Monday, April 11, 2016

on Leave a Comment

Bismillaah: Hari Syahidnya Imam Ali Al-Haadi as

Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=923509024429222&id=207119789401486

Bismillaah: Hari Syahidnya Imam Ali Al-Haadi as
Ikut mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas kesyahidan Imam Ali al-Haadi as yang syahid karena diracun khalifah 'Abbaasiah yang bernama Al-Mu'tamid pada tahun 256 Hijriah, kepada kanjeng Nabi saww dan Ahlulbait as terutama Imam Mahdi as, kepada para ulama dan maraaji' terutama Rahbar tercinta hf, kepada seluruh mukminin dan mukminat terutama kepada teman-teman facebook.
Semoga duka ini dapat menjadi pengantar dan sekaligus pengikat iman kita sedalam-dalamnya kepada Ahlulbait as sesuai dengan perintah Allah swt dan Nabi saww, dan semoga dapat menjadi penyebab ridha dan syafaat mereka as kepada kita semua di dunia, di kubur dan di akhirat kelak, amin.
Salah Nasihat Taqwa Dari Imam Haadi as:
وقال (ع) ينصح بعض مواليه : " يا فتح من أطاع الخالق لم يبال بسخط المخلوق ، ومن أسخط الخالق فأيقن أن يحل به الخالق سخط المخلوق ، وأن الخالق لا يوصف إلاّ بما وصف به نفسه ، وأنى يوصف الخالق الذي تعجز الحواس أن تدركه ، والأوهام أن تناله ، والخطرات أن تحده ، والأبصار عن الإحاطة به " .
"Duhai kemenangan bagi yang menaati Khaaliq yang tidak peduli dengan kebencian makhluk. Siapa yang memurkakan Khaaliq dan meyakini akan didiamkanNya maka ia akan membenci makhluuq. Dan sesungguhnya Al-Khaaliq itu tidak bisa disifati kecuali dengan apa-apa yang Dia sifatkan untuk DiriNya sendiri. Bagaimana Al-Khaaliq bisa disifati sementara indra tidak dapat mengenaliNya, khayalan tidak dapat menjangkauNya, pikiran tidak dapat mendefinisikanNya dan pandangan tidak dapat menyentuhNya?"
Catatan Hadits:
a- Ketika seseorang hanya ingin menaati Allah swt, maka jelas apapun akibatnya di dunia ini, tidak akan menjadi kepeduliannya. Sebab dia hanya mempedulikan Allah swt semata.
b- Salah satu yang sangat-sangat dapat menjadi penggagal ketaatan manusia kepada Tuhan adalah kebencian makhluk seperti keluarga, tetangga, teman sekantor dan semacamnya. Karena itu Imam Haadi as ingin menekankan pada umat bahwa kalau memang benar-benar ingin menaati Allah swt, maka tidak usah perduli dengan kebencian sekitar/makhluk.
c- Kebencian makhluk kepada penaat Allah swt disebabkan kemaksiatan si makhluk pembenci ini. Karena itu Imam Haadi as ingin mengatakan bahwa orang yang maksiat yaitu yang telah membuat kemurkaan bagi Allah itulah yang akan membenci para penaat.
d- Kalau dipikir lebih jauh, maka bisa saja orang yang maksiat tetap cinta pada penaat. Karena itu Imam Haadi as mengatakan bahwa yang akan membenci para penaat itu adalah orang yang maksiat kepada Allah yakni orang yang telah membuatNya murka, sementara dirinya merasa disenangi dan dimaafkan serta diridhai atau didiamkan Tuhan. Itu artinya, kalau seseorang melakukan maksiat akan tetapi dia sedih karenanya, takut pada murkaNya, takut pada adzabNya, maka dia belum tentu akan membenci makhluk yang taat.
e- Lalu Imam Haadi as mengiringi nasihat tersebut dengan kalimat-kalimat tauhid. Barangkali bisa dipahami bahwa salah satu penyebat ketenangan orang yang bermaksiat itu lantaran menggampangkan pensifatan pada Tuhan. Artinya ia mengira bahwa Tuhan seperti yang ia bayangkan, seperti memaafkan kesalahannya, menentukan atau menaqdirkan atau menasibkan akhlaq buruknya, dan semacamnya. Karena itulah maka Imam Haadi as melengkapi nasihat beliau as itu dengan kalimat-kalimat tauhid seperti:
e-1- Tuhan itu tidak bisa disifati kecuali oleh DiriNya sendiri.
e-2- Kalau tidak bisa disifati keculai oleh DiriNya sendiri, maka berarti tidak akan tahu arti pensifatanNya itu kecuali Dirinya sendiri.
e-3- Mengerti dua poin di atas tidak terlalu sulit bagi yang sudah terbiasa membahas tauhid, dalam hal ini yaitu Tauhi-sifat. Tauhid-sifat adalah tidak menyekutukan Tuhan dalam sifatNya dengan sifat-sifat makhlukNya. Karena sifat makhlukNya terbatas, maka berarti sifatNya adalah tidak terbatas. Dan kalau SifatNya Tidak Terbatas, maka berarti tidak beda dengan DzatNya. Karena yang tidak terbatas tidak mungkin berbilang atau berjumlah.
Jadi, Esa dalam sifat adalah mengEsakan seluruh Sifat Tuhan yang satu dengan yang lainnya dan mengEsakannya dengan Dzat Tuhan. Yakni tidak membilangkan antara sifatNya yang satu dengan sifatNya yang lain, dan tidak membilangkan antara Sifat dan DzatNya.
Tentu saja SifatNya yang bisa diEsakan seperti ini adalah SifatNya yang Qadiim sebagaimana maklum, yakni Sifat-Dzatiah, bukan sifat fi'liyyah/perbuatan seperti Khaaliq, Pengampun dan semacamnya, melainkan sifat Dzatiyyah seperti Ada, Kuasa, Hidup, Ilmu (terhadap DiriNya), Iradah, Qadiim, Baqaa' dan semacamnya.
Sedang Sifat Perbuatan yang tidak dipahami kecuali setelah adanya makhluk seperti Khaaliq (karena tidak bisa dikatakan Pencipta sebelum mencipta dan hanya bisa dikatakan Kuasa Mencinta), Hidaayah, Memberi Rejeki, Mengampuni dan semacamnya, maka menauhidkannya mesti dikembalikan dulu ke Sifat Dzat seperti Kuasa (Kuasa mencinpta, memberi rejeki, memberi hidayah dan seterusnya). Baru setelah itu ditauhidkan dengan DzatNya. Sebab kalau dari awal langsung ditauhikan dengan DzatNya, maka DzatNya akan menjadi terbatas.
Misalnya menauhidkan Sifat Pencipta dengan DzatNya dengan mengatakan tidak beda antara sifat PenciptaNya dengan DzatNya. Ketika Sifat Pencipta sama persis dengan DzatNya dimana hal ini adalah makna Tauhid Dalam Sifat itu, sementara kita tahu bahwa Sifat Pencipta itu baru ada setelah Tuhan mencipta, maka berarti DzatNya juga baru ada setelah awal kali mencipta. Kalau DzatNya dulu tidak ada dan baru ada setelah mencipta, maka DzatNya jelas terbatas karena bermula. Karena itulah maka mentauhidkan Tuhan dengan Sifat PerbuatanNya, adalah dengan cara mengembalikan dulu Sifat PerbuatanNya itu kepada Sifat DzatNya dan darinya kepada DzatNya sebagaimana sudah sering dijelaskan sebelum ini.
e-4- Alasan-alasan yang diberikan terhadap ketidakbisaan dilakukannya pensifatan pada Tuhan karena:
e-4-a- Karena indra tidak bisa menjangkauNya.
Hal ini karena secara umum, pensifatan itu dilakukan dengan menghubungkan atau menetapkan suatu sifat kepada yang disifati. Biasanya melalui kata-kata. Sementara kata-kata, terlahir karena adanya benda-benda materi yang diketahui manusia dengan indranya. Apapun yang dijangkau indra manusia, diletakkan suatu kata untuk menggantikannya dalam berkomunikasi. Karena itulah maka yang tidak terjangkau indra manusia, tidak diketahui manusia. Dan yang tidak diketahuinya itu, tidak terbayangkan olehnya. Karena itu, bagaimana mau meletakkan kata-kata sebagai ganti dari penghadirannya?
Ketika Tuhan tidak bisa dijangkau indra manusia, maka jelas sifatNya juga tidak bisa dijangkau indra manusia. Kalau indra manusia tidak bisa menjangkau sifatNya, maka jelas tidak bisa meletakkan kata-kata mewakili sifat-sifat tersebut. Dengan demikian, lalu bagaimana manusia bisa mensifatiNya selain menyetujui pensifatanNya sendiri terhadap DiriNya?
e-4-b- Khayalan, ide, pikiran dan pandangan tidak bisa menjangkauNya. Hal itu karena Dia Tidak Terbatas sementara khayalan, ide, pikiran dan pandangan, semuanya adalah terbatas. Karena itu, bagaimana mungkin yang terbatas dapat mensifati Yang Tidak Terbatas?
e-4-c- Pelengkap:
Sebagaimana sudah sering dijelaskan -begitu pula penjelasan di atas itu- bahwa memahami pensifatan Tuhan pada DiriNya juga tidak boleh melupakan bahwa pemahaman manusia atau makhluk itu adalah pemahaman terbatas. Memang, Tuhan pasti memiliki ilmu hakiki terhadap makna masing-masing sifat yang telah Dia sifatkan sendiri pada DiriNya, karena sama-sama tidak terbatas dimana pada hakikatnya adalah satu secara utuh, bukan kesatuan. Tapi manusia atau siapa saja yang akan memahami pensifatan DiriNya pada DiriNya itu, sudah pasti tidak akan hakiki lantaran keterbatasan semua wujud selainNya. Itulah mengapa Imam Ja'far as mengatakan bahwa Allahu Akbar (lebih besar) itu bukan dari selainNya karena selainNya merupakan makhlukNya hingga tidak layak dan tidak sebanding untuk diperbandingkan denganNya sebelum mengatakan bahwa Dia Lebih Besar dari semua makhlukNya, melainkan Allah itu Lebih Besar dari apa-apa yang kalian (manusia) pahami.
Dengan semua penjelasan ulangan di atas itu, saya rasa sudah lebih mudah memehami hadits beliau as yang lain di bawah ini:
" جل عما يصفه الواصفون ، وتعالى عما ينعته الناعتون ، نأى في قربه ، وقرب في نأيه ، فهو في نأيه قريب ، وفي قربه بعيد ، كيف الكيف فلا يقال كيف ، وأيّن الأين فلا يقال أين ، إذ هو منقطع الكيفية والآيّنية "
"Maha Agung (Tuhan) dari apa-apa yang disifatkan para pensifat kepadaNya, Maha Tinggi dari identifikasinya orang-orang yang mengindentifikasikanNya, jauh dalam dekatNya, dekat dalam jauhNya. Karenanya Dia dekat dalam jauhNya dan jauh dalam dekatNya. Dia yang membuat bagaimana, karena itu tiada bagaimana bagiNya. Dia yang menentukan dimana, karena itu tiada dimana bagiNya. Dia terlepas dari bagaimana dan dimana."
Wassalam.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
1 komentar
Komentar

Andika Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad.
Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad
Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad
Wajjil farajahum..
SukaBalasBaru saja

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.