Friday, March 25, 2016

on Leave a Comment

Jika surga dan neraka tidak ada, mungkinkah manusia masih taat dan tergila-gila padaNya?


Link : https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/963344367048803#

Salam.
Apakah jikalau surga dan neraka tidak ada, mungkinkah manusia masih taat dan tergila-gila padaNya?
Trims ust Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Djoko Moentiarsanto Pertanyaannya kurang jelas mas?

Djoko Moentiarsanto Surga-neraga diciptakan karena Ahlubait. Kalau surga-neraka tidak ada, lantas Ahlubait kemana?
Pusing pertanyaannya.

Muhammad Nur Arief kalau dilihat dari gradasi wujud, surga neraka kan gradasinya ada diatas manusia, lha kalau surga dan neraka ndak ada berarti manusia juga ndak ada dong? ikut nyimak ah,,,,,,,

Ali Yudin jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau sujud kepadanya? #LirikLaguAhmadDani. Nyimak

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Sebagaimana bunyi hadits Imam Ali as yang telah dinukilkan Vicky Manggala, di atas, yaitu yang menerangkan bahwa manusia ini ada tiga macam dalam menaati Allah swt (bukan hanya menyembah dalam ibadah tapi taat dalam segala hal), ada yang menaatiNya karena ingin surgaNya, ada yang menaatiNya karena takut pada nerakaNya dan ada yang menaatiNya hanya karena Dia semata dimana yang terakhir ini disebut dalam berbagai riwayat dengan "Ketaatannya Orang Bebas" (bebas dari keterikatan pada surga dan neraka) atau "Ketaatannya Orang Cinta", maka sudah tentu yang akan taat pada Allah itu masih ada. Yaitu yang derajatnya di atas Surga Mukminin yaitu surganya orang-orang yang taat pada Allah karena Allah dan ingin dibalasNya dengan surga dan dijauhkan dari neraka. Yaitu yang derajatnya di Surga Muqarrabin yakni yang taatnya pada Allah hanya karena Allah dan ingin dibalasNya dengan kedekatan padaNya, bukan dengan kenikmatan surgawi tapi dekat dengan keMaha IndahanNya.

2- Saya sudah sering mengatakan bahwa yang disebut dengan hanya karenaNya itu bukan khayalan dan perasaan. Melainkan mesti ada dalil dan argumentasinya. Salah satu argumentasi bahwa seseorang itu sudah sampai ke maqam Bebas atau Cinta ini adalah:

a- Tidak melakukan dosa besar dan kecil.

b- Tidak melakukan makruh.

c- Tidak menyukai apalagi menyintai yang mubah.

d- Tidak menyukai apalagi menyintai yang sunnah.

e- Tidak menyukai apalagi menyintai yang wajib.

f- Tidak menyukai apalagi menyintai karamat.

g- Tidak menyukai apalagi menyintai kasyaf.

h- Tidak menukai apalagi menyintai surga.

Catatan Poin-poin di Atas:

a- Tidak menyukai dan tidak cinta itu dari sisi obyeknya. Tapi kalau suka dan cintanya dari sisi Allah, yakni menyukai karena Allah, maka masih bisa dikatakan Bebas atau Cinta.

b- Orang yang suka dan cinta shalat wajib misalnya, kalau ia menyintai obyek tersebut karena obyek tersebut, maka sekalipun hal tersebut adalah kebaikan dan pahala, akan tetapi tidak bisa mengantarkannya ke derajat Bebas dan Cinta itu.

c- Jangankan cinta sunnah dan wajib, cinta mubah saja kalau karena kehalalannya dan tidak menyukai yang haram karena keharamannya, sudah bisa mendatangkan pahala dan surga. Tapi tidak bisa mengantarkannya ke derajat Bebas dan Cinta itu.

d- Jadi, suka dan cinta hanya dan hanya, untuk dan karena Allah semata.

e- Suka agama, Kitabullah, Nabi saww dan Ahlulbait as dan apa saja yang disukai dan dicintai Allah swt, kalau karena obyeknya sekalipun, memang merupakan ibadah yang tinggi dan pahala serta derajat surganya sulit dibayangkan. Akan tetapi, maqam ini belum bisa dikatakan maqam Bebas atau Cinta.

f- Kalau menyukai dan menyintai agama, Kitabullah, Nabi saww dan Ahlulbait as, karena Allah, maka ini yang bisa dikatakan Bebas dan Cinta.

g- Mungkin antum bingung atau bahkan bingung banget. Untuk mengidentifikasi dan membedakan sesama kebaikan dan ibadah itu, dilihat dirinya:

g-1- Masih suka kenikmatan dunia atau tidak. Kalau masih, maka sulit dibenarkan bahwa suka dan cintanya pada agama, Kitabullah, Nabi saww dan Ahlulbait as itu, hanya dan hanya karena Allah. Wong kenikmatan halal di dunia ini saja masih disukai apalagi surga. Sementara maqam Bebas dan Cinta ini taatnya kepada Allah dalam segala hal, hanya dan hanya karenaNya semata.

g-2- Masih takut api dunia tidak. Kalau masih takut, maka sulit dikatakan sudah mencapai derajat Bebas atau Cinta. Ingat, kalau tidak takut bukan berarti tidak menghindar. Takut menghindari api karena takutnya, sedang Bebas menghindari api benar-benar karena Allah. Artinya, kalau Allah kelak menginginkan dia dipanggang di api nerakapun, maka sama sekali tidak akan protes sekalipun Tuhan tidak akan melakukannya. Dia sudah terbakar dengan cinta padaNya. Jadi, apa saja yang ada selain itu, tidak masuk dalam hitungannya sama sekali. Baru kalau dikatakan padanya "Tuhan tidak menyintainya" maka hal ini akan menyiksanya sekalipun dia diletakkan di surga.

g-3- Menyukai dan menyintai agama, Kitabullah, Nabi saww dan Ahlulbait as, kalau karena Allah semata, yakni tanpa iming-iming surga dan ancaman neraka yang ditandai dengan tidak suka dan tidak cintanya pada semua kenikmatan dunia sekalipun halal; yakni yang karena pengetahuan tauhidnya sudah sampai ke derajat ilmu Hudhuri (mensubstansi dengan dzat ruhnya, bukan ilmu dan informasi lagi) setelah Hushuli Argumentatif yang ditandai dengan selalu hidup dalam tauhidnya yang benar yang tidak melihat cahaya dan keindahan apapun selain Yang Tidak Terbatas dalam keindahan dan cahaya serta dalam segala-galanya itu (Allah) hingga dia selalu merasa dan terpana pada keindahan dan cahaya itu (Allah); yakni yang karena cahaya dan keindahanNya itu beragam bentuk dan warna warni dalam tajalli dan manifestasinya dimana ada yang berbentuk agama, Kitabullah, Nabi saww dan Ahlulbait as dan selainnya juga seperti itu; yakni yang semua tajalli itu sudah tidak dilihat dan dirasakannya sebagai memiliki sedikit warna kemandirian sekalipun seperti sebagai akibat, melainkan dilihat dan dirasakannya sebagai betul-betul tajalli dan manifestasi keIndahan dan CahayaNya hingga dalam melihat semua tajalli itu benar-benar hanya tajalli atau wajah Allah saja seperti orang yang melihat ke wajah temannya tapi yang diperhatikannya adalah temannya dan bukan wajahnya itu sendiri hingga wajahnya itu sama sekali tidak berfungsi apapun selain sebagai jembatan pintasan dalam rasa dan perasaan serta fokus pada teman si pemilik wajahnya itu, MAKA kala itulah seseorang yang seperti itu BISA dikatakan sudah mencapai derajat Bebas atau Cinta.

3- Pelengkap:

Maqam Cinta dan Bebas di atas itu, masih pada tingkatan pertama dan paling rendahnya. Masih banyak lagi maqam Bebas dan Cinta di atas itu. Misalnya:

a- Tidak menyukai apalagi menyintai Lauhu al-Mahfuuzh.

b- Tidak menyukai apalagi menyintai Surga Muqarrabun yaitu yang dimulai dari maqam Akal-akhir (Lauhu al-Mahfuuzh) sampai dengan Akal-pertama.

c- Tidak menyukai apalagi menyintai semua selain Allah.

d- Kalau tuntas di maqam ini, yakni yang diakhiri dengan fanaa' dan fanaa'nya fanaa', maka baru selesai Perjalan Pertama yang disebut dengan Perjalanan dari Makhluk/Makhluuq ke Khaaliq/Khalik. Masih ada tiga Perjalanan lagi, yaitu Perjalanan dari Khaaliq ke Khaaliq, Perjalanan dari Khaaliq ke Makhluuq Bersama Khaaliq dan Perjalanan dari Makhluuq ke Khaaliq Bersama Makhluuq.

Sinar Agama .

4- Penafsiran Hadits Imam Ali as di Atas.
Dengan semua perincian di atas itu, dapat disimpulkan bahwa Bebas dan Cinta itu, bisa ditafsirkan dengan tiga derajat secara global, yaitu:

a- Derajat setingkat di atas derajat surga mukminin.
Surga mukminin adalah surga yang akan dihuni oleh yang taat pada Allah swt dengan dasar ikhlash pada Allah dalam batasan tidak karena orang lain saja. Jadi, ikhlash di sini memiliki arti menaati Allah karena Allah yakni tidak karena orang lain.

Dalam niat ikhlash ini, masih dikotori oleh selain Allah, yaitu ingin surga dan ingin dijauhkan dari neraka. Memang Allah swt sudah berjanji menerima ikhlash di tingkatan ini. Karena itu Dia kadang memang menjanjikan dan merangsang pada surga dan menakuti dengan neraka.

Dengan demikian, maka Taatnya Orang-orang Bebas dan Cinta itu, bebas dari keinginan pada surga dan bebas dari takut pada neraka. Derajat ini, bisa dibayangkan setingkat saja di atas derajat surga.

Setingkat di atas derajat surga mukminin itu adalah surga Muqarrabun (yang didekatkan). Paling rendahnya adalah tingkatan Akal-akhir atau Lauhu al-Mahfuuzh.

Jadi, tafsiran pertama dari hadits Imam Ali as di atas adalah Taatnya Orang-orang Bebas dan Cinta itu adalah taatnya orang-orang yang ada di tingkatan Lauhu al-Mahfuuzh.

b- Derajat di atas derajat Lauhu al-Mahfuuzh.
Sebagaimana sudah dijelaskan di atas bahwa surga itu ada dua, surga mukminin (surga biasa) dan surga muqarrabun atau yang didekatkan (yang luar biasa). Dan paling rendahnya tingkatan surga muqarrabin adalah Lauhu al-Mahfuuzh.

Di atas sudah diterangkan bahwa tingkatan-tingkatan di atas Lauhu al-Mahfuuzh itu teramat banyak jumlahnya. Dimulai dari setingkat di atas Lauhu al-Mahfuuzh (Akal-akhir) yang mana tingkatan Akal-sebelum-akhir sampai pada tingkatan Akal-pertama dan Fanaa' serta Fanaa' dalam Fanaa'. Dan setelah itu masih ada tingkatan-tingkatan lagi, yaitu tiga tingkatan secara globalnya. Di dalam tiga tingkatan itu terdapat jutaan tingkatan lagi sesuai dengan yang bisa dicapai manusia dalam bentuk dan ragamnya.

Kalau hadits Imam Ali as itu dilihat dari kaca mata ini, yakni tidak hanya dilihat dari kacama mata surga dan neraka, maka taatnya orang bebas dan cinta bisa memiliki taat hanya karena Allah dan tidak untuk mendapatkan derajat apapun.

Misalnya, orang yang berada di tingkatan satu derajat di atas Lauhu al-Mahfuuzh, dia tidak melakukan taat karena Allah dalam artian supaya diterimaNya dan mendapatkan balasan dariNya surga Lauhu al-Mahfuuzh. Orang yang seperti ini, maka taatnya karena Bebas dan Cinta Allah, akan tetapi pada tingkatan Lauhu al-Mahfuuzh saja. Yakni tidak ingin balasan dariNya yang berupa Lauhu al-Mahfuuzh. Sementara di derajat satu derajat di atas Lauhu al-Mahfuuzh ini, dia tersoroti. Kalau menyukainya, maka ia Bebas dan Cintanya hanya sebatas satu derajat di atas Lauhu al-Mahfuuzh.

Tapi kalau dia tidak menyukainya juga, maka dia Bebas dari derajat tersebut dan derajat Cinta dan Bebasnya ada pada tingkatan berikutnya. Begitu seterusnya.

Dari penjelasan derajat Bebas dan Cinta di atas derajat surga mukminin itu, dapat dipahami bahwa derajat Bebas dan Cinta pada Allah di tingkatan selanjutnya bisa bermacam-macam. Ada yang tembus dari satu derajat tapi tidak tembus di derajat berikutnya. Begitu seterusnya sampai pada Fanaa' dan Fanaa'nya Fanaa'. Bahkan di derajat-derajat berikutnya setelah Fanaa'nya Fanaa' sekalipun dengan penjelasan dan pendekatan yang lain bentuk. Sebab setelah Fanaa'nya Fanaa' itu, sudah tidak ada lagi kata suka dan cinta yang bisa dihubungkan pada manusia. Sebab semuanya sudah hakikat kehendak Tuhan.

Dengan demikian maka hadit Imam Ali as itu juga dapat ditafirkan dengan tingkatan dan derajat Bebas dan Cinta di tingkatan Muqarrabin ini. Yaitu yang tidak menaati Allah selain karena Allah yang ingin diterima Allah dan diberi balasan surga muqarrabin sesuai tingkatannya itu.

c- Derajat Fanaa' dan Fanaa'nya Fanaa'.
Sebagaimana sudah sering dijelaskan (begitu pula poin-poin di atas itu) bahwa Fanaa' itu adalah sampainya seseorang pada keikhlashan yang tinggi dalam taat hingga tidak ingin apapun selain Allah. Orang yang mau mencapai Fanaa' ini, harus melewati surga mukminin dan Lauhu al-Mahfuuzh serta derajat-derajat sebelumnya. Fanaa' adalah tidak lagi merasakan apapun selain Allah. Tentu setelah melewati semua derajat sebelumnya. Hal ini perlu saya katakan sebab bisa saja orang mengaku fanaa' padahal ahli surga saja belum tentu, milanya masih maksiat. Boro-boro ke Fanaa'.

Ketika seseorang mencapai Fanaa', maka di awal-awal itu masih ada yang tersisa dari dirinya, yaitu kemerasaan tidak merasanya. Atau kemerasaan tidak merasa adanya.

Karena itu, biasanya ia akan terus berjuang untuk menghilangkan rasa dan perasaan tidak adanya itu dengan terus hanya dan hanya menyoroti Allah swt semata dalam segala apa saja sekalipun dalam hal perasaan tidak merasakan adanya dari dirinya sendiri itu. Setelah itu dengan ijinNya, dia akan mencapai derajat Fanaa'nya Fanaa', yaitu Fanaa' dan tiada merasa ada secara mutlak termasuk kemerasatiadaan dirinya itu.

Nah, hadits Imam Ali as yang mengatakan bahwa taatnya orang Bebas dan Cinta itu, bisa ditasirkan dengan yang sesungguhnya. Yakni tanpa perbandingan dengan surga-neraka sebagai lawanannya atau gradasi derajat pada derajat-derajat di atas surga mukminin.

Kalau pada penafsiran pertama, masih dibandingkan dengan lawanannya yang berupa surga-neraka. Kalau di penafsiran ke dua, masih dibandingkan dengan derajat-derajat yangn dicapai dan yang ada di bawahnya pada tingkatan surga muqarrabin. Dan perbandingan dalam tafsiran itu masih bisa dibenarkan. Karena Imam Ali as sendiri yang melawankannya, yakni yang melawankan derajat Bebas dan Cinta itu dengan surga-neraka.

Tapi pada penafsiran ke tiga ini, hanya menyoroti "hanya karena Allah"nya tanpa perbandingan apapun dari lawanannya. Dan penafsiran ini juga tidak bisa disalahkan. Karena Imam Ali as sendiri yang mengatakan bahwa Bebas dan Cinta itu hanya karena Allah.

Jadi, kalau kita mau menyoroti karena Allah nya saja, maka penafsiran ke tiga ini yang lebih cocok. Karena benar-bener karena Allah. Jangankan surga mukminin dan surga muqarrabin, dirinya dan ilmu tauhid dan makrifah yang ada pada dirinya saja sudah tidak dirasakannya lagi. Jadi, tingkatan Fanaa'nya Fanaa' ini adalah tingkatan hakiki dari taat kepada Allah HANYA karena Allah swt. Allahu A'lam bishshawaab. Wassalam.

Khommar Rudin
أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ
أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Lihat Terjemahan

Andika Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad..

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.