Tuesday, August 16, 2016

on Leave a Comment

Apakah didalam ajaran Islam khususnya syiah ada namanya Ilmu Mata Batin atau indra ke enam? kalau ada bolehkah mempelajarinya?

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/982640891849368


Salam ustad,semoga selalu berada dalam ridaNYa dan sehat slalu,afwan ingin bertanya ,
Apakah ada didalam islam(khususnya syiah) yg namanya mata batin atau indara keenam
2.Jika ada, apakah seorang muslim boleh mempelajarinya,jika memang itu ada ilmunya.? Mengingat kebanyakan ustad bisa melihat mahluk ghaib dengan menguasai ilmu mata batin,juga fenomena dimasyarakat yg banyak ingin menguasai ilmu mata batin.
Syukron ustad.wassalam
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- :

a- Apa yang ada dalam dunia ini, pasti ada juga dalam pandangan agama, baik Syi'ah atau yang lainnya.

b- Yang ada di dunia, jelas tidak akan diingkari agama. Tapi dari sisi keberadaannya, bukan kebolehan dan kehalalannya, bukan dari sisi kebenaran dan kebatilan atau kekhurafatannya.

c- Yang ada di dunia, seperti kita manusia, kambing, babi, doa, sihir, shalat, tidak shalat, kawin, zina, kawin dengan lawan jenis, kawin sesama jenis, kawin satu, kawin lebih dari satu, hantu, jin, malaikat, kesurupan, taqwa, fasiq, jujur, dusta, kerja, mencuri, ikan, air, batu, permata, dan apa saja yang ada di alam ini, baik yang natural atau hasil buah karya manusia.

d- Salah satu yang ada di dunia ini adalah melihat benda-benda ghaib, yakni yang tidak biasa dilihat mata secara lahiriah. Untuk masalah ini, mungkin bisa diisyarahi (dibahas secara ringkas) seperti:

d-1- Yang dilihat itu, bisa salah dan bisa juga benar. Maksud salah dan benarnya di sini adalah dari sisi terjadi secara sesungguhnya atau tidak terjadi secara sungguh-sungguh.

d-2- Yang dimaksud terjadi dengan sesungguhnya, adalah apa yang dilihatnya benar-benar seperti yang diyakini dan didakwakannya, misalnya melihat hantu, ilmu hitam, jin, dan semacamnya.

d-3- Yang dimaksud terjadi tidak secara hakiki adalah yang tidak seperti yang diyakini dan didakwakannya. Misalnya merasa melihat hantu, tapi sebenarnya melihat khayalannya sendiri. Dalam hal ini seingatku, saya sudah sering menjelaskan seperti yang dikatakan Mulla Shadra ra, bahwa ruh kalau sampai pada tingkatan yakin, maka bisa memberikan efek sekalipun pada benda-benda materi. Salah satu dari bentuk pemberian efek atau akibat itu adalah pewujudan sesuatu yang diyakini seratus persen sebagai keberadaan. Seperti orang yang yakinnya seratus persen akan adanya hantu di suatu tempat tertentu dan di waktu tertentu, maka dia dapat dipastikan akan melihat hantu yang dia yakini itu.

d-4- Melihat benda-benda ghaib (tidak kasat mata atau bukan materi umum/padat), bisa terjadi dalam berbagai sebab:

d-4-a- Terjadi secara natural, tanpa sengaja, tanpa takut, tanpa pikiran sebelumnya dan semacamnya. Dalah hal ini, sangat mungkin bahwa yang dilihatnya itu benar adanya.

d-4-b- Terjadi secara kebetulan, tanpa sengaja, tanpa takut, tanpa pikiran sebelumnya, tapi secara kebetulan berada dalam suatu kondisi tertentu hingga dapat melihat yang disebut benda halus itu. Misalnya, ditunjuki Nabi saww, Imam Makshum as, tukang sihir, dukun dan semacamnya.

d-4-c- Terjadi secara sengaja dan ikhtiar dari yang melihat. Yang seperti ini, bisa dilihat dari beberapa sisi:

d-4-c-1- Mengggunakan wirid dari Nama-nama Tuhan, ayat Qur an, doa-doa yang ada dalam kitab-kitab doa dan semacamnya. Ringkasnya yang diambil dari Islam walau setidaknya dalam anggapan saja.

d-4-c-2- Menggunakan mantra-mantra (baca: yang tidak bersumber dari agama Islam), tapa, semedi, konsentrasi, pernafasan dan semacamnya yang tidak diambil dari Islam.

Sinar Agama .

e- Salah satu yang juga disebut mata batin dan termasuk keberadaan, adalah melihat diri sendiri dan apa saja yang di balik materi dengan penglihatan akal, hati dan rasa/kehadiran-jiwa. Kasarnya melihat hakikat manusianya diri sendiri atau orang lain.

Hakikat manusia jelas bukan materi sebab hakikat manusia adalah jati diri sebenarnya yaitu yang terbentuk dan terlahir setelah kelahiran pertama yang disebabkan genitika, yaitu kelahiran yang disebabkan karesteriktik manusia yang dihasilkan dari ikhtiar dan perbuatan dirinya, baik perbuatan batin seperti ilmu, cinta, iman, taqwa, tawadhu', rajin, bodoh (baca: tidak ikut yang argumentatif), sombong, keras kepala dan sebagainya, atau baik perbuatan lahir, seperti pewujudan taqwa dalam kehidupan, menjauhi maksiat, bermaksiat, dan semacamnya.

2-:

a- Dengan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa melihat benda halus itu nyata dari sisi keberadaannya. Dan terjadinya bisa dengan berbagai keadaan dan kondisi, baik sengaja atau tidak, baik sesungguhnya atau palsu, baik hak/benar atau batil/salah sebagaimana sudah dijelaskan di atas.

b- Tujuan diturunkannya Islam kepada manusia dan diciptakannya akal untuknya, begitu pula tujuan diturunkannya agama-agama dan para nabi/rasul sebelumnya, adalah untuk mengangkat harakat manusia ke derajat yang sudah dicanangkan Tuhan (liya'buduun/menaati), yaitu derajat kesempurnaan secara hakiki yang diistilahkan dengan Insan Kamil yang mana derajat ini merupakan derajat yang luar biasa kemuliaannya hingga menjadi sujudan para malaikat sebagaimana diterapkan pada nabi Adam as pada awal penciptaan manusia.

c- Kemuliaan manusia itu, sebagaimana sudah sering saya jelaskan, adalah kedudukan tanpa kepemilikan apa-apa walau kerajaan langit dan bumi ada di tangannya sekalipun. Karena mulia di hadapan Yang Maha Tidak Terbatas, adalah menerima konsekuensi keMahaTidakTerbatasanNya itu, yaitu menerima keyataan dirinya di hadapanNya, yaitu tidak memiliki apa-apa dan papa secara mutlak.

Jadi, sekalipun Insan Kamil ini pejuang yang paling terdepan dalam kehidupan pribadi, keluarga, sosial, budaya, dakwah dan politik atau kadang ketentaraan dan peperangan, akan tetapi di dalam hati dan akalnya, tidak merasakan apapun kepemilikan kecuali kepapaan dan ketergantungan mutlak kepadaNya. Jadi, dalam hakikat dan kenyataan ikhtiarnya, sekaligus dia tidak merasakan memiliki apapun. Karena semua yang dimilikinya tidak lain adalah milikNya.

Ingat, hal ini jangan diartikan diterminisme atau jabariah, sebab di sini tetap dengan ikhtiar yang gigih sesuai dengan keyakinannya dan sesuai dengan perintahkanNya. Beda dengan jabariah yang meyakini bahwa semua perbuatannya telah ditentukan Tuhan sejak sebelum dunia ini dicipta.

Sinar Agama .

d- Kalaulah kita, yang merupakan bagian dari manusia, tidak bisa mencapai derajat tinggi kemakhlukan yaitu ketidakpemilikian apapun secara mutlak (tentu dalam usaha tertinggi dalam segala bidang, bukan pemalas sembari mengaku sebagai pesuluk), akan setidaknya mesti berusaha terus menerus. Paling tidak menghormati tujuan itu sebagai tujuan manusia, menghormati pencapainya, mengagumi pencapainya, mengidamkannya, mengidolakannya, berusaha mencontohnya, mentawassulinya, mendambanya, menyintainya dan semacamnya.

e- Saya sudah sering menjelaskan bahwa mencapai Insan Kamil itu yakni "Peniadaan Diri" itu (fanaa') mesti dimulai dari dasar, yaitu:

e-1- Peniadaan hawa nafsunya atau keinginan rendahnya yang sampai ke tingkat dosa, yaitu keinginan berbuat maksiat dan melanggar hukum/fiqih Tuhan. Karena bagaimana mau dikatakan suluk kepada Allah, cinta kepada Allah dan semacamnya, kalau melanggar perintah-perintahNya? Jadi, paling dasarnya suluk itu adalah meniadakan Hawa Nafsunya sendiri. Dalam bahasa lain saya sering mengatakan "Menjahuhi haram", baik melakukan haram atau meninggalkan yang wajib.

Menjauhi haram ini, mesti dilakukan dengan batin dan lahir. Batinnya tidak menyukai dan lahirnya menjauhi.

e-2- Peniadaan hawa nafsunya yang tidak sampai ke tingkat dosa tapi tidak disukai agama, yaitu keinginan berbuat makruh. Sebab bagaimana mungkin seseorang mau menjadi hamba Tuhan, kalau masi mengerjakan apa-apa yang Dia tidak sukai walau tidak sampai ke tingkat haram dan dosa?

Dalam bahasa lain saya sering mengatakan dengan "Menjauhi makruh". Menjauhi makruh ini mesti dengan batin dan lahir sebagaimana meninggalkan yang haram di atas.

e-3- Peniadaan hawa nafsunya yang tidak sampai pada tingkat dosa dan makruh, sekalipun bahkan disukai Tuhan. Yaitu menghindari yang mubah dan halal. Mengapa harus meninggalkan hal-hal yang halal dan disukai Tuhan? Sebab mana mungkin seseorang dikatakan cinta Tuhan kalau masih menyukai yang lainNya sekalipun disukaiNya.

Dalam bahasa lain saya sering mengatakan dengan "Menjauhi yang halal". Menjauhi yang halal ini, hanya dengan batin/hati dan tidak dengan badan. Sebab tanpa yang halal ini manusia tidak bisa hidup walau beberapa menit, misalnya tanpa udara (begitu pula tanpa makan dan minum).

e-4- Peniadaan hawa nafsunya yang tidak sampai ke tingkat haram dan makruh, dan bahkan bukan hanya mubah dan disukai Tuhan dalam tingkatan mubah ini, akan tetapi di tingkatan yang disukai Tuhan dalam tingkatan yang lebih tinggi, seperti pahala, derajat karamat, surga dan semacamnya. Karena bagaimana mungkin bisa dikatakan menyukai dan menyintai Tuhan kalau di hatinya masih ada kesukaan pada selainNya sekalipun terlihat dalam agama sangat dirangsang untuk menyukainya seperti pahala, surga dan semacamnya.

e-5- Peniadaan dirinya sendiri yang sudah mencapai semua peniadaan-peniadaan di atas. Inilah maqam Fanaa' itu. Karena bagaimana mungkin dikatakan menyukai dan menyintai Allah serta mengimaniNya sebagai Tidak Terbatas, sementara masih menyukai dirinya dan meyakini keberadaan dirinya dimana akan menkonsekuensikan pembatasan pada keTidakterbatasanNya?

Sinar Agama .

f- Catatan Bagi Tingakatan-tingkatan di Atas:

f-1- Semua tingkatan di atas itu, dari sejak kewajiban menjauhi maksiat, makruh dan bahkan halal dan karamat/pahala/surga dan seterusnya itu, terdapat keterangan dan perintahnya di dalam ayat dan riwayat. Bagi yang ingin mempelajarinya lebih jauh, bisa merujuk pada catatan-catatan sebelum tentang Suluk atau Wahdatulwujud (yang sudah sampai belasan catatan itu).

f-2- Karena itulah Tuhan mengatakan dalam Qur an (QS: 39:55):

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

"Dan ikutilah apa-apa yang terbaik dari apa-apa yang telah diturunkan kepada kalian sebelum kalian didatangi adzab secara serta merta merta."

Yakni:

"Dan ikutilah ayat-ayat yang terbaik dari ayat-ayat yang telah diturunkan kepada kalian ...."

Jadi, sekalipun menggapai dunia halal, pahala dan surga itu ada ayatnya, akan tetapi juga ada ayat yang memerintahkan untuk tidak melakukan apapun selain benar-benar karena Allah, yakni tidak untuk apapun pahala, surga atau dirinya sendiri. Misalnya:

- QS: 18:28:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap WajahNya, dan janganlah kedua matamu beraling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan/keindahan dunia ini, dan jangalah kau mengiuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari menginati Kami, serta mernuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."

- QS: 28:88:

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ

"Semuanya binasa selain WajahNya."

Catatan Kedua Ayat di Atas:

--- Di ayat pertama dinyatakan dengan jelas bahwa ada orang-orang yang tidak mengharap selain WajahNya belaka.

--- Di ayat itu juga dikatakan bahwa kita diperintahkan untuk memperhatikan mereka para pencari Wajah Tuhan itu dan juga diperintahkan untuk bersama mereka, serta jangan sampai keindahan dunia ini memalingkan kita dari mereka dan dari kebersamaan dengan mereka.

--- Di ayat itu juga dikatakan bahwa kita tidak boleh memperhatikan dunia dan keindahannya. Di sini, tidak dikatakan dunia haram. Jadi, bisa masuk juga apa saja yang indah sekalipun halal dan disukai Tuhan di derajat halal ini sebagaimana maklum.

--- Di ayat ke dua menjelaskan tentang hakikat Wajah Tuhan yang secara langsung pula menjelaskan hakikat selainNya. Yaitu bahwa selainNya adalah hancur/binasa sementara WajahNya tidak binasa.

--- Dengan memperhatikan makna selain Tuhan, yaitu yang binasa itu, maka sudah pasti akal dan agama (ayat ini) akan memerintahkan untuk tidak mengejar yang hancur atau binasa. Sementara yang binasa adalah selainNya. Karena itu, maka ayat ini menganjurkan untuk mencari Tuhan saja dan bukan selainNya.

--- Tentu saja, Wajah dan ketidakbinasaanNya, begitu pula kebinasaan dari selainNya itu, memiliki berbagai makna. Ada yang maknanya binasa alias hancur dan lenyap, ada yang bermakna kebergantungan mutlak seperti ketergantungan pijaran/sinar lampu listrik kepada arus listrik/setrum-nya.

--- Kalau kita melihat cahaya lampu itu sebagai cahaya yang ada walaupun bergantung pada arus listrik atau setrumnya, maka yang demikian ini masih dalam kategori sebab-akibat dan, sudah tentu tidak masuk dalam kategori binasa. Tapi kalau sudah menatap pijaran atau sinar lampu itu sebagai tajalli atau manifestasi dari arus listrinya, dan yang diperhatikan hanya dan hanya arus listriknya, maka cahaya lampu itu akan menjadi wajah dari arus listriknya. Jadi, fungsi cahaya lampu itu hanya sebagai penyadar pada arus listrinya. Panyadar dan alat fokus pada arus listrik itulah yang dikatakan Wajah, yakni alat pemerhati identitas arusnya.

Begitu pula dengan selain Tuhan. Kalau dilihat sebagai akibat dan makhlukNya, maka hal ini masih dalam kategori sebab-akibat dan belum binasa. Tapi kalau dijadikan alat semata, penyadar semata dan alat pemerhati saja, bagi Tuhan, maka selainNya sudah difungsikan sebagai WajahNya. Di sinilah selainNya telah menjadi binasa sebagaimana yang dikatakan ayat ke dua di atas itu.

--- Intinya, semua tingkatan di atas itu, ada ayat dan riwayatnya. Dan karena itulah dapat dipahami bahwa perintah Tuhan itu memeiliki gradasi dan tingkatan.

--- Kebergradasian dan kebertingkatan perintah Tuhan itu, disebabkan karena Tuhan tidak ingin membatasi rahmatNya pada yang tertinggi saja atau yang terendah saja. Jadi, apa saja tingkatan selain neraka, merupakan perintah Tuhan, apakah pahala dan surga, apakah di surga kelas paling bawah atau paling tinggi atau pertengahan dimana terdapat jutaan tingkatan di dalamnya, apakah surga mukminin atau surga muqarrabin, dan semacamnya.

Karena itulah banyak ayat yang memerintahkan pada kemuliaan paling bawah seperti pahala dan surga mukminin yang menawarkan kenikmatan seperti bidadari, makanan dan minuman dan semacamnya, tapi ada juga yang memerintahkan pada kemuliaan yang lebih tinggi seperti Surga Tuhan (QS: 89:30: "Dan masuklah ke dalam surgaKu") atau bahkan kepada yang sangat tinggi yaitu yang tidak menyenangi apapun selain DiriNya saja sebagaimana maklum.
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

g- Jawaban Soal:

Dengan semua penjelasan di atas, maka dapat dipastikan bahwa:

a- Sekalipun mencari kekuatan mata batin itu dilakukan dengan cara halal sekalipun, seperti bertawassul dengan dzikir, Qur an, dan semacamnya yang dibolehkan agama, maka tetap saja hal itu bukan sesuatu yang disasar atau dituju oleh penciptaan akal dan penurunan agama dari sisi Allah swt. Sebab apa bedanya melihat yang benda padat dan benda tidak padat atau bahkan benda ghaib atau non materi? Bukankah sama-sama sebagai bukan Tuhan? Lalu buat dicari dan menyusahkan diri untuk hal yang fungsinya sama saja dengan melihat materi?

b- Kalau dengan cara yang tidak Islami seperti mantra, atau dzikir dan Qur an serta tawassul akan tetapi tidak dengan cara yang benar, maka selain sia-sia seperti di atas, juga telah masuk ke dalam yang haram. Karena itu mesti dihindari.

c- Cara yang benar itu bisa digambarkan dengan beberapa hal, seperti:

c-a- Adanya ayat atau riwayat yang mengajarkan penguatan mata batin tersebut. Tentu keberadaannya mesti dicari dalam ayat atau riwayat dengan teliti dan dipahami dengan benar. Kalau ada, maka bisa dipakai.

c-b- Tidak adanya ajaran dari ayat dan riwayat secara khusus, akan tetapi tidak ada pula larangannya atau bahkan ada ajaran dari agama yang bersifat umum seperti dianjurkannya bertawassul untuk mencapai hajat-hajat yang halal atau setidaknya yang tidak diharamkan bagi manusia, yang bisa digunakan untuk menggapai kekuatan batin tertentu seperti menguatkan mata batinnya untuk melihat benda-benda ghaib.

d- Apapun itu, yakni anggap dibolehkan oleh agama, maka jelas bukan sebagai hal yang mulia dengan berbagai alasan di atas. Bahkan para urafa' mengkategorikan hal tersebut sebagai permainan dunia. Karena itulah para pencari kesaktian dan bahkan pencari karamah itu dijuluki dengan Murtaadhiin atau "Tukang olah raga batin", bukan ahli suluk dan pencinta Allah swt secara hakiki.

Dikatakan permainan karena tidak mencari yang hakiki yang tidak bisa hilang. Permainan karena telah menukar Tuhan dengan tuhan (kepentingan, apapun bentuknya), apapun dia dan seberapapun menariknya serta sehalal apapun kenyataannya.

e- Semua itu kalau mata batin tersebut dimaksudkan dengan yang seperti antum tanyakan, yaitu melihat makhluk yang tidak bisa dilihat dengan mata kasar. Tapi kalau maksudnya adalah "Ketajaman melihat diri dan hakikat manusia dengan ilmu agama dan ilmu hakikat serta dengan ketaqwaaan yang tinggi demi mencapai hakikat imannya yang mengimani Tuhan Maha Tidak Terbatas, maka hal ini tidak tercela. Karena tujuannya adalah mencapai iman dan kasyaf terhadap keTidakTerbatasanNya.

f- Tambahan:

f-1- Banyak orang terutama Wahabi, yang mengira para pesuluk itu sebagai kelompok yang mengharamkan apa-apa yang dihalalkan Tuhan seperti yang difirmankan di dalam QS: 7: 32-33:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (32) قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan keindahan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulalah yang mengharamkan) rejeki yang baik?' Katakanlah: 'Semuanya itu (disediakan) untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, secara murni (tanpa kekurangan dan kerusakan, untuk mereka saja) di hari kiamat'. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. Katakanlah: 'Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (mengharamkan), mempersekutukan Allah dengan suatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.'."

f-2- Tentu saja, selain masalahnya sudah jelas tentang menjauhi yang halal dan indah yang diciptakan Allah sebagaimana sudah dijelaskan di atas, juga, para nabi as, rasul as, imam makhsum as dan para urafa' dan auliya', tidak mengharamkan semua itu. Mereka hanya mengajarkan untuk tidak menyukai dan apalagi menyintainya. Karena hati manusia hanya satu, yaitu untuk menyintai Allah swt sebagaimana Tuhan berfirman dalam QS: 33:4:

مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ

"Allah tidak mencipta dua hati dalam satu tenggorokan manusia."

Jadi, janganlah ikut orang-orang yang sok menyeru kepada Qur an dan hukum Tuhan sementara dia sama sekali tidak mengerti apa itu Qur an dan derajatnya, dan tidak mengeri apa itu hukum Tuhan dan gradasinya.

Semoga kita semua selalu dalam hidayah, ampunan dan ridhaNya, amin. Wassalam.
Lihat Terjemahan

اهلولبايت مازلوم Amin ya robbal alamin, syukron ustad atas ilmunya. Wassalamualaikum




0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.