Tuesday, July 11, 2017

on Leave a Comment

Bagaimana hukum makanan di hotel non muslim dan dimasak oleh non ahlul kitab, dan masakan yang dimasak dengan alat masak yang sama dengan masak babi?

Salam ustadz ... semoga Ustadz semakin di sayang oleh Rahbar hf dan Imam Mahdi As.
Masakan yg saya sering harus pilih adalah dari daging sapi, kambing, ayam, yg potong oleh orang Nasrani dalam keyakinan saya karena perusahaan ini milik orang Inggris Nasrani. Pertanyaan
1.apakah boleh memakan kuah dari masakan atau bagian sayuran yg tercampur daging daging yg tidak di sembelih secara islami.
2.apakah boleh memakan kuah dari masakan atau bagian sayuran yg tercampur oleh daging babi
3.koki atau juru masak juga dari India yg kemungkinan besar aqama Hindu juga nasrani tetapi mereka di haruskan memakai sarung tangan untuk memasak apakah boleh memakan gorengan ikan mereka.
4.ada rumor setelah menggoreng babi minyaknya untuk mereka gunakan menggoreng ikan apakah boleh ikan tersebut di makan.
Terimakasih ustadz.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
14 Komentar
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1-2- Tidak boleh.


3- Kalau menggoreng ikannya di alat yang sama dengan yang menggoreng sapi, kambing, ayam dan apalagi babi, maka jelas tidak boleh.

Dan sekalipun memakai sarung tangan waktu menggoreng, dan sekalipun alat gorengnya sama, akan tetapi kalau mereka yang mencuci ikannya, piringnya, alat goreng dan alat dapurnya, maka semua alat-alat itu dihukumi najis sebab sulit membayangkan tidak terkena tangan mereka. Kaor tangan plastik itu juga pada akhirnya akan terkena tangan mereka ketika membukanya sewaktu masih basah.

4- Sekalipun tidak ada rumor tersebut, kalau alatnya satu, dapurnya satu dengan yang untuk menggoreng kambing, sapai, ayam dan apalagi babi itu, maka semua masalah dari dapur dan alat tersebut, tidak bisa dimakan. 

Semoga antum masih bisa punya jalan lain yang tidak terlalu sulit untuk dilakukan.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
16 Mei pukul 21:42

Fernando Sonojoyo Bagai mana dengan telur yg di rebus yg masih ada kulitnya .tentu di rebus oleh tangan tangan orang Hindu ..?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas17 Mei pukul 2:48

Sinar Agama Fernando Sonojoyo, kalau telur direbut dengan air najis karena dipegang tangan orang Hindu misalnya, maka yang najis hanya bagian kulitnya. Jadi, bisa disucikan. Dan kalau tidak ada air mensucikannya, maka asal dalam kering, tinggal dikupas saja dan bagian dalam telurnya (isinya), tidak menjadi najis karenanya.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
17 Mei pukul 15:30

Fernando Sonojoyo Apakah berlaku dengan buah juga ustadz....buah apel misalnya.....atau jeruk....
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas17 Mei pukul 18:29

Sinar Agama Fernando Sonojoyo, dilihat apanya yang tersentuh mereka dimana salah satu atau keduanya (yang menyentuh atau yang disentuh) dalam keadaan basah. Kalau apel yang tersentuh bagian luarnya, maka bagian luarnya saja yang najis dan karena itu bisa disucikan. Bahkan buah yang dibelah mereka lalu tersentuh bagian dalamnya, kalau masih bisa dicuci, seperti milon misalnya, maka masih bisa disucikan walaupun sudah dibelah dan tersentuh bagian dalamnya. Memang, kalau nasi yang masaknya dengan menyerap air, maka kalau airnya najis, nasinya tidak bisa disucikan lagi. Tapi kalau sekedar ikan laut yang dimasak kuah, daging yang dimasak kuah, misalnya, maka masih bisa disucikan.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
18 Mei pukul 8:53

Fernando Sonojoyo bagai mana jika bekas tempat babi, sentuhan tangan Hindu, dan binatang yg tidak di potong dengan islami itu di cuci dengan mesin pencuci piring yg airnya mengalir menyambung pada air banyak dan dengan air panas yg hampir 300 derajat.apakah bekas tempat itu sudah suci.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas21 Mei pukul 18:50

Sinar Agama Fernando Sonojoyo, sulit mengatakan suci. Sebab air itu tidak selalu menyiram dengan rat ke seluruh permukaan bejananya (alat-alat seperti piring dan semacamnya itu). Mesin pencuci itu hanya menyiramkan air dengan tekanan dan bisa diatur panasnya. Tapi siramannya tidak menjamin merata ke semua bagian bejananya tersebut. Terlebih lagi ada bagian bejana yang bersentuhan dengan tempat dimana dia diletakkan di dalam mesin pencuci tersebut, dimana pasti tidak akan kena siramannya. 

Jadi ada dua kesulitan untuk menyatakann bahwa bejana najis itu akan menjadi suci kalau dicuci dengan mesin pencuci bejana:

a- Pertama, siramannya sulit dikatakan merata ke semua arah bejana termasuk pinggirannya dalam keadaan terus menyambung dengan air kur.

b- Ada bagian bejana yang bersentuhan dengan tempatnya dimana sulit ditembusi siraman air yang disemprotkan tersebut. 

Tambahan:
a- Walau sudah dianggap suci sekalipun, anggap hal itu memungkinkan, maka masih saja sulit dianggap suci. Sebab setelah dicuci akan dipegang lagi dalam keadaan basah oleh pekerjanya. Jadi akan najis lagi.

b- Akan dipakai lagi untuk memasak yang najis-najis tersebut, jadi akan menjadi najis lagi. 

c- Kalau bagian babinya ada bagian moncongnya, maka tidak mustahil bejana-bejana itu wajib dita'fir terlebih dahulu, yakni dikurapi debu sebelum disiram air kur.

d- Panasnya air tidak berpengaruh bagi kesucian benda-benda yang terkena najis
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 Mei pukul 9:06

Fernando Sonojoyo Ya ustadz doakan aku supaya cepat lepas dari pekerjaan ini dan bekerja pada pekerjaan yang mudah untuk halal
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 Mei pukul 13:53

Fernando Sonojoyo Di tempat mandi ukuran 1x1meter persegi dengan keseluruhan empat dinding nya tinggi sehingga air mandi yg dari lebih satu kur mengalir melalui head shower .
Pertanyaan 
1. Apakah sudah bisa mensucikan jika dinding itu di siram dulu degan air lebih 1 kur
...Lihat Selengkapnya
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 Mei pukul 13:57

Fernando Sonojoyo Karena tempat mandi sifatnya umum bisa orang-orang Hindu atau Budha mandi
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 Mei pukul 16:16

Sinar Agama Fernando Sonojoyo,:

1- Sangat mensucikan. Sebab selain masalah bejana, apalagi yang tidak perlu diperas seperti dinding yang antum tanyakan itu, maka dengan menyiramkan sekali saja air kur, maka sudah menjadi suci, kecuali kalau benda najisnya masih m
enempel di temboknya. 

2- Sekali saja sudah cukup seperti yang sudah diterangkan di atas. Saya saja, kalau mandi di pemandian umum, sekalipun di tengah-tengah masyarakat muslim, tetap menyiram keliling dulu tembok-temboknya dengan air kur. Sebab saya tahu budaya mereka suka kencing berdiri dan tidak di klosetnya.

Semoga antum dimudahkan untuk melakukan taqwa dan juga mendapatkan perkejaan yang lebih besar hasilnya, lebih berkah dan lebih mudah untuk menjalankan ketaqwaan (fiqih), amin.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas24 Mei pukul 9:25Telah disunting

Fernando Sonojoyo Amin ya rob.....Ustadz , perusahaan ini kan berjalan di bidang hotel yg jelas jelas menjual minuman juga makanan makanan haram .
Pertanyaan nya 
1. Apakah gaji yg saya terima ini halal sifatnya.

2. Dan tamu tamu nya juga kan dari Inggris jelas mereka sangat gemar yg haram haram. Apakah masih bisa uang gaji saya yg hasil bekerja ini di sebut halal.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas24 Mei pukul 17:01

Sinar Agama Fernando Sonojoyo, :

1-2- Kalau pekerjaan antum dari sisi pekerjaannya halal, misalnya sebagai tukang bersih-bersih atau satpam dan semacamnya yang tidak berurusan dengan maksiatnya secara langsung, dan pendapatan perusahaan itu banyak halalnya, seper
ti penyewaan tempat penginapannya itu, maka bayaran antum itu diperkirakan kuat masih halal. Karena antum bekerja di bagian halal dan sudah tentu secara logikanya dibayar dari bagian halal tersebut. 

Misalnya di bagian kebersihan. Ketika hotel itu dibuat pembukuan modalnya, kan pasti ditulis semua pengeluarannya, termasuk listrik, tenaga kerja pembersih dan semacamnya. Dari semua hitungan itu, nanti kan perusahaan menjual produksinya yang berupa penyewaan hotel tersebut. Jadi, dalam pandangan normalnya adalah si pembersih itu sudah dijatahi sendiri sebagai pembersih dari pendapatan yang akan dihasilkan dari penyewa. Jadi, sangat mungkin uangnya juga halal di samping pekerjaannya halal. 

Beda dengan kerja di bank walau sebagai pembersih yang halal dilihat dari sisi pekerjaannya. Tapi dilihat dari sisi bayarannya, maka bisa dihukumi haram sebab akan dibayar dari penghasilan bank yang memungut hasil dari riba yang dijalankannya.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas25 Mei pukul 12:54

Fernando Sonojoyo Alhamdulillah ustadz atas pencerahannya . semoga ustadz selalu di cintai Rahbar dan Imam Mahdi as.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas25 Mei pukul 14:57



Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1263492963764158



0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.