Tuesday, June 21, 2016

on Leave a Comment

Apakah penyakit LBGT itu penyakit yg berkaitaan dg jiwa??, Siapakah ciptaan Allah yg paling pertama sujud kpd Allah swt??, Apa yg di lakukan Nabi saww sebelum di isra mirajkan??


Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=949812638465527&id=207119789401486
Salam... Ustd Sa.
Semoga ustd selalu dlm lindungan-NYA Amin..
Bertanya lagi nih ustd.
Titipan pertanyaan saudara suni.
(1) - Apakah penyakit LBGT itu penyakit yg berkaitaan dg jiwa??
(2)- Siapakah ciptaan Allah yg paling pertama sujud kpd Allah swt??
(3) - Apa yg di lakukan Nabi saww sebelum di isra mirajkan??
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Tentang LBGT itu, bisa dikatakan sebagai berikut:

a- Lesby (hubungan wanita dengan wanita). Untuk lesby ini bisa dikatakan ikhtiar seorang wanita untuk memilih pasangan sesama jenis. Pilihan ini bisa muncul dari berbagai hal seperti khayal, kondisi sosial atau sebab-sebab lainnya. Dan ketika seorang wanita tidak memilih untuk meredam khayalannya atau kondisi sosial yang mendorongnya, maka khayalan itu akan semakin mencuat. Dan kalau diteruskan maka akan menjalani hubungan yang diharamkan Tuhan ini. Kalau diteruskan lagi maka akan menjadi kebiasaan dan kalau diteruskan lagi maka akan menjadi ketergantungan.

Apapun itu, sekalipun sudah mencapai ketergantungan, disebabkan oleh ikhtiar manusianya. Jadi, kalupun dikatakan sakit jiwa, maka sakit jiwa seperti ini adalah sakit jiwa yang bukan berarti hilang akal. Karena itu, masuk dalam katagori ikhtiar. Mirip seperti orang yang sakit perut yang disebabkan ikhtiar makan cabe, atau yang membunuh orang tanpa sadar setelah sebelumnya memilih minum bir dan mabok.

b- Bisexsual (kecenderungan pada dua lawan jenis sekaligus, lelaki dan juga wanita). Untuk bisexual ini tergantung keadaan tubuhnya. Kalau keadaannya hanya memiliki satu kelamin, maka kecenderungan pada dua jenis kelamin sebagai lawan hubungan sex nya, bisa dikatakan seperti di atas itu (poin a).

Tapi kalau secara lahiriah memang memiliki dua kelamin sebagaimana hal itu juga terjadi pada beberapa orang, maka kecenderungan kepada dua lawan jenis tersebut, bisa dikatakan merupakan efek natural dan alami dari keadaan tubuhnya. Jadi, kalau dia ingin lawan sex nya itu lelaki maka kelamin kewanitaannya yang memberikan efek pada tubuhnya hingga ingin lawan jenis lelaki. Begitu pula sebaliknya kalau ingin lawan jenis wanita.

Karena itu dapat dikatakan (untuk yang punya dua jenis kelamin ini) bahwa orang seperti ini tidak memiliki penyakit, baik yang ditimbulkan oleh alam atau disebabkan oleh ikhtiarnya (sebagaimana di poin lesby).

Akan tetapi, agama telah memberikan jalannya untuk ini. Biasanya langsung merujuk ke marja'nya dan keadaannya dipelajari secara benar-benar hingga nanti akan diberikan keputusan untuk menjadi lelaki atau wanita dalam hubungan sosial keberagamaannya.

c- Gay (hubungan lelaki dengan lelaki). Dalam hal ini sama dengan keterangan pada poin lesby.

d-- Transgender (mengganti jenis kelamin). Transgender jelas perbuatan ikhtiar manusia. Bisa disebabkan oleh penyakit jiwa yang dihasilkan dari ikhtiarnya seperti yang sudah dijelaskan di atas, bisa saja karena adanya hal-hal yang berhubungan dengan keadaan tubuhnya. Atau bisa saja murni ikhtiar yang barang kali ingin mencobanya atau hal lainnya.

Transgender ini bisa dijadikan alat mengatasi masalah-masalah di atas. Misalnya ada orang yang secara natural atau bahkan secara ikhtiar cenderung pada sesama jenis, maka kalau dia tidak mau membendungnya, bisa melakukan transgender ini. Karena Islam membolehkannya.

Tentu saja siapa yang akan melakukan hal ini (ganti kelamin), mesti merujuk dulu pada marja'nya dan melihat detail-detail masalah yang dihadapinya dan rincian fatwa untuk dirinya.

2- Tergantu makna sujudnya. Kalau sujud itu adalah hormat dan taat, yakni bukan meletakkan dahi ke tanah, maka yang pertama kali sujud adalah Akal-pertama sebagai makhluk pertama dimana Akal-pertama itu juga disebut dengan Nur Muhammad.

Kalau makna sujud itu materi dan meletakkan dahi ke tanah, maka nabi Adam as sebagai manusia pertama.

3- Ada beberapa hadits di Syi'ah dan Sunni yang menjelaskan bahwa Nabi saww tidur di Majidulharam, lalu dibangunkan oleh malaikat Jibril as lalu melakukan isra' mi'raj.

Ada juga di Sunni yang menerangkan bahwa Nabi saww dibedah dulu dadanya dan hati beliau saww dicuci dengan air Zamzam supaya suci dari segala kekotoran. Setelah itu baru isra' mi'raj.

Riwayat pembedahan ini, tidak diterima di Syi'ah kalau diartikan materi. Tapi kalau diartikan non materi dan penyimbolan, yakni bukan hati sesungguhnya dan bukan Zamzam sesungguhnya, melainkan jiwa Nabi saww dan kesucian Tuhan (misalnya), maka jelas tidak masalah.

Dan sudah tentu, bukan pula membersihkan kekotoran dari dosa sebab beliau saww sudah makshum. Jadi, disucikan dari apa saja yang bisa menghambat Nabi saww dari peningkatan derajat melebihi semua makhluk. Dan tentu saja, pensucian ini (anggap memang riwayatnya benar tentunya) DIAKIBATKAN oleh ikhtiar beliau saww, yakni karena amal beliau saww yang hebat itulah yang membuat beliau saww disucikan lebih suci lagi dari hal-hal yang bisa menghambat beliau saww naik ke derajat paling tingginya derajat makhluk.

Edo Saputra Syukran ustd atas jawabnya.
semoga ustd selalu di berikan kesehatan.
amin..
on Leave a Comment

Substansi adalah kalau ingin ada atau diadakan oleh sebabnya tidak memerlukan partner atau tumpangan seperti kapur. Tapi aksidental sebaliknya seperti warna kapur

Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=949804651799659&id=207119789401486

Salam ustd SA.
Semoga selalu dlm Allah Swt..
Amin.
Bertanya ustd Sa.
Menurut Ustd Sa bahwa ruh Adalah subtansi.
(Subtansi adlh sesuatu yg dlm keexsistensianya tdk memerlukan kpd yg lain).
Berarti ruh itu sesuatu yg abstrak (non matery) yg berdiri dgn sendirinya tdk di sebabkan dgn sebab2 yg lain.
Dgn pengertiaan di atas itu, bisa di tarik kesimpulaan.
(1) - Bahwa Ruh itu adalah adalah dzat yg mempunyai kemandiriaan yg tdk di sebabkan dgn sebab sebab yg lain...?
(2) - mukadimah di atas itu bisa di tarik kesimpulan bahwa ruh itu adalah subtansi berarti ruh itu sama dg tuhan, kerena mempunyai kemandiriaan sendiri kerena dirinya,dan tdk di sebab dgn sebab sebab yg lain?
(3) dlm ilmu kemenunggalan ada yg di namakan tuhan menunggal dg manusia,apakah itu di katakan ruh yg menyatu dgn badan..??
Mohon pencerahan ustd sa
Syukran trima kasih
Wasalam..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: 1-3- Salah total he he... Sebab yang dimaksudkan tidak memerlukan pada yang lain adalah sebagai partner dan tumpangan, bukan sebab. Setiap yang terbatas sudah pasti memiliki sebab, baik substansi (seperti kapur) atau aksidental (seperti putihnya kapur).

Substansi adalah kalau ingin ada atau diadakan oleh sebabnya tidak memerlukan partner atau tumpangan seperti kapur. Tapi aksidental sebaliknya seperti warna kapur. Akal dapat memahami bahwa benda kapur tidak memerlukan tumpangan pada yang lain, tapi warna kapur atau warna apa saja, sangat-sangat memerlukan tumpangan. Sebab tidak mungkin ada warna tapi tidak ada yang ditumpangi atau yang diwarnai.

Benda memang pasti berwarna, tapi akal memahami bahwa benda tidak ditopang warna, melainkan warna yang ditopang benda.
on Leave a Comment

Apakah yang dapat merusak amal ibadah seseorang?

Link : https://www.facebook.com/shadra.hasan/posts/1018178931565346

Salam.
Apakah yang dapat merusak amal ibadah seseorang?
Trimsust Sinar Agama
Suka
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Yang dapat merusak amal ibadah seseorang itu ada dua golongan secara global, yaitu:

1- Yang berupa batin atau non materi atau yang terjaddi dalam ruh/jiwa/pikiran/hati, seperti riya', sombong, tidak khusyuk, salahilmu/persepsi, syirik, murtad, mencela Tuhan, mencela Nabi saww dan para Imam as dan semacamnya.

2- Yang berupa lahir atau perbuatan atau aplikasi yang ada di dalam batinnya, seperti murtad, menyembah berhala, syirik, riyak, sombong, meninggikan suara di dekat Nabi saww, najis, haram/ghashab dan semacamnya.
SukaBalas626 Mei pukul 1:28

Sinar Agama .

Tabahan:
Semua yang sudah dijelaskan di atas itu masih memiliki kerincian-kerincian seperti dalam ibadah apa, dalam kondisi apa dan semacamnya. Jadi, jangan dipukul rata.
SukaBalas626 Mei pukul 3:36
on Leave a Comment

Apakah syirik meyakini jin, menerima bisikan-bisikan jin untuk mengobati orang lain.

Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=949336681846456&id=207119789401486
Salam,,,
Teman sy punya ibu yg percaya sama mahluk gaib. Si ibu ini sekarang sudah 60 tahun. Beliau sering berinteraksi sejak masih muda. Ia mengaku sebagai yg terpilih bahkan sering dirasuki. Saat dirasuki mendadak yg berbicara adl mahluk gaib. Jinnya membeci orang yg tidak solat, tapi kok caranya memaki, meludahi dll.
Si ibu ini juga penjual jamu dan bisa mengobati orang, pokoknya tata cara dan do'a2 itu didapat dr jinnya. Jinnya bisa memberi tahu apa yg terjadi pd orang lain.
Si ibu juga pernah naik haji, jadi yang dibicarakan tentang hajinya terus, maunya sangat2 disegani.
Apakah mendapat informasi dr gaib sudah bisa dikatakan musyrik?
Si ibu gak bisa di kritik, sekali dikritik langsung marah2 jadi anak2nya mengiyakan saja.
Apa yg harus dilakukan sebagai anak jika hal itu musyrik?
Mohon jawabannya ustd.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=949336681846456&id=207119789401486

1- Ghaib itu jelas ada, seperti malaikat, jin, materi yang tidak bisa kita lihat seperti masa depan dan semacamnya.

2- Percaya ghaib, sama sekali tidak musyrik bahkan sekalipun pada kenyataannya tidak ada secara hakikatnya, seperti percaya tentang penasiban atau pentaqdiran yang diyakini Sunni Asy'ari seperti di Indonesia, begitu pula Wahabi dalam hal ini kebetulan sama.

3- Yang menjadi syirik itu dalam hal menyikapi yang ghaib dan bahkan yang zhahir itu, baik ada secara nyata atau tidak, baik yang ada itu diajarkan dalam agama atau tidak.

4- Penyikapan itu bisa berupa dua hal:

a- Keyakinan.
Dalam hal ini kalau meyakini yang ghaib atau yang zhahir itu, yang ada atau tidak ada itu, yang diajarkan agama (seperti syaaat, berobat dan semacamnya) atau tidak itu, sebagai hal-hal yang hanya menjadi hak dan kuasa Tuhan, maka di sini yang bisa menjadi musyrik. Seperti meyakini bahwa sesuatu itu bisa menyembuhkan, memberi rejeki, memanjangkan umur, menjodohkan, mematikan, menyakitkan, memberi syafaat, memberikan pengampunan dosa, memberikan kelancaran rejeki, dan semacamnya.

Tentu saja semua itu bisa saja terjadi dan ada, seperti obat dan dokter, makanan yang mengenyangkan perut, uang yang memberikan efek kehidupan secara luas, pasangan yang memberikan kebahagiaan, pasangan yang memancing kerinduan, problem yang memberikan derita, dan seterusnya dan seterusnya, atau bahkan diajarkan agama seperti syafaat dan semacamnya.

Yang menjadi masalah adalah, kalau semua itu diyakini sebagai pemberi efek secara mandiri, maka di sini dikatakan syirik dan orangnya menjadi musyrik. Tapi kalau diyakini sebagai sebab-sebab yang dicipta Tuhan dan diyakinin bahwa pemberi efek yang sebenarnya dan yang hakiki adalah Tuhan, maka tidak masuk ke dalam syirik dan orangnya tidak disebut musyrik.

Para Wahabi gagal memahami agama terutama dalam hal-hal seperti ini. Mereka memukul rata bahwa meyakini apa saja selain Tuhan dalam memberikan efek, adalah syirik dan orangnya disebut musyrik. Misalnya meminta doa dan syafaat pada orang mati, baik Nabi saww atau para ulama. Atau meyakini keberefekan Qur an dan semacamnya. Mereka lupa atau tidak mau mengerti bahwa ghaib dan terang/zhahir itu tidak ada bedanya bahwa mereka semuanya adalah selain Tuhan. Kok bisa meminta doa pada orang mati dikatakan syirik sementara meminta doa pada yang hidup tidak dikatakan syirik? Kok bisa ke dokter dikatakan tauhid tapi kalau ke kuburan atau jin dikatakan syirik?

Jadi, penentu syirik dan tauhidnya itu bukan di ghaib dan zhahirnya, melainkan dikemandirian dan tidaknya. Kalau diyakini sebagai mandiri, maka syirik tappi kalau diyakini sebagai tidak mandiri, maka tauhid.

Tentang salah benarnya, ada tidaknya, diajarkan Islam dan tidaknya, tidak menentukan syirik dan tauhidnya. Sebab yang salah, yang tidak ada (tapi dikira ada) dan yang tidak diajarkan agama itu, tidak mesti kesyirikan. Sebab kalau tidak diyakini sebagai pemberi efek mandiri dan hanya sebab bagi Kuasa Tuhan, maka sekalipun salah, sekalipun tidak nyata, sekalipun tidak diajarkan Islam, tetap tidak masuk dalam kesyirikan.

Syirik itu menduakan Tuhan dari sisi apa saja yang merupakan hak dan monopoli Tuhan, baik Penciptaan, Kuasa, Pemberian hidayah, rejeki, ampunan, kesehatan, dan hal-hal lainnya yang berkenaan dengan hak dan kehanyakuasaan Tuhan tersebut.

Jadi, kalau tidak menduakanNya dalam hal-hal tersebut, dan hanya meyakini kesebaban dan perantaraanNya saja, maka sekalipun salah dan tidak diajarkan agama, tidak termasuk syirik. Paling banter hanya salah dalam ilmu atau persepsi (misalnya dilancarkan rejekinya oleh Tuhan lantaran disyafaati Tuhan sendiri atau Nabi saww, atau Ahlulbait as atau yang lainnya tapi dikira disyafaati oleh jin atau orang yang dikiranya) dan tidak mendapat pahala (sebab tawassul pada obyek yang benar dan dengan niat serta keyakinan yang benar, bukan hanya bisa menjadi sebab turunnya inayah dan pertolongan Tuhan, melainkan juga mendatangkan pahala).

b- Perbuatan (sikap dalam perbuatan).
Kalau secara penyikapan melakukan hal-hal yang di dalam Islam dihitung sebagai syirik, maka akan menjadi syirik dan kalau tidak, maka sebaliknya. Misalnya:

b-1- Sujud dalam niatan menyembah. Kalau dalam niatan menghormati misalnya, maka tidak sampai ke syirik tapi jelas masuk dalam dosa.

b-2- Rukuk (baca membungkukkan badan seperti rukuk) dalam niatan menyembah. Kalau dengan niat menghormati maka bisa masuk dalam dosa. Tapi belum bisa dipastikan. Memang kalau menghormatinya karena harta, maka bisa dilebihpastikan sebagai dosa sebagaimana dapat dipahami (atau setidaknya diperkirakan kuat) dalam riwayat.

b-3- Menyembah dengan sikap apapun, seperti menundukkan kepala, mengkerdipkan mata, meletakkan kedua tangan di dada seperti orang Budha, menyediakan sesajen dan semacamnya. Kalau dengan niat sebagai penyembahan, maka termasuk dalam syirik. Tapi kalau tidak dengan niat menyembah dan hanya menghormati, maka tidak masuk ke dalam syirik walaupun bisa masuk dalam dosa.

Ingat, dosa selain syirik denga dosa syirik, jauh sekali berbeda.

5- Jawaban Soal:
Dengan semua rincian di atas itu maka untuk menjawab pertanyaan antum itu, dapat dikatakan bahwa:

a- Jin itu ada dan bisa berhubungan dengan manusia. Apalagi ada ayat yang mengatakan bahwa ada sebagian orang yang berhubungan atau berinteraksi dengan jin. Mereka ada dua kelompok:

- Yang benar, yaitu yang diijinkan Tuhan seperti dalam QS: 34:12:

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ

"Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman yang perjalananya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan, dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan. Dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebagian jin ada yang bekerja padanya dengan ijin Tuhannya."

- Yang salah yaitu yang tidak diajarkan agama dan tidak diijinkan Tuhan, seperti di QS: 72:6:

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

"Dan bahsannya ada beberapa lelaki (kalau dilakukan perempuanpun maka sama dosanya) dari manusia yang meminta perlindungan (termasuk apa saja seperti pertolongan) kepada beberapa lelaki dari jin, maka mereka bertambah dosa/kesalahan."

b- Karena yang dilakukan oleh sang ibu itu tidak diajarkan dalam Islam, maka sekalipun hal itu ada dan nyata, maka bisa masuk ke dalam dosa alias haram. Dan kalau diyakini sebagai pengefek secara mandiri, maka bisa masuk ke dalam syirik sebagaimana sudah dijelaskan di atas, apalagi kalau disembah.

c- Sedang saran-saran jinnya, maka kalau masuk dalam hal-hal yang syirik seperti di atas, maka bisa menjadi syirik. Tapi kalau tidak, maka kalau bertentangan dengan Islam (melanggar hukum fiqih) atau tidak diajarkan Islam, bisa masuk dalam dosa dan kalau tidak bertentangan, maka sekalipun tidak dosa maka bisa masuk ke dalam kesia-siaan lantaran tidak ada guna dan efeknya atau hanya karena dipersepsikan saja sebagaimana sudah dijelaskan di atas.

d- Tentang tanggung jawab anak-anaknya adalah terus menasihati ibunya dan jangan bertengkar dengan nya kalau tidak menerimanya. Jangan pernah menaikkan suara di atas suara ibunya. Tapi mesti terus dinasihati setiap ada kesempatan. Begitu pula selalu didoakan agar menerima petunjuk Islam secara baik dan diampuni dosa-dosanya.
SukaBalas126 Mei pukul 0:55
Andika Karbala. Powered by Blogger.