Tuesday, August 16, 2016

on Leave a Comment

Saya membaca buku. Dlm buku itu mrnjelaskan sewaktu Imam Hasan as dan Imam Husain as kecil. Mereka pernah melihat seorang kakek yang sedang berwudu, tp wudunya salah. Apakah di jaman nabi para muslimin tidak memperhatikan fikih?

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/981636765283114


Salam ustd. Semoga dalam keadaan sehat. Maaf mau bertanya. Sy membaca buku. Dlm buku itu mrnjelaskan sewaktu imam hasan as dan imam husain as kecil. Mereka pernah melihat seorang kakek yang sedang berwudu, tp wudunya salah. Apakah di jaman nabi para muslimin tidak memperhatikan fikih?2. Dan apakah pada jaman itu nabi saww tidak mengajarkan fikih ke khalayak umum?3.mohon rabaannya kenapa pada jaman nabi saww masih hidup banyak muslimin yang bisa menjangkau beliau melakukan kesalahan dalam berdikih? Trims
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Muslimin di jaman Nabi saww beragam bentuknya, ada yang munafik, ada yang imannya tidak tinggi dan sering lari dari medan pertempuran yang jelas dimurka Tuhan, tidak pandai, pandai, pandai dan taqwa, pandai dan masih maksiat dan semacamnya dan semacamnya. Persis seperti di jaman sekarang ini.

Ada lagi muslim yang sudah belajar tapi salah, baik yang salah itu ilmunya, atau pengucapan dalam mengajarnya atau pemahaman dalam belajarnya.

Ada juga yang baru masuk Islam dan semacamnya yang barangkali masih dalam masa peralihan dan belum serius pada fiqihnya. Walhasil banyak sekali ragamnya.

2- Nabi saww jelas mengajar pada umum, tapi umumnya apakah selalu bersama Nabi saww? Apalagi yang berada di luar kota. Karena itulah maka Qur an mengatakan untuk tidak pergi perang semua karena sebagian wajib belajar lalu mengajar kepada kaumnya kalau sudah menyelesaikan pelajarannya. Lihat di QS: 9:122:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberaa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."

Jadi sejak jaman Nabi saww sudah ada sekolah agama dan yang lainnya tentunya. Karena setiap keahlian perlu berguru kepada ahlinya.

Dengan demikian, maka masalah pemahaman Islam itu sama sekali tidak merata. Tergantung sering tidaknya bertemu Nabi saww, sering tidaknya bertanya, sering tidaknya mendengar pengajaran Nabi saww, dekat tidaknya dengan beliau saww, satu kota tidaknya dengan beliau saww, lama tidaknya masuk Islamnya, tinggi tidaknya imannya, tinggi tidaknya taqwanya dan seterusnya dan seterusnya. Karena itulah maka kalau tidak ada makshum, maka habislah agama ini. Allah swt sendiri berfirman dalam QS: 5:67:

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ

"Wahai Rasul, sampaikan apa-apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (tentang imamah) dan kalau kamu tidak menyampaikan maka kamu sama dengan tidak menyampaikan agamaNya, sementara Allah menjagamu dari manusia."

Mengapa kalau tidak menyampaikan imamah yang dikhawatirkan Nabi saww untuk disampaikan itu, dikatakan berarti tidak menyampaikan agama? Padahal kan imamah itu hanya bagian dari ajaran agama?

Jawabnya: Karena kalau Nabi saww tidak menyampaikan pemimpin makshum setelah beliau saww wafat, maka agama akan dipimpin oleh yang tidak makshum. Kalau sudah demikian, maka di samping berbagai tingkatan shahabat Nabi saww seperti yang sudah dijelaskan di atas, juga akan menjadikan yang tidak makshum (tidak lengkap ilmu dan tidak benar seratus persen tentang ilmu dan amal agamanya) sebagai pemimpin. Kalau sudah demikian, maka Islam jalan lurus yang suci itu akan menjadi hancur dari dasar. Karena Islam yang akan diajarkan dan akan diamalkan serta dipimpinkan oleh pemimpin yang tidak makshum, adalah Islam yang relatif dan tidak ada jaminan sama sekali, dan justru jaminan ketidak pastiannya yang ada dan jaminan ketidaklengkapannya yang ada.

Jadi, tidak menyampaikan imamah yang makshum sama dengan tidak menyampaikan agama walau Nabi saww seumur hidupnya tidak pernah berhenti menyampaikan agama. Hal itu karena yang disampaikan beliau saww itu, selain sudah dipahami secara sangat relatif dan juga diamalkan secara sangat relatif pula (hingga karenanya tidak mencapai makshum bahkan masih melakukan pelanggaran seperti lari dari peperangan), juga akan diterapkan dalam bentuk keralatifannya itu. Ini jelas akan menghancurkan Islam hakiki yang makshum yang jalan lurus atau shiratu al-mustaqim itu.

3- Sudah dijawab di jawaban sebelumnya.
Lihat Terjemahan

Raihana Ambar Arifin Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad.

Raihana Ambar Arifin terimakasih penjelasannya ustd

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.