Friday, April 8, 2016

on Leave a Comment

Bagaimana adab bertanya dan mencari ilmu sesuai petunjuk para Imam Maksum as?


Link : https://www.facebook.com/sang.pecinta.90/posts/973835469333026

Salam.
Bagaimana adab bertanya dan mencari ilmu sesuai petunjuk para Imam Maksum as?
Trims ust Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Mdj Salam

Sang Pencari yimak

Al - Salam Salaam...???

Andika Salam...

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Baru beberapa menit yang lalu saya memberikan penjelasan hal serupa. Saya akan nukilkan di sini semoga menjadi jawabannya:

Salam dan terimakasih pertanyaannya: Saya tidak bisa mengatakan apa-apa terhadap yang diyakini para ulama dari saudara kita Ahlussunnah di atas. Yang ingin saya tuliskan secara global tentang belajar berikut ini hanya merupakan pengulangan dan rangkuman dari yang sudah sering kita bahas, setidaknya pernah dibahas. Yaitu tentang menuntut ilmu:

1- Niat Belajar:
Niat belajar hanya karena Allah. Yaitu ingin belajar supaya tahu sebelum mengamalkannya dengan ikhlash. Yaitu ingin mengetahui Allah dan agamaNya seperti Nabi saww, para Imam Makshum as, Qur an, Hadits dan apa saja yang menyangkut agamaNya, supaya bisa diamalkan dengan niat tulus yang tiada terbatas, sebab Tuhan itu Maha Suci Tidak Terbatas.

2- Cara Memilih Guru.

a- Dari sisi ilmu: Guru yang harus dicari adalah guru yang ilmunya memang menyambung dengan guru-guru sebelumnya. Dalam arti memang terdidik secara profesional di tempat belajar ilmu dan di tangani guru yang memang mujarrab/hebat, dan lulus dengan baik atau cemerlang (baca: menguasai dengan baik).

Dulu sekali saya sudah pernah menjelaskan di facebook ini bahwa salah satu tafsiran dari makan yang ada di hadits Imam Ali Bin Abi Thaalib as, adalah guru. Beliau as bersabda (nukilan makna):

"Kalau ingin melihat mutu seseorang, maka lihatlah makanannya."

Ayatullah Jawadi hf pernah menjelaskan bahwa makanan ini ada dua bentuk, lahir dan batin: Yang lahir adalah makanan badan dan materi. Kalau ingin tahu mutu seseorang maka lihatlah apakah makanannya halal atau haram (baca juga: syubhat atau tidak). Artinya dari mana ia mendapatkan penghaslinan yang dibuat biaya hidupnya.

Yang batin adalah ilmu yaitu gurunya siapa. Yakni dari mana ia mendapatkan ilmu atau siapa gurunya dan bagaimana ia telah mendapatkannya.

b- Dari sisi amal: Harus yang taqwa. Minimal taqwa di sini adalah tidak melakukan dosa besar dan kecil. Syukur kalau bisa lebih dari itu, apalagi arif yang meninggalkan cinta dunia, yakni dunia halal, karamat dan apa saja selain Allah swt.

c- Dari sisi metode: Sebenarnya yang paling inti adalah yang dua poin di atas itu. Tapi kalau guru hebat di atas banyak pilihan, maka pilihlah yang memiliki metode lebih bagus walau setidaknya menurut dirinya sendiri. Tidak terlalu penting bagus menurut siapa, yang penting adalah bagus dan cocok untuk dirinya. Sebab hal ini merupakan pendukung lancarnya belajar ilmu dan mendapatkannya.

Sinar Agama .

3- Cara Belajar.
Cara belajar di sini, mesti dilihat di tingkatan mana. Ilmu itu banyak bentuknya dan tingkatannya. Kalau di Hauzah/pesantren Ahlulbait as, maka bisa digolong-golongkan secara global seperti berikut ini:

a- Pelajaran Mukaddimah:
Dalam pelajaran mukaddimah ini, diperlukan 4-5 tahun lamanya dan memiliki beberapa pelajaran dan tingkatan:

a-1- Bahasa Arab: Di sini, dalam seluruh tingkatannya, maka seorang murid mestinya hanya mendengarkan yang diterangkan guru dan bertanya kalau ada yang tidak dimengertinya. Ilmu ini adalah ilmu nukilan (bahasa) yang bisa dikatakan tidak ada tempat untuk mengolah akal hangga ada anjuran ini dan itunya, kecuali sedikit saja.

a-2- Logika: Di sini, walaupun mengolah akal, tapi karena baru penataan cara berfikir dan menyelesaikan masalah dalam akal, maka sebaiknya seorang murid hanya mendengar penjelasan guru dan bertanya kalau tidak mengerti. Di sini, tidak terbuka peluang berdebat dan mengisykal atau mempermasalahkan pelajaran seorang guru.

a-3- Akidah: Di sini, walaupun medannya adalah medan mengolah akal dan sama sekali tidak boleh taqlid, namun karena di awal-awal tingkatan belajar, maka sebaiknya lebih banyak mendengar. Kalau tidak paham bisa bertanya tentunya. Dan kalau tidak sepaham setelah bertanya, maka boleh mendebat gurunya. INGAT, karena niat belajarnya dari awal karena Allah, maka debat di sini hanya karena ingin tahu semata dan dengan meyakini dilihat Tuhan selalu hingga karena itu, tidak boleh ada niatan untuk menjatuhkan gurunya, apalagi dirinya yang masih baru belajar. Jangankan baru belajar, biar kelak sudah tinggi sekalipun, tidak boleh sesekali berniat menjatuhkan gurunya baik di depan dirinya atau apalagi di depan murid-murid yang lainnya.

Kebolehan debat di sini, karena setiap orang tidak boleh taqlid atau mengikuti orang lain dalam masalah akidah. Jadi, tidak boleh diam kalau tidak memahaminya. Dan tidka boleh diam kalau tidak sepaham dengan gurunya. Karena itu mesti dicari pemecahannya, baik dengan bertanya atau berdebat (ketika dengan bertanya tidak terpecahkan juga atau belum paham juga), supaya dapat kecerahan yang baik. Sebab bisa saja dirinya belum memahami secara baik dalil akal yang diajukan gurunya.

Catatan: Kalau saya katakan boleh berdebat atau dianjurkan bedebat, maka maksudnya adalah mengajukan dalil yang berbeda dengan gurunya dan/atau melemahkan argumentasi gurunya. Bukan teriak-teriak tidak sopan. Jadi, dalam mengajukan dalinya harus dengan bahasa yang sangat terhotmat dan dengan niat tulus kepada Allah dalam mencari ilmu dan menghormati guru.

a-4- Fiqih: Di tingkatan mukaddimah ini, fiqih yang dipelajari adalah fatwa marja' yang ditaqlidi. Tugas utama seorang murid di sini hanya mendengar dengan baik penjelasan guru dan bertanya manakala tidak memahaminya. Sama sekali tidak ada lowongan untuk berdebat kecuali kalau dalam pemahaman fatwanya, bukan dalil dari fatwanya karena belum membahas dalil fiqih.

Tapi sebelum berdebat, bertanya lebih dari satu kali adalah kewajiban murid. Kalau perlu, kalau dengan dua tiga kali bertanya belum juga paham, maka diskusikan dulu di luar kelas dengan teman-teman sekelasnya atau yang lebih senior. Kalau belum terselesaikan juga, maka besoknya boleh mendebat gurunya dan mengajukan dalil pemahaman fatwanya yang beda dengan pemahaman fatwa gurunya.

Sinar Agama .

b- Pelajaran Tengah (Suthuuh):
Pelajaran ini ditempuh dalam 7-9 tahun.

b-1- Fiqih Berdalil. Saya sudah sering menjelaskan bahwa di tingkatan ini ada dua kitab yaitu Lum'ah ( 3 tahun) dan Makaasib (5 tahun). Walaupun sudah masuk dalam medan dalil, akan tetapi karena baru awal-awalnya, maka tugas seorang murid harus lebih banyak mendengar. Bertanya kalau tidak paham, dan boleh berdebat kalau tidak setuju. Tapi kalau bisa bersabar sebelum berdebat setelah bertanya tidak terselesaikan. Bersabar untuk dijelaskan dan diaduargumentasikan dengan teman mubaahatahnya (teman diskusinya). Baru kalau di dalam mubaahatsah itu tidak terselesaikan, besoknya baru berdebat dengan gurunya. Tapi kalau tidak terselesaikan juga maka wajib memilih diam dan berenung sendiri atau dengan mencari kitab-kitab atau senior yang barang kali bisa membantunya serta bedoa selalu kepada Allah swt.

b-2- Ushulfiqih: Di sini waktunya sama seperti belajar fiqih berdalil di atas dan memang dipelajari dalam waktu yang bersamaan dan seiring. Walaupun medannya adalah dalil, yakni dalil akal uruf, akan tetapi karena baru masuk dalam medan ini, maka seorang murid wajib lebih banyak menyimak penjelasan guru. Bertanya akalu tidak paham. Baru mengajukan debatan kalau sudah bertanya dan didiskusikan dengan teman mubaahatshanya tidak kunjung selesai. Kalau tidak selesai juga maka wajib memilih diam dan berenung sendiri atau mencari kitab-kitab yang barang kali dapat membantunya. Begitu pula kalau ada senior yang siap membantunya. Tentu saja sambil berdoa selalu sebagaimana sebelumnya kepada Allah swt.

b-3- Akidah: Kalau di mukaddimah itu memang sudah belajar akidah selama 4 atau 5 tahun pelajarannya itu (pelajaran dasar Ilmu Kalam), maka sekarang sudah bisa mendebat gurunya kalau tidak sepaham. Tentu setelah bertanya dulu kalau perlu lebih dari sekali. Di sini tidak harus menunggu didiskusikan dulu dengan teman mubaahatshanya. Tapi mesti bertanya satu dua kali dulu baru mendebat gurunya. Tentu saja, jangan lupa, debat di sini seperti yang sudah dijelaskan di atas.

b-4- Filsafat: Walaupun pelajaran filsafat tidak wajib, tapi bisa mempelajarinya. Dalam hal ini, maka tugas seorang murid wajib lebih banyak mendengar dan bertanya kalau tidak paham. Ini untuk tingkatan pertamanya atau kitab-kitab awalnya, seperti Bidaayatu al-Hikmah atau Nihaayatu al-Hikmah. Sebenarnya kalau sudah menyelesaikan kitab Bidaayatu al-Hikmah itu, maka ketika belajar Nihaayatu al-Hikmah, sudah boleh berdebat dengan gurunya kalau setelah bertanya dua tiga kali tetap tidak paham. Tapi, harus lebih banyak fokus pada penjelasan guru. Jangan mengira bahwa yang dipahaminya sudah hebat dan kokoh.

c- Pelajaran Tinggi (Bahtsu al-Khaarij):
Di sini tergantung gurunya mau mengajar berapa lama. Sebab bisa sangat rinci dan bisa juga tidak terlalu sangat rinci. Biasanya yang paling pendek ditempuh dalam waktu 5 tahun. Dan paling lama sekitar 25-30 tahun. Tentu saja murid yang dihasilkan bisa berbeda dari sisi kea'lamannya (kelebihtahuannya).

c-1- Fiqih: Karena sudah di tingkat tinggi, yaitu masuk dalam tahun ke 14 pelajaran di pesantren yang sistematis, maka sekarang waktunya untuk berdebat dengan gurunya setelah dua bertanya tidak terselesaikan juga. Tapi biasanya, di awal-awal tahun terutama tahun pertamanya, lebih banyak menyimak dan merujuk ke murid senior yang biasanya mengadakan kelas ke dua setelah pelajaran sang guru. Tentu niat ikhlash dalam mencari ilmu dan menghormati guru adalah kewajiban mutlak seorang murid.

c-2- Ushulfiqih: Sama dengan poin (c-1) di atas.

c-3- Akidah (ilmu Kalam): Kalau masih sempat untuk meneruskan pelajaran Kalamnya, maka sudah waktunya juga untuk berdebat dengan gurunya kalau dengan sekali dua kali pertanyaan, masalahnya tidak terselesaikan.

Kalau di tingkatan Mukaadimah kitab yang dipakai adalah kitab-kitab dasar, maka di tingkatan Suthuuh biasanya sudah masuk pada kitab yang lebih tinggi. Seperti Baabbu Haadi 'Asyr dan Tajriid setelah itu. Dan kalau masih ada waktu belajar terus akidah di tingkatan Tinggi ini maka bisa mempelajari kitab Ilahiyyaat al-Syiffa'-nya Ibnu Sina ra, Isyaaraat Ibnu Sina ra atau lain-lain kitab.

c-4- Filsafat: Biasanya sudah masuk kitab Asfaarnya Mulla Shadra ra. Di sini walau dibuka debat terbuka, akan tetapi tugas murid wajib lebih banyak fokus pada penjelasan guru. Sebab kitab Asfaar sudah bukan sembarang kitab. Tapi murid bisa berdebat setelah satu dua kali bertanya pada gurunya juga belum paham atau belum sepaham.

CAtatan:
1- Ada ilmu2 lain yang tidak saya sebut seperti Rijal, Tafsir dan semacamnya. Di sana juga ada akhlaq-akhlaq tersendiri yang bisa dikatakan mirip dengan penjelasan di atas.

2- Muthaala'ah dan Mubaahatsah. Selain belajar di atas, pada tiap pelajaran yang dipelajari, maka seorang murid wajib muthaala'ah (mempelajari/mengulang lagi pelajaran yang sudah dipelajarinya di kelas) di rumahnya sekitar satu jam. Dan setelah mendikusikannya dengan teman yang dipilihnya sekitar satu jam. Pembelajaran sendiri itu dikenal dengan Muthaa'ah dan diskusi dengan teman sekelasnya itu dikenal dengan Mubaahatsah.

3- Mendoakan gurunya selalu, dan beramal baik seperti sedekah atau shalawat atau ibadah-ibadah sunnah, yang pahalanya dihadiakah pada gurunya.

4- Selalu menjaga diri agar tidak berbuat maksiat. Selau berdoa kepada Allah dan bertawassul dengan Makshumin as. Memperhatikan satu dua kesunnahan dan jangan meninggalkannya. Seperti shalat malam, atau doa-doa tertentu yang disukainya. Usahakan untuk selalu membaca Qur an tiap hari walau minimalnya 10 atau 50 ayat.

5- Selalu ingat pada Imam Mahdi as, mengucap salam pada beliau as dan mengadukan dirinya sendiri kepada beliau as. Mengadukan keburukan-keburukannya, kebodohannya, kekurangannya dan ketertinggalannya dari para musafir yang telah menjadi hamba hakiki Allah swt dan menjadi Syi'ah beliau as yang hakiki. Wassalam.

Muhammad Nur Arief Allaahumma shalli 'alaa Muhammad wa aali Muhammad

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.