Tuesday, February 13, 2018

on Leave a Comment

Sholat Wahsyah


🆎 Sinar Agama:
🇮🇩 Seri Fikih 🇮🇩

Sholat Wahsyah

Cara sholat wahsyah, waktu pengerjaaanya adl pas mlm pertama jenazah ada di alam kubur, waktu pengerjaannya terbentang dr maghrib syar'i sampai menjelang subuh;

1- Seperti shalat Shubuh tapi setelah Fatihah di rakaat pertama membaca surat Qulhuwallaahu ahad/ikhlash dua kali. Dan pada rakaat ke dua setelah Faatihah membaca surat ke: 102 (Takaatsur) sepuluh kali. Dan setelah salam membaca:
اللهم صل على محمد و آل محمد ، و ابعث ثوابها إلى قبر فلان بن فلان .
"Ya Allah, shalawat atas Muhammad dan Aali Muhammad, sampaikanlah pahala shalat ini kepada kubur Fulan bin Fulan).

2- Seperti shalat Shubuh tapi setelah Fatihah pada rakaat pertama membaca ayat Kursi satu kali (QS: 2:255-257), dan pada rakaat ke dua setelah Fatihah membaca surat Qadr sepuluh kali, lalu setelah shalat membaca doa yang sama seperti di atas.

Fadhilah shalat ini adalah:
a- Untuk yang shalat, diberikan kebaikan sebanyak terbitnya matahari dan diangkat derajatnya setinggi empat puluh kali.
b- Untuk yang meninggal, dari sejak hari itu sampai hari kiamat, dikirimi seribu malaikat dengan membawa pahala dan kelapangan menghindarkannya dari kesempitan di dalam kuburnya



Channel Telegram Sinar Agama:
https://goo.gl/RqZwE3
Facebook Fan Page:
https://goo.gl/94NxW6
sinaragama.org



Catatan tambahan dari kami  :

Doa setelah salam :

Allahumma sholli Aala Muhammad wa Ali Muhammad wab ‘ats tsawabaha ila qabri fulan bin Fulan.

"Ya Allah, shalawat atas Muhammad dan Aali Muhammad, sampaikanlah pahala shalat ini kepada kubur Fulan bin Fulan).


on Leave a Comment

KAIN KAFAN, Bagian-Bagian Dan Ukurannya.


KAIN KAFAN, Bagian-Bagian Dan Ukurannya.
Link : https://web.facebook.com/sinaragama/posts/1060829647363825?_rdr

25 Oktober · 
Description: https://static.xx.fbcdn.net/rsrc.php/v3/yB/r/-pz5JhcNQ9P.png
Salam
Untuk Ukuran kain kafan itu normalnya berapa ust?
Trims ust.
Top of Form
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Tidak ada ukuran pastinya karena sesuai dengan ukuran badan yang meninggal. Yang penting dari tiga bagiannya itu, cukup seperti ini:

a- Sarung: Lebarnya, seukuran bisa dililitkan. Panjangnya, setidaknya seukuran pusar dan lutut. Yang jelas boleh lebih sedikit dan menurut saya memang bagus dilebihkan sedikit.

b- Baju: Lebarnya, kainnya bisa beradu di samping kanan dan kirinya (lebih bagus usahakan bisa tumpang tindih). Panjangnya seukuran tinggi bahu sampai ke pertengahan betis (sekali lagi, usahakan lebihkan sedikit).

c- Pocongan: Lebarnya, seukuran bisa ditumpang tindihkan satu sama lain ketika dibungkuskan ke mayatnya. Panjang, lebih panjang dari tinggi mayat hingga di ujung bagian atas dan bawah, dapat diikat.

Semoga kita serius taat pada Allah di jalan fiqihNya dan ikhlash karenaNya, sebelum kita dibungkus seperti itu, amin.





on Leave a Comment

FADHILAH SURAT YASIN




Salam.
Mohn penjelasan fadhilah surat Yasiin dan anjuran kapan saja membacanya?
Trims ust Sinar Agama
Top of Form

Komentar
Description: Muhammad Rizal
Description: Besse Tanra Wajo
Description: Sinar Agama
Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Fadhilah dan bacaan surat Yaasiin sesuai dengan hadits-hadits yang ada banyak sekali, seperti:

1- Disebut sebagai Jantung Qur an karena pentingnya dari kandungan dan isinya. 

2- Siapa yang membacanya di siang hari sebelum sore/petang, maka di siang itu dia termasuk orang yang terjaga dan diberi rejeki sampai petang. 

3- Siapa yang membacanya di malam hari sebelum tidur, maka Allah memberinya seribu malaikat untuk mewakiliNya melindungi dari gangguan syaithan yang terkutuk dan menjaganya dari segala bala. Dan kalau mati dalam tidurnya itu, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga dan mendatangkan tiga puluh ribu malaikat pada waktu pemandiannya dengan memintakan ampunan untuknya dan mengiringnya ke kuburan sambil memintakan ampunan untuknya. Dan ketika sudah masuk ke liang lahad, maka para malaikat itu beribadah kepada Allah dan memberikan pahalanya untuknya, ....dan seterusnya walhasil sampai kelak di akhirat dia tergolong orang yang berderajat tinggi sekali dan masuk surga.

4- Surat Yaasiin dalam kitab Taurat disebut sebagai al-Mu'ammah (peliputan), yaitu meliputi pembacanya dengan kebaikan dunia-akhirat. 

5- Yang membaca surat Yaasiin karena Allah, maka Allah akan mengampuni dosanya dan memberinya pahala mengkhatamkan Qur an dua belas kali. 

6- Dan kalau dibacakan pada orang sakit (yang akan meninggal), maka akan turun padanya malaikat sebanyak sepuluh malaikat pada setiap hurufnya yang berdiri di dekatnya dengan berbaris dan memintakan ampunan untuknya.

7- Kalau dibacakan pada orang sudah sekaratulamaut, maka datanglah malaikat penjaga surga yaitu malaikat Ridhwaan dengan membawa minuman surga dan meminumkan kepadanya hingga ia mati dalam keadaan meminumnya dan dengan tenang.

8- Yang membaca surat Yaasiin, dilindungi dari segala keburukan dan terkabul hajat.

9- Yang membacanya mendapat pahala dua puluh kali haji. Yang mendengarnya diberi pahala sebesar pahala menginfakkan hartanya di jalan Allah sebanyak seribu kepeng emas. 

10- Yang menuliskannya lalu meminumnya (ditulis di kertas dan dicelupkan ke air atau tempat airnya yang ditulisi surat Yaasiin), maka telah masuk ke dalam tenggorokannya seribu obat, seribu cayaha, seribu yaqin, seribu barakah, seribu rahmat, dan diangkat darinya segala penyakit dan sakit yang menyusahkan.

11- Barang siapa memasuki pekuburan lalu membaca surat Yaasiin, maka pada hari itu ahli kubur mendapatkan keringanan dan si pembaca diberi kebaikan sebanyak orang yang dikuburkan di pekuburan tersebut.

12- Catatan: Fadhilah-fadhilah itu dapat digapai kalau seseorang dalam membacanya itu dengan perenungan terhadap maknanya dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkannya. Wassalam.




Monday, February 12, 2018

on Leave a Comment

Aku adalah Ahmad tanpa mim.


Aku adalah Ahmad tanpa mim.

Hawra Insiyyah:
salaam ustad..Allahumma shalli ala muhammad wa aali muhammad wa ajjil faraja al mahdi wa al masih ba’dah..
afwan ust..mau mnanyakan sabda-sabda suci ini :
=> wallahi,kami/ahl bayt adalah asmaul husna.
=> aku adalah ahmad tanpa mim.
mohon di syarahi,sebab bagi awam ini,ucapan suci itu masih terlampau agung utuk di fahami..
…o iya ustd,kalo tidak keberatan ke dua ucapan suci tersebut sumber rujukannya apa ya?sebab slama ini hanya dengar-dengar di ta’lim-a’lim saja,afwan Ustad.
kalo di ijinkan,bolehkah mengcopi catatanan antum tadz?
smga smua ini menjadi amal shalih bagi ustad yang bisa membuat sayidah zahra tersenyum…bihubbi zahra…allahumma shalli ala muhammad wa aali muhammad

Sinar Agama :

Bismillah. Salam.
Peringatan:
(1). Saya sangat tidak menganjurkan bagi siapapun untuk membaca tulisan ini.
(2). Yang saya tulis ini adalah apa yang ada dalam buku-buku Irfan dan ke-Shufian yang sesungguhnya, bukan yang sok shufi.
(3). Tidak mempercayai Wahdatu al-Wujud tidaklah haram dan apalagi masuk neraka. Jadi, kalau tidak paham, maka tinggalkan saja.
(4). Saya hanya mengangkat dari kitab-kitab, termasuk argumentasinya. Sementara saya sendiri, percaya atau tidak, maka hal itu adalah urusan saya secara pribadi dengan Tuhan. Jadi, tulisan ini tidak menggambarkan kepercayaan saya.
(5). Saya hanya menuliskan sebagai kewajiban menjawab pertanyaan, hingga kalau ilmu ini adalah benar menurut Allah, maka saya hanya mengharapkan Ridha dan PahalaNya.
(6). Saya sangat tidak rela tulisan ini dan begitu pula catatan lainnya tentang Irfan (bag: 1-7 dst), dijadikan trendi-trendian hingga dicuplak cuplik dijadikan status untuk bergaya-gaya, seperti yang saya lihat di beberapa status yang menulis secara nyentrik, masalah-masalah Filsafat, walaupun untuk membuat orang lain berfikir dan memancing perhatian dalam artian positip.
(7). Dalam tulisan ini, kata ganti Nya dengan N besar, diperuntukkan untuk Nama-nama Husna Allah, dari Nama Allah itu sendiri sampai kepada Nama Sifat Zat dan Perbuatan. Jadi, untuk menentukan apakah Nya itu sebagai katan ganti Allah atau seluruh Nama HusanNya, harus dilihat kontek kalimatnya.
(8). Tulisan ini, kalau benar menurut Allah swt, hanyalah sebagai penjelasan terhadap Insan Kamil. Jadi, jangan coba-coba mengkhayal untuk mencapainya.
(9). Mencapai insan-kamil, diperlukan setidaknya seribu maqam dimana maqam ke tiganya saja sudah harus bersih dari dosa. Jadi, yang akan sampai ke maqam yang tertulis dalam jawaban saya ini, adalah orang yang telah meninggalkan haram, makruh dan kesukaan pada: halal, karamat, kasyaf, ilmu, surga, al-lauhu al-mahfuzh, akal-satu dan fana’. Jadi, bukan dengan dzikir, seperti Allah-Allah, Huwa-Huwa atau Hu-Hu dan seterusnya.

Jawaban Pertanyaan:

(1). Kalimat pertama adalah hadits dari maksumin as.: “Demi Allah kami adalah Nama-nama husna/baik Allah”. Terdapat di berbagai tempat:

al-Kafi: 1: 144 (babu al-nawadir);
Mustadraku al-wasail: 5: 230;
Mustadraku Safinatu al-Bihar: 2: 391;
Biharu al-Anwar: 91: 6;
Tafsir al-‘Ayyasyi : 2: 42;
Tafsir al-Shafi: 1: 114, 2:256;
Tafsir al-Amtsal: 5: 307; dll.

(2). Dalam catatan yang telah lalu tentang Wahdatul Wujud bag: 6 tentang dalil Naqlinya, telah diterangkan bahwa al-Asmau al-Husna atau Nama-nama Baik Tuhan, adalah suatu keberadaan, bukan kata-kata. Karena Yang Melindungi dari Nama “Pelindung” adalah Maknanya, bukan kata-katanya. Begitu pula dengan Nama-nama yang lainnya seperti “Pencipta”, “Pemberi Rejeki”, “Penyembuh”, “Yang Melihat”, “Yang Mendengar”…dst.

(3). Nama-nama Tuhan itu adalah Tajalli dari Maqom Tertinggi, Tergelap, Tertidak Tersentuh, Ter-Maha Ghaib, Ghaibnya Ke-Ghaiban (Ghaibu al-Ghuyub), yaitu maqam “Huwa” atau “Dia”.

Maqam ini tidak dibahas sama sekali dalam Irfan. Jadi, kalau kita mengatakan Tuhan, maka yang dimaksud adalah Nama-nama itu. Jadi, pada hakikatnya Nama-nama itu dalam Irfan adalah Tajalli dari Tuhan Yang Huwa, bukan Tuhan Yang Huwa itu sendiri. Karena Yang Huwa ini, sama sekali tidak terjangkau oleh akal dan suluk serta kasyaf. Jadi, maqam ini tidak dibahas lagi.

(4). “Ada” atau “Satu Ada” atau “Wahdatu al-Wujud” yang dibahas dalam Irfan, adalah Tuhan yang terjangkau dengan akal (walau hanya maknanya, bukan penyelimutannya) ini. Yakni Nama-nama Husna tersebut, bukan “Huwa”.

(5). Dengan pembuktian akal dan suluk serta kasyaf, “Ada” adalah hanya “Satu” dan Dia adalah Tuhan, sebagaimana sudah dibahas di catatan-catatan sebelumnya. Dan Tuhan di sini, sekali lagi, bukan Huwa.

(6). Nama-nama baik ini dibagi tiga, “Nama Zat”, “Nama Sifat Zat” dan “Nama Sifat Perbuatan”. Yang pertama adalah “Nama Allah”, yang ke dua adalah Nama-nama dari sifat-sifatNya yang dimilikinya tanpa dihubungkan dengan yang lainnya, seperti Nama Ada, Qidam, Baqa’, Hidup, Kuasa, Ilmu, Murid ..dst, sedang yang ke tiga adalah Nama-nama yang dimilikiNya setelah Dia melakukan sesuatu atau dipahami setelah menghubungkanNya dengan selainNya, seperti Nama Pencipta, Pemberi Rejeki, Pengampun…dst.

(7). Dalam istilah Irfan, setelah maqom Huwa itu, adalah maqam Ahadiyyah (Satu yang Esa atau tidak terangkap), dan setelah Ahadiyyah adalah maqam Wahidiyyah (Satu yang Kesatuan/rangkapan).

(8). Ketiga maqam di atas itu adalah Maqam Ke-Tuhanan yang, biasanya tidak disebut Tajalli, sekalipun pada hakikakatnya adalah Tajalli. Yakni Allah adalah Tajalli Huwa; Nama-nama Sifat Zat adalah Tajalli Nama Allah; Dan Nama-nama Sifat Perbuatan adalah Tajalli dari Nama Sifat Zat.

(9). Tajalli Tuhan dimulai dari Akal-satu, lalu melaui Akal-Satu, Tuhan meneruskan TajalliNya ke Akal-Dua .dst sampai ke Barzakh dan Alam Materi, sebagaimana sudah sering dijelaskan.

(10). Akal disebut juga Jabarut, dan Barzakh sebagai Malakut, sedang Materi disebut Nasut. Akal dan Barzakh juga disebut al-‘Alamu al-Amr (sekali jadi, non materi dan non proses/perubahan waktu), sedang Alam Materi disebut al-‘Alamu al-Khalq (pengkadaran, pembentukan, pembatasan). Sekalipun, sekali lagi, bahwa sejak dari Akal-Satu itupun sudah al-Khalq atau Pembatasan. Akan tetapi karena susah dijangkau maka al-Khalq (bukan ciptaan sebagaimana maklum) itu diistilahkan untuk Alam Materi.

(11). Karena “Ada” hanya satu, maka “Ada” yang membentang dari Nama Allah sampai ke Alam Materi ini, disebut al-Nafasu al-Rahmani. Yakni Nafas Ke-Maha Kasih-an. Diserupakan dengan nafas yang belum membentuk huruf-huruf. Sementara Nama Allah sampai ke Alam Materi disebut dengan al-Huruf atau al-Kalimat. Karena Sang Nafas/wujud telah membentuk huruf dan kalimat yang, dalam hal ini adalah makna Allah sampai ke Alam Materi itu, bukan kata-katanya, sebagaimana maklum.

(12). Dalam catatan yang telah lalu tentang Wahdatu al-Wujud ini, sudah diterangkan bahwa pesuluk memiliki 4 perjalanan:

(a) Dari makhluk ke Khaliq, yakni dengan meninggalkan maksiat, makruh, suka dunia halal, suka karamat, suka kasyaf, suka Barzakh, suka surga, suka Akal-Terakhir atau al-Lauhu al-Mahfuzh, suka .dst sampai meninggalkan kesukaan pada Akal-Akhir, hingga Fana’ dan meninggalkan kerasaan Fana’nya.

Ketika sudah sampai di Fana’nya Fana’ ini, maka seorang pesuluk sudah meninggalkan selain Tuhan dan sudah sampai kepada Maqam Kebodohan Mutlak (Zhaluman Jahulan yang dipujikan kepada manusia oleh Tuhan dalam Qur an). Hal itu karena yang dihadapinya sekarang hanyalah Tuhan Yang Tidak Terbatas yang, karena ke-tidak TerbatasanNya membuatnya tidak tahu sama sekali tentangNya.

Karena kalau Tuhan itu Maha Luas, maka bisa diketahui walau sedikit. Tapi ketika Tuhan itu Tidak Terbatas, maka tidak ada kata sedikit yang bisa diketahui. Karena kalau ada sedikitNya, maka ada BanyakNya alias LuasNya. Dan kalau ada LuasNya, maka pasti ada BatasanNya,sekalipun Maha Luas. Jadi, karena lawan Tidak Terbatas adalah terbatas, bukan sedikit, maka Tuhan tidak lagi bisa diketahui olehnya. Sementara kita-kita yang merasa tahu ini, adalah kebodohan di atas kebodohan.

(b) Dari Khaliq ke Khaliq, yakni setelah seseorang tidak melihat dan menyukai apapun sekalipun dirinya dan kefana’annya, dan hanya melihat dan merasakan AdaNya, maka sekarang ia bisa melanglangiNya, dimulai dari Nama-nama Sifat PerbuatanNya sampai ke Nama ZatNya, sesuai kemampuannya.

Masing-masing salik atau pesuluk, dalam hal ini memiliki kemampuannya sendiri-sendiri. Maka sesuai dengan kemampuannya itulah seseorang bisa menyentuh berapa Nama dan sejauh apa dari masing-masing Nama yang disentuhnya itu.

(c) Dari Khaliq ke Makhluk, yakni setelah seseorang melanglangi Nama-namaNya, maka sesuai dengan KehendakNya, ia akan turun lagi ke selainNya. Namun, turunnya sekarang ini sudah bukan dirinya lagi, tapi sebagai alatNya. Kalau Fana’ adalah maqam “Mabuk” dan “Pingsan” (Mahwun), maka maqam ke tiga ini adalah maqam “Sadar Setelah Pingsan” atau “Siuman” (Shahwun). Namun, kesadarannya sudah bukan kesadaran sebelum Fana’ lagi, karena waktu itu, ia sendirilah yang melakukan suluk, sendang sekarang ia sudah menjadi alatNya, MataNya, TanganNya,KakiNya, MulutNya dst.

(d) Dari Makhluk ke Khaliq bersama makhluq, yakni setelah seseorang melakukan perjalanan ke tiga ini, baginya menjadi jelas apa saja tentang rahasia keberadaan ini (bc: tajalli). Oleh karenanya dia tahu juga rahasia agama dan mengapanya serta mengapa pada masing-masing ajarannya.

Lalu dalam perjalanan ke empat ini, ia dengan MauNya, mengajak semua selainNya kepadaNya. Inilah yang dalam istilah dikatakan sebagai Maqam Kenabian. Jadi, semua pesuluk yang sampai ke maqam ini, maka ia, secara batin, sudah menempati posisi maqam kenabian. Namun, siapa yang akan ditunjuk menjadi Rasul olehNya, artinya yang akan dikehendaki sebagai RasulNya, maka tergantung kepada Mau dan IradahNya.

Tentu saja, akan disesuaikan dengan semua kondisinya. Oleh karena itu, yang buta, cacat, tidak baiknya turunannya dst tidak akan diangkat menjadi RasulNya, karena akan membuat orang lain lari dan menjauh darinya. Hal mana yang seperti ini, sekalipun kalau Allah mengazab mereka tetap Adil dan Bijaksana, akan tetapi Tuhan, akan keluar dari sifat Lembutnya (Lathif) dimana maknanya adalah memudahkan hambaNya untuk taat dan menyulitkannya untuk maksiat.

(13). Salah satu konsep filsafatnya non materi, adalah 1+1=1. Hal itu karena non materi tidak lagi dibatasi dengan volume yang merupakan konsekwensi dari kebendaan.

(14). Pesuluk atau Salik yang sampai kepada wujud-wujud non materi itu, maka mereka, kalau sudah sempurnya, akan menyatu dan menjadi si yang dicapainya itu. Kalau Barzakh, maka ia akan menjadi Barzakh itu, begitu pula kalau Akal-Akhir atau Akal-Satu.

(15). Pesuluk yang sampai ke maqam Nama-nama, juga demikian. Mereka akan menyatu dengan Nama-nama itu sesuai kemampuannya sendiri-sendiri, baik dari sisi jumlahnya atau keluasan masing-masingnya.

(16). Dengan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa maqam-maqam setelah Fana’ adalah Wahidiyyah (Sifat Fi’liyyah dan Zatiyyah) dan Ahadiyyah.

(17). Ahadiyyah, yakni Allah, karena Dia dalam Irfan adalah Nama dan Tajalli dari Huwa Yang Maha Tidak Terbatas dan Ghaibu al-Ghuyub, maka Dia adalah Terbatas. Namun demikian, tidak ada yang tahu batasanNya. Oleh karena itu dalam pembicaraan dan tulisan, selalu dikatakan sebagai Yang Maha Tidak Terbatas. Terlebih lagi, setelah kita tahu bahwa maqam Huwa yang diatasNya, sama sekali tidak bisa tersentuh. Jadi, penisbatan atau penghubungan atau pensifatan Tidak Terbatas, selalunya ditetapkan ke “Nama Allah”, bukan ke Huwa/Dia.

(18). Karena Nama Allah itu hanya Huwa yang tahu batasanNya, dan bahkan Nama-nama Sifat Zat dan Sifat Perbuatanpun hanya Huwa yang mengetahui batasannya, maka siapapun yang melanglangi Maqam Nama-nama Baik/Husna ini, tidak akan ada yang tahu batasanNya.

(19). Orang yang sampai ke maqam Nama-nama Baik itu, karena dari sisi Ruh-nya yang non materi, dan ke-non-materian Nama-nama tersebut, maka rumus 1+1=1 itu berlaku. Yakni mereka men-satu dengan Nama-nama tersebut.

Namun, sekali lagi, bahwa tidak ada yang bisa dikatakan bahwa dia telah sampai ke semua batasan atau kesempurnaan Nama yang dicapainya itu.

(20). Sekalipun pen-satuan yang sampai kepada Nama-nama Husna itu tidak bisa dikatakan telah mencapai seluruh kesempurnaan dari Nama yang dicapainya, akan tetapi sudah bisa dikatakan sebagai NamaNya. Setidaknya, sebagai Tajalli Nama yang dicapainya itu.

(21). Ke-men-satu-an yang sampai kepada Nama-nama Baik Allah itu, dalam Qur an diterangkan sebagai “Menjadi”, yakni “Menjadi Tuhan” atau “Menjadi Nama-nama HusnaNya” yang, bahasa Arabnya adalah al-Mashir.

Dalam QS: 2: 285: “…dan meraka berkata: Kami mendengar dan kami taat (mereka berdoa): Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah menjadi (terjamahan DEPAG: ..kembali)”. Kalau Allah memakai kata “Turja’un”, seperti di ayat lain, maka bermakna “kembali”. Akan tetapi di sini memakai kata “Mashir” atau “Menjadi”, jadi tidak bisa diterjemahkan dengan “kembali”.

Dalam QS: 3: 28: “…dan kepada Allah menjadi/dijadikan”. Lihat juga QS: 5: 18; 24: 42; 31: 14; 35: 18; dll-nya yang banyak sekali.

Tentu saja kalau kemenjadiannya itu ke tempat lain, terkhusus neraka, maka ia juga adalah ke-men-satu-an dengan neraka. Oleh karenanya dalam Qur an dikatakan sebagai “Bi’sa al-Mashir” atau “Se-buruk2 tempat menjadi”. Lihat QS: 2: 126; 3: 162; 8: 16; dll-nya yang juga banyak sekali. Rahasianya, karena neraka adalah non materi. Karena itu konsep 1+1=1 juga berlaku.

Akan tetapi, karena manusia yang menyatu dengan apa2 yang tidak sesuai dengan esensinya, seperti api-barzakhi, maka ia akan merasakan secara khudhuri panasnya dan akan tersiksa karenanya.

(22). Namun demikian, sebagaimana sudah dijelaskan di atas, bahwa yang sampai ke maqam Nama-nama Baik itu, tidak bisa dikatakan bahwa ianya telah sampai ke seluruh batasan atau kesempurnaan Nama yang dicapainya itu.

Hal itu karena hanya Huwa yang tahu secara hakiki. Dan karena ketidak bisaan seseorang mencapai NamaNya itulah maka Tuhan dalam Qur an memakai kata “ilaihi”, yakni “KepadaNya” atau “Kepada Allah” atau “KepadaMu”, dalam ayatNya yang berbunyi “mashir” atau “menjadi” atau “dijadikan” itu. Perhatikan contoh ayat di atas, QS: 2: 285 dan 3: 28. Maka disana dan di tempat lain, sebelum mengatakan “menjadi”, telah dipakai kata “kepada”.

Artinya, bahwa sejauh apapun ke-men-satu-an yang dicapai manusia, maka ianya tetap merupakan “ke-menjadian kepadaNya”, bukan “ke-menjadianNya”.

(23). Dengan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa yang mencapai maqam Nama-nama Husna itu, dari satu sisi bisa dikatakan “men-satu”, dan dari sisi lainnya dikatakan “tajalliNya”, atau “bukanNya”.

(24). Kegamblangan dalil terhadap ke-Tajalli-an yang sampai itu, bahwasannya ianya tidak-menjadiNya atau tidak men-satu secara hakiki dengan Nama-namaNya atau “kemenjadian kepadaNya”, adalah Wahdatu al-Wujud itu sendiri.

Artinya, ketika Wujud itu hanya satu dan ia adalah Nafas Rahmani itu, maka Sang Wujud Mutlak itu tetap langgeng dan tidak pernah bergeser dan/atau berubah. Jadi, hiruk pikuk perjalanan Salik/Pesuluk dan wujud-wujud Materi, Barzakhi, Akli dan Nama-nama Husna itu, sebenarnya hanyalah dalam Tajalli itu.

Dan karena bahasan (irfan tiori) atau capaian (irfan amali yang amali) tertinggi manusia adalah Nama Zat, yakni Nama Allah, maka Nafas Rahmani (wujud) itu dihubungkan kepada Allah. Jadi, Allah-lah pemilik Nafas Rahmani itu secara hakiki dalam Irfan dan selainNya adalah TajalliNya, baik berupa Nama-nama HusnaNya, atau Akal, Barzakh dan Materi.

Kalau demikian halnya, yakni kalau wujud itu, semuanya adalah Dia dan hanya MilikNya yang, dalam arti DiriNya sendiri, maka keselainanNya adalah TajalliNya. Jadi, gradasi yang bermakna tingkatan, dan kehiruk-pikukan itu hanya di TajalliNya saja, bukan di Wujud.

Walaupun demikian, yakni walaupun selalu dalam Tajalli, akan tetapi tetap saja yang sampai kepada Tajalli Nama-nama Baik itu, tidak akan sampai kepada seluruh batasan atau kesempurnaan Nama yang dicapainya tersebut, sebagaimana sudah diterangkan.

(25). Dengan demikian, maka yang sampai kepada Nama-nama Husna itu, bisa dikatakan sebagai Nama-nama Husna karena ke-mensatu-an yang diakibatkan oleh kesamaan ke-non materiannya itu. Walaupun tetap tidak bisa dikatakan sepenuhnya “menjadiNya” yang dikarenakan “kemenjadian kepadaNya” itu, yakni bukan “kemenjadiNya”.

(26). Dan karena Rasul saww dan Ahlulbait adalah paling afdhalnya manusia dan tajalli, hingga dikatakan sebagai Rahmat bagi segenap alam-alam, maka sudah tentu, mereka adalah Nama-nama Husna itu.

Inilah yang dimaksudkan oleh hadits yang ditanyakan. Allahu A’lam.

(27). Dan karena semua insan Kamil, terutama para nabi dan washi-washi sebelum Rasul saww adalah secara yakin telah sampai kepada Perjalanan ke Empat, maka sudah pasti mereka juga merupakan orang-orang yang melanglangi maqam Nama-nama Husna tersebut.

(28). Namun demikian, karena kita melihat dari ayat-ayat, dinyatakan bahwa Nabi saww adalah rahmat bagi segenap alam semesta (QS: 21: 107), dan Ahlulbait as juga adalah diri beliau saww, sebagaimana dalam ayat-ayat (QS: 3: 61) dan riwayat-riwayat yang banyak sekali, maka pastilah maqam mereka as di tingkatan Nama-nama Husna ini berada di paling tingginya dan paling sempurnanya.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pembeda insan kamil dg insan kamil lainnya, nabi dengan nabi lainnya, imam dengan imam lainnya dst, ada di maqam Nama-nama Husna ini, bukan di Jabarut dan apalagi di bawahnya.

Catatan untuk point 24: Irfan Tiori artinya adalah ilmu yang membuktian kebenaran Wahdatu al-Wujud. Seadang Irfan ‘Amali adalah ilmu yang membahas tiori pencapaiannya, bukan pencapaiannya itu sendiri. Oleh karena itu saya tulis dalam kurung di atas sebagai “amali yang amali”. Artinya capaian dan ke-men-satu-an-nya, bukan tiori pencapaiannya.

(29). Dengan semua penjelasan di atas, maka kalimat ke dua dari yang ditanyakan tersebut di atas, dapat dipahami. Sekalipun hadits itu, sepertinya, tidak termuat kecuali dalam satu kitab saja. Yaitu kitab Khuthbatu al-Iftikhar yang, masih …banyak yang menyangsikan keshahihannya. Arti “Aku Ahmad tanpa mim” adalah “Aku Ahad”, yakni “Aku telah sampai di maqam Ahadiyyah”.

(30). Sekali lagi jangan lupa, bahwa yang dimaksudkan dari “Aku Ahad” tetap saja adalah Tajalli Si Empunya Wujud, bukan Wujud itu sendiri, oleh karenanya “Selalu KepadaNya”, bukan “MenjadiNya”.

Semoga bermamfaat dan

wassalam

on Leave a Comment

Imam Maksum Sebagai Pentransfer Islam Yang Lengkap


Imam Maksum Sebagai Pentransfer Islam Yang Lengkap
·                                                                                                                                0
·                                                                                                                                Facebook



Bismillah

Isman Alakahe E E
asw wr wb, saya mau menanyakan..
1. bagaimana para imam itu ditunjuk kepada allah Sebagai imam maksum yang ke 12???
2. apa ka imam ali bin abi thalib as dan imam hasan as dan imam husain as, telah di bunuh kitab-kitab pa yang mengetahui bahwa dia telah di bunuh??? dan yang sya ketahui para keturunannya ali bin abi thalib as cuma imam hasan as dan imam husain as. dan sya tidak ketahui klau masi ada keturunannya yang lain.
3. apa ka imam yang ke 4 ini ali zaina - al-Aabidin as dan sampai imam yang ke 12 dari keturunan rasul??? asalnya dari mana dan kitab-kitab pa dan ayatnya menjelaskan tentang ini ???
4. saya perna bca di komenya ustad bahwa hati/ kalbu bermakna pemompa darah menurut z ketahui bahwa jantunglah sebgai peemompa darah, sedangkan hati Sebagai penyimpan racun, tolong diperlurus..???

maaf ustd klau pertanyaan saya masi awam ini adalah pertanyaan orang yang bodo, semoga ustd bisa memahami pertanyaan sya. syukron
Sinar Agama
Salam dan trims pertanyaannya:

1- Syarat imam itu harus maksum dan bersih dari dosa. Ilmu Islamnya lengkap dan benar seratus persen. Amalnya juga demkian, harus benar seratus persen.

Terpenuhi atau tidak-nya syarat ini pada manusia, tidak bisa diketahui oleh manusia lain. Karena manusia lain tidak mungkin selalu bersamanya walau di dalam kamar kecil/toilet hingga tahu ia berbuat maksiat atau tidak. Begitu pula, kalaulah bisa dilakukan, tidak mungkin dilakukan dalam seluruh umurnya. Dan anggap bisa dilakukan dalam seluruh umurnya, tapi ia tidak mengkin bisa mengetahui isi hati orangyang diawasinya itu apakah ia Sedang riyaa' atau ikhlash. Btw, manusia lain, tidak mungkin tahu akan kemaksuman orang lain.

Di lain pihak, Ilmu Allah itu tidak terbatas. Dan karenanya, pengetahuanNya terhadap makhlukNya, tidak bisa dibatasi dengan waktu, baik waktu sebelum atau Sedang atau sesudah. Jadi, Allah mengetahui apa saja yang sudah terjadi, Sedang terjadi dan akan terjadi.

Karena itulah, maka urusan imamah yang wajib maksum itu (lihat keterangan keharusan maksumnya para imam di catatan-catatan yang telah lalu), tidak bisa dipilih oleh manusia, baik dalam artian pemilihan yang menyeluruh (demokrasi lengkap yang dilakukan semua muslimin dimana hal ini tidak pernah terjadi dalam serjarah Islam) atau, apalagi pemilihan oleh sebagian orang.

Jadi, satu2nya yang berhak memilih imam ini, hanya dan hanya Allah. Karena Ia satu2nya Dzat yang mengetahui siapa yang maksum dan siapa yang tidak maksum. Karena itula maka Allah sudah seyogyanya membantu manusia dalam menemukan imam maksumnya.

Dan kalau hujjah yang paling utama yang diterima semua lapisan muslimin itu adalah Nabi saww, maka Allah sudah seyogyanya pula menentukan imam-imam itu melalui Nabi saww. Karena beliau saww diterima semua orang muslim. Karena itulah maka dari awal beliau sawwsudah mengumumkan bahwa imam itu hanya 12 orang yang diawali imam Ali as dan diakhiri dengan imam Mahdi as. Dan di hadits-haditssunni juga dikatakan bahwa imam Mahdi as ini akan ghaib (tidak mengenalkan diri) Sebegitu lamanya hingga orang merasa berat mengimani keberadaannya. dalam banyak hadits, nama-nama para imam itu sudah disebutkan dan diumumkan. yang ajibnya disebut dengan julukannya sekalian. Padahal, yang namanya julukan itu, diberikan oleh masyarakat kepada seseorang, bukan oleh orang tuanya. seperti si Pandai, si Pincang, si GUru, si CErdas...dst. Nah, di hadits-hadits itu terlengkapi dengan julukan2 para imam dimana cocok penerapannya kepada paraimam-imam itu. Dan, yang terpenting adalah lengkapnya pengetahuan Islamnya yang seratus persen tanpa mikir sedikitpun kalau ditanya orang lain.

Nah, penentuan umum imam-imam yang dua belas ini, yaitu yang dilewatkan melalui Nabi saww ini, dilanjutkan oleh para imam sebelumnya pada setiap generasinya.

Dengan demikian, sudah terjawablah pertanyaan antum tentang bagaimana Tuhan memilih para imam dari manusia2 maksum itu dimana termasuk memilih imam Mahdi as Sebagai imam ke 12.

2- Jelas saja imam Ali as dan imam Husan as dan imam Husain as itu dibunuh. Untuk mengatahuinya, tidak perlu kitab-kitab syi'ah. Semua kitab sunni meriwayatkannya dan menulisnya juga dalam berbagai kitab sejarahnya.

Keturunan imam Ali as atau imam Hasan as dan imam Husain as, terus ada sampai detik ini. Bahkan jutaan keturunan di dunia ini, yang biasa dijuluki dengan sayyid dan semacamnya. Mereka hidup seperti yang lain-lainnya, ada yang menjadi penjahat dan ada yang takwa. Ada yangjadi ilmuwan dan ada yang bisnismen. Walhasil, hidup seperti orang lain. Dan, sudah tentu, yang maksum itu hanya 12 orang yang telah pula diangkat menjadi imam tsb.

3- sudah tentu imam Ali Zaina al-'Aabidiin itu putra dari imam Husain as. Semua kita Sejarah dan syajarah (silsilah keturunan), baik syi'ah atau sunni, menyebutkan maslaah ini. Jadi, Sejarah apapun yang antum rujuk, maka ia akan menjelaskan hakikat ini.

4- Hati itu berbagai makna dalam bahasa Indonesia seperti yang diterangkan di kamus besar bahasa Indonesia, kadang diartikan Sebagaidaging merah yang ada di sebelah kanan dan di atas rongga perut dimana bertugas mengambil sari makanan yang ada di darah dan menjadikannya empedu (krg lebih seperti yang kamu bayangkan), kadang juga diatikan Sebagai jantung. Begitu pula diterangkan Sebagaitempat perasaann. Dan masih banyak arti lainnya. Lihat kamus besar bhs Indonesia.

Nah, qalbu/hati ini dalam bhs arab, ada memiliki makna lain dari yang sudah diterangkan di atas itu. Yaitu memiliki artian akal. Lihat semua kamus bahasa arab-Indonesia.

Jadi, tidak ada masalah dengan apa yang Saya tulis sebelumnya dan yang antum pahami tentang hati itu. yang penting adalah dimensi bahasannya. Kadang Saya membahas hati yang bermakna perasaan yang sering ditanyakan orang Sebagai tempat rujukan kebenaran dimana hal ini jelas salah Sebagaimana sudah sering dijelaskan.Jadi, hati yang bermakna jantung atau bermakna pembuat empedu itu, hanya dijadikan pelengkap bahasan-bahasan tentang hati atau qalbu tsb, bukan inti bahasannya. Karena intinya adalah hati yang bermakna tempat perasaan dan yang bermakna akal itu. wassalam


Andika Karbala. Powered by Blogger.