Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=925567077556750&id=207119789401486
Salam. Ustadz mau tanya.
Istiftaat Rahbar :
Buku Fatwa 2 hal. 401.
Istiftaat Rahbar :
Buku Fatwa 2 hal. 401.
SOAL 762:
Jika bank di saat memberi pinjaman kepada kreditir mensyaratkan agar membayar lebih dari yang ia terima. Apakah seorang mukalaf yang akan meminjam berkewajiban untuk meminta izin dari hakim syar‘i atau wakilnya? Bolehkah mengambil hutang dengan cara demikian pada kondisi tidak mendesak (tidak darurat)?
Jika bank di saat memberi pinjaman kepada kreditir mensyaratkan agar membayar lebih dari yang ia terima. Apakah seorang mukalaf yang akan meminjam berkewajiban untuk meminta izin dari hakim syar‘i atau wakilnya? Bolehkah mengambil hutang dengan cara demikian pada kondisi tidak mendesak (tidak darurat)?
Jawab :
Pada dasarnya untuk mendapatkan pinjaman tidak ada syarat adanya izin dari hakim syar‘i, sekalipun pinjaman itu dari bank pemerintah. Secara hukum wadh’i perbuatan itu sah hukumnya, walaupun dianggap sebagai pinjaman riba yang secara hukum taklifi haram hukumnya, baik dengan seorang muslim atau non-muslim dari (bank) pemerintah Islam atau tidak, kecuali pada kondisi yang mengharuskan hal itu (darurat) di mana seseorang boleh untuk melakukan yang haram. Meminjam yang hukumnya haram tidaklah menjadi halal dengan izin hakim syar‘i. Bahkan izinnya tidak memiliki objek apa pun dalam hal ini. Yang bisa dilakukan oleh seorang mukalaf sehingga tidak melakukan yang haram adalah dengan tidak meniatkan pembayaran tambahan, sekalipun dia tahu, bahwa pemberi pinjaman pasti mengambil hal itu darinya. Hukum meminjam yang tidak riba tidaklah khusus pada kondisi darurat saja.
Pada dasarnya untuk mendapatkan pinjaman tidak ada syarat adanya izin dari hakim syar‘i, sekalipun pinjaman itu dari bank pemerintah. Secara hukum wadh’i perbuatan itu sah hukumnya, walaupun dianggap sebagai pinjaman riba yang secara hukum taklifi haram hukumnya, baik dengan seorang muslim atau non-muslim dari (bank) pemerintah Islam atau tidak, kecuali pada kondisi yang mengharuskan hal itu (darurat) di mana seseorang boleh untuk melakukan yang haram. Meminjam yang hukumnya haram tidaklah menjadi halal dengan izin hakim syar‘i. Bahkan izinnya tidak memiliki objek apa pun dalam hal ini. Yang bisa dilakukan oleh seorang mukalaf sehingga tidak melakukan yang haram adalah dengan tidak meniatkan pembayaran tambahan, sekalipun dia tahu, bahwa pemberi pinjaman pasti mengambil hal itu darinya. Hukum meminjam yang tidak riba tidaklah khusus pada kondisi darurat saja.
Pertanyaannya.
1. Apakah berarti dalam kondisi terpaksa, ketika kita meminjam uang dengan bunga, kita bisa meniatkan bunganya itu sebagai hadiah ke pemberi pinjaman (disamping syarat tidak rela ketika bayar bunga dan system bunganya, tidak ada tempat meminjam tanpa bunga) ?
1. Apakah berarti dalam kondisi terpaksa, ketika kita meminjam uang dengan bunga, kita bisa meniatkan bunganya itu sebagai hadiah ke pemberi pinjaman (disamping syarat tidak rela ketika bayar bunga dan system bunganya, tidak ada tempat meminjam tanpa bunga) ?
2. Apa yang dimaksud di kalimat terakhir "Hukum meminjam yang tidak riba tidaklah khusus pada kondisi darurat saja." ?
3. Istiftaat Rahbar.
Riba yang Dibolehkan
Riba yang Dibolehkan
Soal 29 :
Dengan siapa riba dibolehkan?
Jawab :
Hal-hal yamg dibenarkan terkait riba dari orang lain adalah:
1. Antara ayah dan anak
2. Antara suami istri
3. Antara muslim dengan kafir yang bukan kafir dzimmi (yakni bahwa muslim mengambil riba dari orang kafir bukan dzimmi dibenarkan)
Dengan siapa riba dibolehkan?
Jawab :
Hal-hal yamg dibenarkan terkait riba dari orang lain adalah:
1. Antara ayah dan anak
2. Antara suami istri
3. Antara muslim dengan kafir yang bukan kafir dzimmi (yakni bahwa muslim mengambil riba dari orang kafir bukan dzimmi dibenarkan)
Pertanyaannya :
Apakah definisi kafir bukan dzimmi sama dengan kafir harbi ? Apa definisi tepatnya untuk kedua istilah itu ?
Apakah definisi kafir bukan dzimmi sama dengan kafir harbi ? Apa definisi tepatnya untuk kedua istilah itu ?
Syukron Ustadz.
0 comments:
Post a Comment