Thursday, May 5, 2016

on Leave a Comment

Seorang perempuan hamil olehsi A kemudian A melarikan diri, perempuan menikah dengan si B bagaimana hukum perwalian anak tersebut?

Link : https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/985674031482503


Salam.
Ada perempuan yg hamil dg seorang laki2, sebut saja "Laki A", yg setelah menghamili kemudian melarikan diri. Saat hamil, si perempuan menikah dg laki2 lain, sebut saja "Laki B". Akhirnya perempuan itu melahirkan anak perempuan hasil hubungan dg Laki A. Anak perempuannya sekarang menganggap Laki B sebagai ayahnya. Yg jadi pertanyaan adalah:
a. Kapankah saat yg tepat untuk menceritakan riwayat yg sebenarnya tentang ayahnya yg asli kpd si anak?
b. Jika kelak si anak mau menikah, apakah harus mencari Laki A sebagai ayah biologisnya utk jadi wali nikah? Jika YA, maka sejauh mana langkah yg harus ditempuh? Karena setelah beberapa tahun Laki A tersebut tidak juga diketahui keberadaannya. Bagaimana jika pada akhirnya tetap tidak bisa menemukannya?
Jika TIDAK, maka siapakah yang bisa menjadi wali nikahnya?
c. Apa hak dan kewajiban antara Laki B sebagai ayahnya saat ini dg si anak perempuan tsb, yg berbeda dg ayah dan anak yg biasanya?
Trims ust Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

a- Saya pikir kalau sudah mampu berfikir baik dan dewasa.

b- Saya sudah sering menjelaskan bahwa ayah biologis itu adalah ayah sebenarnya dan semua hukum Islam antara anak dan ayah, tetap ada selain masalah waris dimana tidak ada saling waris. Karena itu ijin wali itu adalah hak ayah biologis dan/atau kakek dari arah ayah biologisnya itu. Tapi kalau tidak ketahuan tempatnya hingga tidak memungkinkan untuk meminta ijinnya, maka hak kewaliannya sudah tidak berlaku lagi.

Ingat, menjadi wali itu yang wajibnya hanya masalah ijin kawin, bukan mengawinkan dan bukan pula hadir dalam perkawinan walaupun bisa saja mengawinkan dan hadir dalam perkawinan. Karena itu, anjuran saya cukup minta ijin saja dan tidak perlu hadir dalam perkawinannya supaya tidak membuat perasaan yang menyebabkan maksiat itu muncul kembali dan apalagi efek-efek lainnya seperti keemburuan dan pertengkaran yang akan merusak suasana perkawinannya,

Tentu saja, kalau memang bisa menghubungi ayah biologisnya (yang juga ayah syariatnya selain masalah pewarisan sebagaimana maklum), maka berbahasalah dengan bahasa yang baik. Yakni cukup minta ijin untuk kawin dengan pilihannya ketika masa perkawinan itu sudah tiba (kalau bisa hindari menyinggung harinya supaya tidak sampai perlu menolak kedatangannya).

Tapi kalau ayah biogisnya itu tidak mengijinkan kawin kecuali dengan kehadirannya, maka diharapkan anggota keluarga yang ada mengerti akan hal itu demi kebahagiaan anaknya yang mau kawin dan hendaknya pula si ibu jangan sampai bertemu dengannya dalam kondisi apapun di perkawinan itu atau di luar masa perkawinan anaknya itu. Hal ini demi menjaga efek-efek buruk yang bisa muncul. Karena syaithan itu sangat pandai bertipu daya.

c- Mengasihinya, menyintainya, melindunginya dari segala keburukan moral dengan memberikan pengajaran agama yang baik dan membimbing pengamalannya dengan baik pula. Karena dia adalah anak istrinya, maka sudah selayaknya memberikan nafkah hidup sebagaimana umumnya. Memang kewajiban aslinya dalam nafkah ini adalah ayah biologisnya, tapi karena tidak mau bertanggung jawab dan juga tidak ketahuan juntrungannya (rimbanya), maka saya pahami tanggung jawab ayah tirinya secara tidak langsung. Karena kewajiban nafkah anak itu ada di pundak ibunya dan ibunya dalam tanggungan ayah tirinya dimana salah satu biaya hidup istrinya itu adalah menafkahi anaknya. Karena itu, saya memahami bahwa secara tidak langsung tanggung jawab anaknya itu adalah tanggungan ayah tirinya. Tentu saja kalau ibunya tidak punya harta pribadi yang cukup, tidak bekerja (dengan ijin suaminya yang sekarang), tidak mampu dan semacamnya. Tapi kalau ibunya mampu maka nafkah anaknya ada di pundaknya.

Hendy Laisa salam, afwan.... terkait poin b, apakah ada batasan waktu yg berlaku utk mencari ayah wali biologis jika ayah wali biologis si anak sulit ditemukan dikarenakan kondisi serta situasi? trims Ustadz Sinar Agama....
SukaBalas22 April pukul 1:32

Sinar Agama Hendy Laisa, uwwah antum belum tidur pula nih. Tidak ada batas atau ketentuan waktunya dalam mencari. Kalau memang sudah tidak diketahui tempatnya dan tidak bisa dilacak secara uruf/umum, maka sudah cukup. Artinya sudah tidak wajib mencarinya.

Ingat, kewajiban mencari dan meminta ijin walinya itu, yaitu manakala diketahui tempatnya atau bisa dilacak secara umum itu, kalau anaknya belum janda tentunya. Tapi kalau sudah janda, maka sudah tidak wajib lagi.

Ikhwan Abduh nyimak...

Muhammad Nur Arief Allaahumma shalli 'alaa Muhammad wa aali Muhammad

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.