Friday, May 20, 2016

on Leave a Comment

Penjelasan Jimak yang terjadi ketika seseorang sedang tidur (nyenyak) maka tidak membatalkan puasa. Begitu pula orang yang dipaksa hingga tidak bisa menghindari secara ikhtiarnya (seperti badannya diikat dan dijimakkan dengan seorang wanita) dan begitu pula kalau lupa (seperti lupa makan di waktu puasa).

Link : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=993213647395208&set=a.291191527597427.65592.100001197453719&type=3&theater

Salam.
Saya ragu apakah ust sdh menjelaskan fitnah wahabi ini atau blm.
Kalo belum mohon penjelasannya?
Trims ust Sinar Agama Asri Rasjid
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Untuk masalah ke: 9, tidak fitnah. Ini fatwanya:

(مسألة 9): لا يبطل الصوم بالجماع إذا كان نائما (1) أو كان مكرها بحيث خرج عن اختياره، كما لا يضر إذا كان سهوا (2).

Masalah: 9.
Jimak yang terjadi ketika seseorang sedang tidur (nyenyak) maka tidak membatalkan puasa. Begitu pula orang yang dipaksa hingga tidak bisa menghindari secara ikhtiarnya (seperti badannya diikat dan dijimakkan dengan seorang wanita) dan begitu pula kalau lupa (seperti lupa makan di waktu puasa).

Penjelasan: Hal-hal di atas sengat jelas dan tidak perlu penjelasan tambahan. Sebab jimak yang membatalkan puasa itu adalah jimak yang disengaja, seperti makan minum yang disengaja. Tapi kalau tidak disengaja seperti jimak dalam keadaan tidur nyenyak, atau dipaksa dan/atau lupa, meka jelas tidak akan membatalkan puasa.

2- Untuk masalah ke: 10, juga tidak fitnah. Ini fatwanya:

(مسألة 10): لو قصد التفخيذ مثلا فدخل في أحد الفرجين لم يبطل (3). ولو قصد الادخال في أحدهما فلم يتحقق كان مبطلا، من حيث أنه نوى المفطر (4).

Masalah: 10.

Kalau niatnya hanya bermain-main di paha (tanpa bermaksud ingin mengelurkan mani tentunya) lalu masuk ke dalam salah satu kemaluannya (tanpa sengaja, yaitu ke lubang kemaluan atau dubur), maka puasanya tidak batal. Akan tetapi kalau dari awal berniat memasukkan kemaluannya dalam salah satu kemaluannya itu (kemaluan atau dubur) dan tidak kesampaian (atau tidak terjadi), maka puasanya telah menjadi batal karena sudah berniat membatalkan puasanya.

Penjelasan: Masalah ini juga sebenarnya sangat jelas. Karena yang membatalkan puasa itu bukan bermain-main di paha, tapi memasukkan dengan sengaja kemaluan lelaki ke dalam kemaluan atau dubur wanita. Jadi, kalau dari awal niatnya hanya bermain-main di paha (di fatwa lain dijelaskan bahwa apapun di waktu berpuasa yang permainan dengan istrinya yang menaikkan syahwat seperti memegang istrinya dengan syahwat, memegang bagian-bagian dalam tubuhnya, menciumnya -bukan kecupan yang memasukkan air ludah istrinya ke dalam tenggorokannya- memeluknya, memainkan kemaluannya di paha atau dada istrinya, dan semacamnya, adalah makruh) maka jelas tidak batal puasa sekalipun makruh tentunya.

Sedang kalau niat membatalkan puasa, maka jelas puasanya batal, apakah dengan hanya membatalkan niat puasanya, atau dengan niat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membatalkan puasa seperti jimak atau makan dan minum. Jadi, orang yang berniat makan dan minum atau berniat berjimak atau berniat melakukan apa saja yang membatalkan puasanya, maka dia telah membatalkan niat puasa (baca: kelanjutan puasa). Nah, karena setiap amal tergantung niatnya, maka kalau niatnya sudah diputus untuk lanjut puasa, yakni memutuskan berhenti puasa, maka jelas puasanya menjadi batal.

Dari dua fatwa di atas itu apanya yang aneh?

3- Untuk masalah ke: 11, maka tidak juga fitnah tapi memang rada aneh. Hal ini karena keanehan dari keadaan fisik yang ada. Ini fatwanya:

(مسألة 11): إذا دخل الرجل بالخنثى قبلا لم يبطل صومه، ولا صومها (5)

Masalah: 11.

Kalau lelaki memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan seorang bencong (berkemaluan dua), maka puasanya tidak batal dan begitu pula puasa di bencong.

Penjelasan:

a- Pemasukan kemaluan ke dalam kemaluan bencong ini jelas bukan untuk mengeluarkan mani. Sebab mengeluarkan mani membatalkan puasa karena salah satu yang membatalkan puasa itu adalah mengeluarkan mani dengan sengaja.

b- Jadi, urusan masuk memasukkan kemaluan di fiqih puasa bukan dengan maksud mengeluarkan mani. Karena itu sekalipun tidak ingin mengeluarkan mani, kalau memasukkan kemaluan lelaki ke dalam kemaluan wanita DENGAN SENGAJA, maka puasanya telah batal.

c- Sekarang masalahnya kalau satu orang punya dua kemaluan (bencong hakiki karena fisik dan bukan sekedar psikologi), maka apakah kemaluan wanitanya yang merupakan miliknya yang hakiki atau kemaluan lelakinya. Ini menjadi keraguan. Sebab secara hukum pasti, satu orang hanya dihukumi dalam syari'at untuk mengesyahkan satu kemaluan saja, apakah lelaki saja atau wanita saja. Karena kalau dua identitas, maka akan sulit baginya. Jadi hukum Islam yang menetapkan satu jenis kelamin saja baginya secara hukum syari'at (bukan fisik), hanya demi memudahkannya. Apakah harus pakai hijab, apakah mengawini atau dikawini, berapa warisan yang akan diterimanya dan semacamnya.

d- Nah, ketika kemaluan wanitanya itu diragukan sebagai kemaluan wanita dalam fiqih, maka kalau seseorang lelaki memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluannya itu (bukan duburnya), maka jelas hukum batal dan tidaknya puasanya, menjadi diragukan. Dan karena ada kaidah bahwa kalau meragukan dalam hal hukum yang tidak jelas karena jauhnya dari seorang makshum (seperti Nabi saww dan para Imam Makshum as), maka dibebaskan dari beban hukum. Karena itu ada yang berfatwa tidak membatalkan puasa.

e- Kasarnya, apakah memasukkan kemaluan lelaki pada kemaluan wanita yang memiliki kemaluan lelaki juga itu dihitung oleh syari'at sebagai JIMAK atau bukan. Nah, di sini beliau ra (pengarang kitab yang ditanyakan itu), tidak menganggapnya sebagai jimak, hingga berfatwa tidak membatalkan puasa. Alasannya sudah dijelaskan di atas, yakni karena masalahnya meragukan apakah terhitung sebagai jimak atau main-main seperti main-main di anggota tubuhnya yang lain seperti dadanya, pahanya, tangannya dan seterusnya seperti yang sudah dijelaskan di atas.

f- Ada juga ulama yang menfatwakan batalnya puasa seperti Kaasyifu al-Ghithaa'. Ada juga yang menganggap batal puasanya kalau kemaluan wanitanya itu betul-betul berupa kemaluan wanita dan bukan sekedar lubang saja (afwan). Yakni selain berlubang juga memiliki lubang kencing dan haidh, memiliki rahim dan kandung kehamilan.

Dengan semua penjelasan di atas, apakah masih dikatakan aneh? Wasalam.

Nadi Utomo Wah jelas n terang banget... Sukron Lillah...

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.