebab dan khalifah-khalifah natural itu dikukut atau dimatikan semuanya maka hancurlah langit dan bumi ini.

Makna khalifah itu justru seperti itu. Yakni kalau Pemilik Kuasa yang dikhalifakan atau diwakilkan itu sudah tidak ingin lagi meneruskan kepemberian khilafahNya, maka hancurlah alam ini.

Makna lain dari potongan ziarah di atas adalah:

"Kalian pencegah jatuhnya langit ke bumi, kecuali kalau Tuhan menghendaki hingga dengan tidak adanya kalian juga tidak akan jatuh, sebab masih ada sebab-sebab natural yang sejak sebelum manusia dicipta sudah ada."

20- Beda Khalifah Natural dan Ikhtiari sebagai berikut:

a- Khalifah Natural, mengkhalifahi secara lansung hanya satu derajat di bawah derajatnya, yakni akibat yang langsung berada di bawah derajatnya.

b- Khalifah Ikhtiari, mengkhalifahi secara langsung semua makhluk Tuhan sesuai dengan derajat masing-masing dimulai dari alam materi sampai ke Akal-satu. Maqam inilah yang sangat diingini oleh para malaikat.

Semoga yang ana tulis ini sesuai dengan kebenaranNya dan semoga juga antum dan teman-teman yang lain, mendapatkan kecerahan di dalamnya, amin. Kalau ada yang tidak kunjung paham, maka baca catatan lain yang bisa dijadikan mukaddimah untuk topik di atas dan kalau bisa bacalah dengan wudhu' dan niat tulus kepadaNya yaitu ingin tahu kebenaran sebagaimana ia dan ingin mengamalkannya karenaNya dengan ikhlash juga hanya kepadaNya semata. Wassalam.

Apit Sanjaya Terima kasih ustadz. Saya mohon ijin untuk merenungkan dulu.

Apit Sanjaya Nah apa saya bisa menganalogikan khalifah natural dan khalifah ikhtiari insan kamil dengan raja dan parlemen? Maksud saya dulunya untuk menetapkan keputusan negara, raja saja sudah cukup. Kemudian seiring zaman, untuk menetapkan keputusan negara perlu raja plus parlemen, walau bisa saja jika Allah menghendaki, parlemen hancur pun asal raja masih ada , negara masih bisa berfungsi baik? Demikian pula, sebelum Nabi Adam as. turun maka alam hanya diatur oleh khalifah natural saja. Setelah Nabi Adam as. jadi khalifah maka alam jadi butuh dua jenis khalifah yaitu khalifah natural dan khalifah ikhtiari insan kamil, walau kalau Allah menghendaki khalifah natural saja cukup. Apakah analogi saya cocok Ustadz.?

Apit Sanjaya Disamping itu para Imam kan disebut hujjah Allah atas makhluknya, dalam kata lain, kalau saya tidak keliru, mereka alasan Allah supaya makhluk harus menyembah Allah cmiiw. Nah lalu kan jin diciptakan untuk menyembah Allah juga, dan sebelum khalifah ikhtiari insan kamil ada, jin sudah ada. Lalu bagi jin yang hidup di masa sebelum manusia ada, untuk menyembah Allah, hujjahnya apa? Mohon pencerahannya ustadz, atau koreksi bila pemahaman saya keliru.

Zaenal Al Aydrus Nyimak aja......

Sinar Agama Apit Sanjaya, :

1- Sepertinya antum kurang teliti membaca tulisanku di atas. Di poin 2 di atas sudah dijelaskan bahwa Insan Kami (khalifah ikhtiari) merupakan pelengkap penciptaan. Itu artinya bahwa tanpa khalifah ikhtiari, maka penciptaan belum selesai secara sempurna. Mirip saperti kita mau membuat rumah yang belum ada atapnya (baca dari sisi kelengkapan dan kesempurnaan suatu obyek buatan).

Tentang pemerintahan itu juga antum tidak teliti sama sekali. Saya sudah menjelaskan bahwa sebab akibat itu buakn seperti ormas dan semacamnya.

2- Jin yang dicipta Tuhan tidak berhasil mencapai derajat Akal-satu. Mereka hanya sampai ke tingkat malaikat di surga. Karena itu diwajibkan sujud dengan satu perintah saja, yaitu perintah Allah pada malaikat untuk sujud. Jin yang di kemudian dikenal dengan Iblis ini, menjadi terwajibkan karena sampai ke tingkat malaikat yang ada di malakuut, tapi tidak sampai pada malaikat tingg. Karena itu tidak bisa menjadi khalifahNya. Ini tambahan.

Sedang jawaban dari pertanyaan antum itu maka, hujjah itu apa saja makhluk Tuhan. Daun, atom, air, laut, bumi, planet dan apa saja yang namanya makhluk adalah hujjah Allah. Yakni dalil bagi keberadaan dan keEsaanNya.

Hujjah ini bergradasi yang, paling sempurnanya adalah Insan Kamil yang mana salah satunya dan paling tingginya adalah Nabi saww dan para Imam dari Ahlulbait as.

Jadi, semua makhluk dan akalnya jin yang ada pada masa jin diciptakan adalah hujjah bagi jin. Dan sangat tidak mustahil bahwa di alam jin ada ajaran, baik sama dengan yang ada di alam manusia dari sisi dikirim melalui malaikat dan nabi/rasul jin, dimana hal ini sulit dibuktikan dari agama, atau secara umum yaitu adanya peraturan umum yang diberikan Tuhan dimana hal ini lebih mudah untuk diterima.
SukaBalas37 Maret pukul 0:00

Juny Jun Nyimak...saja..

Apit Sanjaya Terima kasih Ustadz akan penjelasannya. Memang kalo menurut logika saya, gejala2 alam itu sudah cukup untuk jadi hujjah untuk menyembah Allah. Lalu bagaimana setelah Imam Mahdi as. wafat, khalifah ikhtiarinya apakah pindah ke orang maksumin selanjutnya atau bagaimana? Sedangkan kalo merujuk ke hadits2 sunni khalifah setelah Rasulullah saw. hanya ada 12 orang.

Sinar Agama Apit Sanjaya, dalam riwayat dan ayat, baik langsung atau tidak langsung, diterangkan bahwa hujjah itu ada dua macam secara golbal:

a- Hujjah Lahir/zhahir: Semua makhluq Tuhan yang ada di alam ini. Mereka memiliki tingkatan, seperti Qur an, Nabi saww, Imam Makshum as, ulama, teman, tetangga (baik atau buruk), sejarah, alam natural, dan seterusnya.

b- Hujjah Batin/bathiniyyah: Akal dan fitrah kita. Sebesar apapun hujjah Lahiriah itu, kalau hujjah Batiniahnya mati, maka tidak akan ada gunanya. Karena itu dikatakan bahwa terpentingnya hujjah itu adalah hujjah batiniah. Karena jangan pernah meremehkan akal dan fitrah yang diberikan Tuhan kepada kita. Sekalipun sudah beriman pada semua hujjah Lahiriah itu kalau tidak menggunakan akalnya untuk memahami ajaran mereka, maka juga tidak akan sampai pada makrifah dan penghambaan yang tinggi.

Sinar Agama Apit Sanjaya, sudah sering saya jelaskan bahwa jangan main ayat dan riwayat secara langsung kalau bukan mujtahid. Sebab jangankan salahnya, benarnya juga bisa dosa. Tentu kalau hukum fiqih. Tapi kalau akidah, maka tetap tidak boleh sembarangan dan harus mendengarkan penjelasan ulama, jangan menyimpulkan sendiri kecuali mujtahid. Allah berfirman dalam:

--- QS: 2:115:

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ

"Maka kemana saja kalian berpaling/menghadap, maka akan mendapati Wajah Allah."

Jadi, semua makhluk Tuhan itu adalah Wajah Allah, yakni Hujjah Alllah. Wajah adalah tempat mengenal dan dalil pengenalan. Karen itu maka semua makhluk Tuhan itu adalah Hujjah dan Argumentasi serta Dalil Allah.

--- QS: 41:53:

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ

"Kami akan menunjukkan kepada mereka ayat-ayat Kami (tanda-tanda, hujjah-hujjah, dalil-dalil, argumentasi-argumentasi) yang ada di alam semesta dan di dalam diri mereka, hingga menjadi jelas kepada mereka bahwa sesungguhnya Dia (Allah) adalah Haq (benar adaNya)."

Kalau kita hanya mengambil satu dua hadits, lalu dimandirikannya dari ayat-ayat dan hadits-hadits lain, maka ajaran agama hanya akan menjadi satu dua hadits tersebut. Akhirnya agama akan menjadi sempit, lebih sempit dari yang dipahami Wahabi.

Tapi kalau dihubungkan dengan semua ayat dan riwayat, sebab tidak mungkin Nabi saww dan Imam Makshum as menetang ayat dan hadits-hadits lain mereka as sendiri, maka Islam dan pemahamannya akan menjadi sempurna. Itulah mengapa perlu pada mujtahid untuk mendapatkan penyimpulan yang baik dan sempurna walau tidak sampai pada tingkat makshum as, sambil menunggu datangnya sang cahaya makshum Imam Mahdi as. Jadi, boleh pakai akar sambil menunggu rotan. Karena hanya itu yang mampu dilakukan manusia. Akan tetapi ingat, jangan mengambil ajaran Islam HANYA dari satu dua ayat dan hadits tanpa menghubungkannya denga ribuan ayat dan riwayat shahiih lainnya.
Lihat Terjemahan

Apit Sanjaya Ya benar ustadz. Karena itu saya hati hati sekali kalo baca hadits yang redaksinya sepintas agak aneh. Oiya Ustadz kalo wahabi kan menganggap tawassul itu sama dengan menganggap para Imam seperti dewa2 agama lain. Nah yang hendak saya tanyakan adalah, apakah Rasulullah saw. dan para maksumin, bahkan orang-orang shaleh hanya sebagai sarana titip doa saja ataukah mereka penya kekuatan ghaib yang bisa memilih memberi bantuan langsung atau tidak? Saya pernah baca artikel dari facebook berupa riwayat seseorang yang bertawassul di makam Abu Fadhl Abbas as. Untuk minta disembuhkan penyakitnya. Setelah bertawassul, ternyata penyakitnya belum sembuh juga. Lalu wanita yang berdoa itu mengancam, "aku akan melapor pada Imam Hussain as. karena tidak sembuh." Kemudian penyakitnya tiba tiba sembuh dan tiba2 muncul sesosok pemuda tanpa lengan menunggang kuda. Kemudian pemuda itu memohon pada wanita tadi supaya tidak melapor pada Imam Husain as. Nah menurut konsep akidah syi'ah, riwayat itu bisa diterima atau tidak? Kalau hanya titip doa saja kan harusnya si wanita tidak layak mengancam kalau doanya belum terkabul. Bahkan Abu Fadhl Abbas as. pun tidak perlu minta maaf. Mohon pencerahannya Ustadz. Saya sering segan menanyakan hal-hal sensitif seperti ini, kecuali ke Ustadz. Mohon pencerahannya.

Zaenal Al Aydrus Nyimak.......aja
Andika Karbala. Powered by Blogger.