Monday, April 18, 2016

on Leave a Comment

Makna hari-hari, dan Nur Muhammad saww sebagai sumber penciptaan alam semesta. dan penjelasan tentang pernyataan Imam Ali al Hadi as "Janganlah anda memusuhi 'hari-hari', karena kalau kau memusuhinya, maka ia akan menjadi musuhmu."

Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=909755269137931&id=207119789401486


Salam,mohon tanggapannya:
Sayyid Ibn Thawus dlm kitabnya yg berjudul Jamal al-Usbu' menyebutkan bhw Ibn Babawaih meriwayatkan sebuah riwayat dari ash-Shaqar Ibn Abi Dalaf bhw suatu hari secara rahasia ia mengunjungi Imam Ali al-Hadi as yg ketika itu sedang dipenjarakan oleh al-Mutawakkil penguasa Abasiyah di zamannya.
Dalam kunjungannya itu ash-Shaqar bertanya tentang hadis NAbi saww yang berbunyi: "Janganlah anda memusuhi 'hari-hari', karena kalau kau memusuhinya, maka ia akan menjadi musuhmu."
Mohon kiranya ustad memberi penjelasan tentang hadis tersebut. afwan.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Kan hadits itu justru menerangkan maksudnya? Mengapa dinukil sebagian kalau memang ingin diketahui?

2- Imam Hadi as justru telah menjawabnya di hadits yang dimaksudkan di atas itu. Ini jawaban beliau as:

فقال: "نعم الأيام نحن ما قامت السماوات و الأرض فالسبت اسم رسول الله ص و الأحد أمير المؤمنين ع و الإثنين الحسن و الحسين ع و الثلاثاء علي بن الحسين و محمد بن علي و جعفر بن محمد ع و الأربعاء موسى بن جعفر و علي بن موسى و محمد بن علي و أنا و الخميس ابني الحسن ع جمال الأسبوع ص : 27و الجمعة ابن ابني و إليه تجتمع عصابة الحق فهذا معنى الأيام فلا تعادوهم في الدنيا فيعادوكم في الآخرة ثم قال ......"

(setelah ditanya oleh Shaqar) Imam Hadi as menjawab:

"Baiklah. Yang dimaksudkan dengan al-ayaam (hari-hari) itu adalah kami (Ahlulbait as) sejak dan selama langit dan bumi ada. Sabtu itu adalah nama Rasulullah, Ahad itu Amirulmukminin as, Senin itu adalah al-Hasan (as) dan al-Husain as, Selasa itu Ali bin al-Husain (as) dan Muhammad bin Ali (as) dan Ja'far bin Muhammad as, Rabu itu adalah Musa bin Ja'far (as) dan Ali bin Musa (as) dan Muhammad bin Ali (as) dan aku sendiri, Kamis itu adalah anakku al-Hasan as, Jum'at itu adalah anaknya anakku yang kepadanya berkumpul orang-orang yang benar (Imam Mahdi as). Inilah maksud dari hari-hari itu. Karena itu janganlah kalian memusuhi mereka hingga kelak mereka akan memusuhi kalian di akhirat."

3- Pemaknaan Imam Hadi as di atas, bisa dikatakan sebagai pemaknaan yang berupa hakikat atau salah satu hakikatnya. Artinya pemaknaan yang tidak hanya bersandar pada lahiriah kalimatnya. Kalau boleh dikatakan maka pemaknaan di atas adalah takwilan dan makna batin serta hakikat dari lahiriah hadits Rasulullah saww yang ditanyakan oleh si al-Shaqar di atas.

4- Pemaknaan Imam Hadi as tentu berdasar pada ilmu yang diberikan Tuhan melalui Nabi saww dan ayah-ayah beliau as yang makshum as (Imam-imam sebelumnya as). Artinya berhubungan dengan alam semesta dimana rahasianya hanya Tuhan yang tahu secara mandiri dan hamba-hamba shalih yang diridhai dan diajariNya.

5- Dalam rahasia alam sehubungan dengan Makshumin as sebagai rahmat baginya (segenap alam), kita tidak bisa menjangkaunya. Misalnya hari Sabtu yang menjadi salah satu nama Ahlulbait pertama, yaitu kanjeng Nabi saww, maka kita sulit atau bahkan tidak mungkin menjangkaunya, kecuali kalau bisa menjadi insan kamil walau kelas-kelas yang tidak terlalu tinggi seperti mereka para Ahlulbait as.

6- Dalam hadits-hadits lain ada penjelasan misalnya bahwa alam ini dicipta dari Nur Ahlulbait as dimana pertamanya satu Cahaya/Sinar yang merupakan tumpuan semua cahaya-cayaha berikutnya yang dikenal dengan Nur Muhammad (saww), lalu terpecah pada Nur Imam Ali as dan seterusnya dan seterusnya sampai tercipta alam semesta agung materi ini dimana terdiri dari jutaan planet.
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

7- Satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa ke-Nur-an dari Ahlulbait as dalam kisah penciptaan itu tidak bermakna Jabariah atau Determinisme dengan mengatakan bahwa Ahlulbait as pasti hebat di muka bumi karena mereka as sudah dicipta sebagai Cahaya sebelum alam ini diciptakan.

Saya juga pernah menerangkan bahwa salah satu sebab mengapa Imam Ali as dijuluki Abu Turaab (ayah tanah) oleh Nabi saww karena bumi dicptakan Tuhan dari cahaya Imam Ali as.

Semua itu jangan lupa pada catatan yang telah menjelaskan bahwa ke-Nur-an mereka dan keterdahuluan mereka as itu bukan pemberian Tuhan tanpa usaha ikhtiari, melainkan dengan ikhtiar mereka as dan ijin Tuhan sebagaimana sudah sering dijelaskan dalam masalah tidak adanya penaqdiran nasib manusia dalam Islam.

Jadi, alam dicipta Tuhan sesuai dengan apa adanya, yaitu Akal-satu sebagai makhluk pertama, lalu Akal-dua, lalu Akal-tiga dan seterusnya sampai ke Akal-akhir (Lauhu al-Mahfuuzh/'Arsy), lalu dari Akal-akhir ke Alam Mitsal atau Barzakh atau Malakuut, lalu ke Alam Materi yang terdiri dari ribuan galaxi dan jutaan planet ini.

Proses penciptaan dari non materi yang paling agung sampai ke Barzakh dan bahkan sampai ke Alam Materi itu dalam istilah dikenal sebagai Kisah Turun/nuzuuli, Proses Turun, Putaran Turun, Proses Bast/pemberian dan semacamnya.

Ketika penciptaan itu sampai ke manusia dimana dengan penciptaan menjadi sempurna lantaran kebisaannya menjadi Khalifah Tuhan yang mewaliki Tuhan untuk mengurusi semua ciptaanNya.

DAN, jangan lupa mengapa hanya manusia yang bisa menjadi khalifahNya sebagaimana sudah sering dijelaskan. Yaitu karena kebisaannya menjagi Zhaluuman (sangat aniaya) dan Jahuulan (sangat bodoh) yang tidak bisa dicapai oleh makhluk manapun, secara ikhtiar (bukan diberi Tuhan seperti memberi derajat yang sesuai pada seluruh malaikat sejak awal penciptaan -determinist).

HANYA manusia yang bisa menjadi KhalifahNya karena dengan ikhtiarnya sendiri bisa mencapai deraja Fanaa' yang berarti Zhalim karena sebelumnya merasa ada, dan sampai pada derajat "tidak tahu apa-apa" tentang Tuhan karena dia sudah memahami dan bahkan mengkasyaf bahwa Tuhan itu Tidak Terbatas hingga karenanya sama sekali tidak akan bisa diketahui dan dikasyafi. Beda dengan malaikat yang ketika mendengan Tuhan mereka mengabarkan kehendakNya untuk mencipta manusia sebagai khalifahNya saja, sudah bertanya ini dan itu atau berkata ini dan itu yang menunjukkan keberatan mereka. Bayangkan kalau manusia, jangankan yang insan kamilnya, kita-kita saja kalau diperdengarkan firmanNya seperti itu, maka sudah sangat bersyukur dan sudah pasti meleleh di hadapanNya, apalagi Insan Kamil.

Nah, saya sudah teramat sering juga menjelaskan proses menjadi Insan Kamil tersebut. Yaitu perjalanan dari Alam Materi ke Alam Barzakh dan Alam Akal sampai ke Akal-satu dan Fanaa'. Di proses naik dengan ikhtiar ini diistilah dengan Kisah Naik/shu'udi, Proses Naik, Putara Naik, Proses Qabdh/qabdhun (penarikan dan pengembalian).

Nah, ketika manusia dengan ikhtiarnya sampai ke Akal-satu dan Fanaa' di sana (serajat itu, bukan sana yang berarti tempat dan materi) sementara manusia juga memiliki badan materi, maka berarti ruh non materinya membentang dari sejak alam materi sampai ke Akal-satu. Karena itulah hanya Insan Kamil yang bisa berhubungan secara langsung dengan seluruh makhluk dalam seluruh tingkatakannya. Beda dengan makhluk lain seperti Akal-satu yang bisanya mengurus langsung hanya pada Akal-dua. Apalagi Akal-dua, sebab bukan hanya bisa mengurusi langsung Akal-tiga, dia malah tidak bisa mengurusi Akal-satu yang berada di posisi sebabnya dan lebih tinggi darinya. Begitu pula dengan makhluk-makhluk lainnya.

Nah (nah yang ke tiga), ketika ruh non materi insan kamil itu dalam Proses Naiknya sampai pada derajat-derajat sebab-sebab di Proses Turun, maka mereka (insan kamil) menyatu dengan para sebab itu. Sebab run manusia itu non materi dan sebab-sebab alam materi di Proses Turun itu juga non materi. Dan karena non materi itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, maka satu tambah satu adalah satu, satu tambah seribu adalah satu sebagaimana sudah sering dijelaskan. Jadi, ketika ruh-ruh non materi insan kamil itu sampai pada derajat sebab seperi Barzakh, maka mereka menyatu di derajat non materi Barzakh tersebut.

Nah (yang ke empat, he he...), ketika insan kami itu sudah menyatu dengan sebab-sebab alam materi itu, maka mereka telah menjadi DAHULU terhadap akibat-akibat yang ada di bawahnya. Kalau sampai pada Barzakh maka mereka LEBIH DAHULU dari alam materi. Dahulu mendahului di sini sudah bukan waktu lagi, tapi dahulu mendahului secara hakikat, karena hakikat sebab lebih dahulu dari hakikat akibatnya.

Nah, (yang ke lima), kalau Tuhan dalam hadits Qudsi mengatakan bahwa Alam Materi ini dicipta dari Nur Ahlulbait as, tidak ada yang aneh. Sebab mereka as sudah sampai pada derajat sebab alam materi secara ikhtiar dimana karenanya telah mendahului alam materi secara hakikat dan bukan secara waktu. Insan Kamil memang dicipta Tuhan dari bumi yang mendahuluinya. Tapi bumi mendahului insan kamil secara jaman dan bukan hakikatnya. Beda dengan ketika manusia menjadi Barzakh dimana menjadi sebab dari bumi itu sendiri.

Jadi, keAbu-Turaban Imam Ali as hanya mewakili keAbu-Turaban Ahlulbait yang lainnya as.

Dengan semua penjelasan ulangan ini maka dapat dikatakan bahwa:

AHLULBAIT as YANG TELAH MENJADI INSAN KAMIL DENGAN IKHTIARNYA ITU, YANG TELAH MENCAPAI AKAL-SATU DAN BAHKAN FANAA' DENGAN IKHTIARNYA ITU, SUDAH TENTU TELAH MENDAHULUI ALAM SEMESTA MATERI INI SECARA IKHTIAR DAN TELAH MENJADI SUMBER BAGI KEBERADAAN ALAM MATERI INI SECARA IKHTIAR PULA. KARENA ITU TIDAK HERAN KALAU DALAM HADITS-HADITS DIKATAKAN BAHWA MEREKA as ADALAH SUMBER DAN RAHMAT BAGI ALAM SEMESTA. OLEH KARENANYA MAKA YANG MEMUSUHI MEREKA as SAMA DENGAN MEMUSUHI SEBAB-SEBABNYA SENDIRI HINGGA KARENANYA DI ALAM BATINNYA ALAM LAHIRIAH INI (yang biasa dikatakan juga AKHIRAT) TELAH MENJADI MUSUH MEREKA as. KARENA YANG MEMUSUHI ITU SENDIRI YANG BERPALING DARI MEREKA as, JADI KEBERMUSUHAN ITU DIBUAT SENDIRI OLEH YANG MEMUSUHI MEREKA as, BUKAN MEREKA as YANG SELALU RAHMAT BAGI SEMUA TERMASUK PARA PEMUSUH ITU.

Sinar Agama .

8- Dengan semua penjelasan ulangan di atas dapat diketahui bahwa teramat banyak rahasia penciptaan yang terdapat pada alam materi ini dan bahkan alam wujud sekalipun bukan materi. Jadi, kalau Imam Hadi as mengatakan bahwa Sabtu itu adalah salah nama kanjeng Nabi saww, maka sudah pasti berhubungan dengan Kisah Turun dan Naiknya alam semesta sebagaimana diterangkan di atas itu.

9- Karena wujud non materi itu tidak ada kebodohan karena seluruhnya Hadhuri, tentu saja selain pada derajat yang di atasnya, maka non materi bisa dikatakan Nur, Ilmu dan semacamnya. Dan ketika dikatakan Nur, maka bisa juga dikatakan terang benderang. Karena itu bisa juga dikatakan HARI. Kalau Imam Hadi as mengatakan bahwa hari Sabtu adalah nama kanjeng Nabi saww, maka sudah pasti ada keberhubungannya dengan beliau saww dalam Kisah Turun dan Naik di atas.

10- Semua itu adalah isyarat pada Makna Batin dari hadits tentang hari-hari di hadits yang ditanyakan itu. Sedang Makna Lahiriahnya adalah jangan putus asa dan menyalahkan putaran hari/jaman. Karena semakin menyalahkan hari/jaman dan tidak instropeksi diri maka pesimistis akan semakin menguasai kejiwaan kita sendiri. Kalau sudah demikian, maka:

a- Kita akan semakin hancur. Karena bukan hanya tidak akan berubah dan terbangun, malainkan semakin terjerumus ke dalam kehancuran dan keputusasaan. Karena itu tidak ada yang akan lebih menderita kecuali diri kita sendiri.

b- Selain masalah di poin (a) itu, maka siapa saja yang melakukan penyalahan hari dan bukan instropeksi itu, maka akan menyalahkan orang lain dan lingkungannya. Kalau sudah demikian, maka hari yakni manusia lain dan lingkungannya juga akan marah dan memeranginya. Itulah salah satu makna lahiriah dan kalau memusuhi hari maka hari itu akan memusuhinya. Wassalam.

Zoey Syukran & trims atas kesediaan menjawab pertanyaannya Ust Sinar Agama

Andika Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad..
SukaBalasBaru saja

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.