Monday, March 28, 2016

on Leave a Comment

Mohon Pandangan Ustad tentang karya sastra seperti prosa, novel, cerpen, puisi, syair, drama dll apalagi menurut penjelasan ustad musik itu haram?

Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=896112940502164&id=207119789401486

assalamu alaikum ustads. mau bertanya sekaligus sedkit curhat nih.. ustads!!! heheheh. saya kan baru masuk syiah nih ustads pemahamanku masih sangat sedikit dan sperti anjuran ustads untuk memilih Ayatullah Sayyid Ali Khamenei sebagai majataklid sdh saya lakukan dan semoga saja selalu dibimbing oleh ustads yang sesama bangsa Indonesia ini dan memiliki marja taklid yang sama. saya juga telah banyak membaca tulisan dan dialog ustads di blognya ustads dan akhirnya bisa paham sedikit demi sedikit tentang syiah baik yang ushul maupun yang furu dan keterlibatan akal dalam memahami keduanya terutama yg akidah atau dasr itu tentu menjadi sebuah kestukuran yang sangat besar bagiku ustads karena hal itu sangat berbeda waktu di sunni apalagi waktu di wahabi dlu yang mana dalam urusan agama baik itu ushul atau furu semuanya harus taklid buta walau ada penjelasan dari ustadsnya tapi tidak boleh dibantah lagi.jujur saja ustads saya ini seorang pecinta filsafat. ana belajar filsafat sejak 2010 lalu ketika awal kuliah di universitas ku yaitutefatnya di fakultas Sastra tapi pengetahuanku tentang filsafat memang sangat sedikit seperti yang dikatakan ustadssendiri di INdonesia kita diajar tentang Falsafah bukan filsafat atau hanya sejarahpemikiran para filosof saja bahkan bsa lebihparah lagi sejarah filosof itu sendiri denganpemikirannya. memang sih ustads jurusankudi fak ini adalah sastra Indonesia dan memang tdk ada jurusan filsafatnya. tapi dulunya fak ini pernah bernama fak filsafat bahkan di universitasku hanya fak ku saja yang mengajarkan filsafat. ringkasnya, di fak ini karena kesejarahannya kami diajarkan dasar2 filsafat di smester2 awal sebagai pengantar dan juga logika di semester berikutnya tpi seperti kubilang tadi ustads kami hnya diajrkan sejarh pemikiran saja dan logikanya cm logika aristo saja yaitu logika formal. maka beruntunglah saya bertemu dengan ustads walau di dunia maya ini karena dari ustads bisa sedikit mngerti filsafat dan logika juga wahdatul wujud mulla sadra ra itu. aduhh semoga ustads tidak bosan mndengarkan curhat ana yang hina ini. saya lanjut ya ustads... nah ini tentang jurusanku ustads saya kan sastra nih ustads terus kemarin2 itu saya baca catatan ustads tentag akal dan saya dapati kalu ternyata hal2 yang lebih banayak meransang perasaan itu akan melemahkan akal permasalahan bagiku ya ustads saya inikan mahasiswa prodi sastra lengkapnya sastra Indonesia mau tidak mau kami akan selalu dihadapkan pada hal yang seperti itu.kami harus banyak membaca dan mengakji karya sastra entah itu prosa: novel, cerpen, puisi: syair, dan juga drama. apalagi setelahkubaca penjelasan ustads tentang musik yang haram itu nah di puisi kan mengandung rima ustads apalgi ketika dibacakan. jadi saran ustads saya harus bagaimana dengan jurusan yang kupilih ini bahkan saya sdh mau sarjana apakah menurut ustads ilmu sastra itu tdk ada gunanya? juga ustads tolong beri pandanganustads tentang sastra. karena bagi kami sastra bukanlah khyalan ustads walau memang hanyalah fiksi tpi tetap ada fakta di dalamnya bahkan di beberapa karya sastra kita dapat menemukan pengetahuan sejarah.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Saya tidak bisa berkomentar dengan bahasa matematika, sebab kalau ingin adil seadil-adilnya, harus meneliti seluruh pelajaran yang antum pelajari dalam jurusan antum itu.

2- Namun demikian, saya akan berkomentar secara global, barangkali dapat memberikan arahan seperlunya.

3- Apa yang antum katakan itu yang justru ditakuti filosof seperti Ibnu Sina. Yakni bukan hanya akal kita jadi tumpul, melainkan bahkan melihat perasaan itu sudah sebagai hakikat akal hingga akan semakin mengkaburkan pandangan dunia dan tujuan hidup yang sebenarnya.

Ketika antum katakan bahwa sastra bukan khayalan, maka saya terkejut setengah mati.

4- Saya tidak mau memberikan syarahan tentang kesetengahmatianku itu sebab akan memakan banyak waktu. Tapi sekedar gambaran, maka:

a- Kalau bukan karena khayalan, bagaiman mau menulis novel. Kalaupun yang ditulis itu hal sejarahpun, maka kalau dalam bentuk penulisan novel, sudah pasti memakai khayal. Nah, ketika khayal, maka apapun misi yang ingin disampaikan penulis, akan dibungkus dengan berbagai perasaan pembaca YANG, dari awal diinginkan penulis. Kalau membaca novel tapi tidak membuat pembacanya menangis, ketawa atau gregetan pada kondisi-kondisi yang memang dibawa oleh penulisnya, maka si penulis tadi telah gagal menulis novel dan telah gagal membuat film.

Nah, ketika tekanan dari penulisan novel dan pembuatan film itu adalah perasaan, maka akal manusia akan tersingkir sedikit demi sedikit. Sebab kalau memakai akal, tidak mungkin perasaan pembaca dan penonton, akan diserahkan pada penulis dan sutradara film.

b- Begitu pula tentang sastra syair. Kalau bukan karena khayalan, bagaimana bisa disyairkan? Apanya yang indah? Kalau tidak berkhayal tentang perakitan kecantikan dengan indahnya bulan purnama hingga mencangkoknya dalam bait "Wajahmu bagai rembulan" atau yang dilanjutkan dengan bair berikutnya dengan mengaitkan dengan tarian kabut dimana kabut sebagai simbol ketidaktetapan dan cepathilangnya kebahagiaan hingga berkata dalam bait berikutnya "Menari bagai kabut pagi" dan dihubungkan juga cepat hilang itu dengan terbitnya matahari yang menggilasnya, dengan bait berikutnya "Lenyap tertelan matahari" dan seterusnya, maka bagaimana bisa menulis sastra puisi?

c- Memang novel, film dan puisi itu bukan tidak berefek pada akal manusia. Akan tetapi, efek pada akal ini terjadi setelah kuatnya khayalan itu. Artinya, tidak akan terlalu berdampak positif bagi kehidupan manusia, terutama kalau dihubungkan dengan pandangan hidup dan tujuan hidup.

d- Saya juga meniru sebagian ulama menulis puisi. Tentu saja puisi tidak sekuat para penyair. Akan tetapi, semua itu dengan kesadaran yang di atas itu. Yakni diharapkan, sekali lagi diharapkan, bahwa dari pembacaan puisi itu, dapat menarik teman-teman pada arahan agama yang argumentatif dan aklis. Beda dengan penyair dan penulis novel yang profesional. Sebab para penyair dan penulis novel profesional itu, memang kerjanya untuk menarik dan mempermainkan perasaan pembaca atau penonton. Yakni tujuannya memang di situ dan hanya untuk itu.

c- Barulah para profesional itu terbagi pada beberapa bagian. Kalau dia juga seorang politikus, maka karya-karyanya disarati (sarat, bukan syarat) dengan masalah politik. Kalau penyinta wanita, disarati dengan berbagai lukisan cinta dan wanita. Kalau kebetulan dari keluarga kiyai, maka disarati dengan masalah-masalah agama.

Tapi wong namanya profesional, ya ... apa-apa yang ditulis hanya untuk permainan perasaan itu, bukan sebaliknya yang berakal. Sebab kalau manusia sudah pada berakal terus dalam setiap keadaannya, maka karya dia tidak akan laku. Jadi, karena modal pasar dia itu adalah perasaan pembaca dan penonton, maka tujuan sebenarnya dari hidup ini dan bagaiman sesungguhnya harus memandang dunia ini, tidak akan benar-benar ditujunya. Sebab dia sendiri bukan filosof yang tahu itu dan kalaupun tahu maka tidak mungkin akan menjadi tujuannya. Sebab kalau menjadikan tujuannya, berarti dia bertujuan tidak adanya peminat pada karya-karyanya.

d- Beda halnya Tuhan dengan sastra Qur anNya, Nabi saww dengan kefashihan/sastra Hadits-hadits beliau saww seperti kitab Nahju al-Fashaahah, para Imam as dengan keindahan sabda-sabda mereka as seperti Nahju al-Balaghah, atau ulama seperti Imam Khumaini ra dengan kitab Diiwaan-nya. Sebab mereka semua bukan ingin membawa manusia berkhayal. Akan tetapi karena kebanyakan manusia mengikuti perasaannya, maka untuk pemancing awal, perasaannya itu diikuti dan dilayani lalu dari situ ditarik ke alam hakikat yang berdiri dalam pahaman manusia di atas alas argumentasi yang hakiki hingga tahu pandangan dunia yang hakiki dan tahu tujuan hidup yang sebenarnya.

e- Sastra tidak jelek sampai ke tingkat haram, begitu pula novel dan film, asal memang tidak melanggar aturan agama. Akan tetapi, dia hanya alat pintas yang tidak hakiki, untuk membawa kepada kehidupan dan alam yang hakiki. Itupun kalau terbawa.

f- Karena itu, karena antum sudah terlanjur belajar hal tersebut, maka selama tidak melanggar agama (haram), bisa dilanjutin. Tapi gunakanlah ilmu tersebut untuk pemancing kepada yang hakiki seperti yang dilakukan Tuhan dengan Qur anNya, Makhsumin as dengan hadits-hadits mereka as, para ulama dengan syair-syair mereka. Begitu pula seperti alfakir yang juga belajar menulis puisi atau prosa atau sastra lainnya (kalau bisa dikatakan sastra tentunya).

Untuk tahu melanggar agama atau tidaknya, perbanyaklah belajar fiqih budaya dan sosial (pergaulan).

Arifuddin Syam ustads nanti kita diskusikan lagi. maaf saya ada kerjaan lain dulu nanti saya komentar lagi ya.. ustads tolong ditunggu. saya juga tdk ingn melakukan hal yang sia2 ustads makanya saya bertanya

Arifuddin Syam sedikit tambahan saja ustads. sebenarnya saya bukanlah seirang sastrawan ustads tapi kami dididik untuk jadi seorang kritikus karya sastra. dan kalu dri penjelasan ustads tentang sastra bahkan saya beranggapan kalu jadi krikus sastra itu lebih bruk lagi. apa benar begtu ustads. mohon penjelasannya untuk yang ini dlu.

Sinar Agama Arifuddin Syam, kurang lebih demikian. Jadi, jadilah orang berakal yang hebat yang dibangun di atas ilmu Logika dan Fisalfat, lalu tataplah Qur an dan Hadits dengan alat itu disamping alat-alat lainnya seperti bahasa Arab, Ushulfiqih dan semacamnya, baru setelah itu kalau mau menyampaikan semua itu dengan kemasan tertentu sesuai dengan kesukaan audien, maka silahkan membungkusnya dalam sastra untuk memancing audien ke dalam agama dan pandangan dunia yang sudah hebat dan sesuai dengan yang diinginkan Tuhan dari penciptaan manusia itu.

Arifuddin Syam baiklah ustads. saya mengakui argument ustads sangatlah jelas tentang hal itu. oh ya ustads sebenarnya kami lebih bnyak menggunakan istilah imajinasi untuk khayal yg ustads maksudkan. tpi menurutku memang sama saja dengan khayal yang ustads maksudkan.kalau boleh tolong ajarkan saya dasar dari filsafat dan logika yang ustads ketahui. kalu ustads punya file nya entah pdf atau apa tolong dibagilah ustads agar saya juga bisa menambah ilmu ku yang sedikit ini. untuk sementara saya belajar fikih dari pdf rahbar hf. yg saya download dan dengan penejelasan2 ustads di blog yg tlah diAPKkan. memang sanagt memabntuku.

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.