Thursday, March 3, 2016

on Leave a Comment

Mohon penjelasan atas hak2 seorang istri terhadap suaminya?


Link  : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=869416989838426&id=207119789401486


Salam ustadz;
Mohon penjelasan atas hak2 seorang istri terhadap suaminya?
Salam dan terimakasih.....
Komentar

Raihana Ambar Arifin Salam. Ijin ikut bertanya. Mohon juga bisa dijelaskan kewjiban istri pada suami

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Seingatku, saya sudah pernah menulis tentang ini. Ringkasnya:

1- Hak-hak Istri:

a- Mendapatkan belanja yang sesuai dengan derajat sosialnya, kecuali kalau sebelumnya sudah diadakan kompromi.

b- Yang dimaksud belanja adalah makan-minum, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, rokok (kalau merokok), rekreasi yang wajar dan semacamnya.

c- Perlindungan dari suaminya dan kasih sayang.

d- Mendapat jimak dari suaminya setidaknya 4 bulan sekali (keterangan: sunnahnya 4 hari sekali setidaknya) kalau suaminya tidak sedang berhalangan seperti tidak sedang bepergian, tidak sedang sakit, tidak terganggu selesa seksnya, dan semacamnya.

2- Hak-hak Suami:

a- Ditaati di dalam kamar dalam arti kapan saja suaminya menginginkan jimak (afwan) wajib dilayani selama tidak bertentangan dengan hukum Islam seperti hari-hari biasa yang bukan siang bulan suci Ramadhan misalnya.

b- Istrinya tidak keluar rumah tanpa ijinnya baik langsung atau tidak langsung.

c- Diikuti kepemimpinannya misalnya mengikuti suami dimana saja suami ingin tinggal (bc: kota apa dan semacamnya).

3- Catatan:

a- Kewajiban dalam rumah, bukan kewajiban istri. Tapi kewajiban berdua.

b- Tapi dalam Islam sangat dianjurkan bahwa istri mengurusi rumahnya, seperti membersihkan rumah, masak, mencuci dan semacamnya. Yang dijanjikan agama untuk istri seperti ini adalah pahala yang sangat besar. Yakni sunnah yang sangat dianjurkan dan dijanjikan pahala besar, sekalipun bukan hal yang wajib.

c- Karena bukan hak suami, maka tidak ada satupun suami yang berhak memaksa dan memarahi istrinya yang tidak mengurusi rumahnya.

d- Pulang tiap hari ke rumah juga bukan hak istri dari suaminya kalau rumahnya sudah aman dari segala macam bahaya. Tapi Islam sangat menganjurkan suami untuk tidak berlaku sewenang-wenang sekalipun hal ini tidak wajib. Artinya, membuat ketentraman pada hati istrinya, adalah hal yang sangat dianjurkan dan mendapatkan pahala yang besar. Karena itu, jangan sesukanya mau pulang atau tidak tanpa udzur dan halangan. Beda kalau sedang berhalangan seperti keterpaksaan kerja menjaga malam, ke luar kota dan semacamnya.

4- Anjuran dan Nasihat:

Dari semua penjelasan di atas, saya sangat mengharapkan untuk hidup normal sebagaimana biasa walau dalam hal-hal yang tidak wajib dan hanya sunnah. Misalnya suami hendaknya pulang ke rumah walau tidak wajib. Istri juga diharapkan mengurusi rumah walau tidak wajib. Sebab kalau saling malas melakukan kesunnahan, rumah tangganya akan berantakan. Sebab istrinya tidak mau mengurusi rumah hingga suami yang pulang kerja kelelahan tidak mendapat makan dan minum di rumahnya. Dan si suami juga bisa keluyuran tidak pulang berhari-hari karena tidak wajib disebabkan rumahnya sudah aman dari segala bahaya.

Jadi, sekalipun satu sama lain tidak saling menuntut sebagai kewajiban dan tidak mengharap dilakukan oleh pihak lainnya sebagai kewajiban, akan tetapi dalam melakukan kesunnahan dirinya, dilakukan seakan sesuatu yang wajib.

Buatlah rumah tangga kita semua berseri, hingga tidak perlu adanya saling tuntut. Karena Allah swt, Nabi saww dan Ahlulbait as, menginginkan hal itu dari kita semua.

Makrifah fiqih harus punya, hingga tahu mana yang wajib dan mana yang sunnah agar tidak mengharap dan menuntut dari pihak lain lebih dari hak-hak wajibnya. Akan tetapi, tataplah kesunnahan yang ada di pundaknya sebagai kewajiban selama masih wajar dan normal sebagaimana umumnya.

Dan dalam berbuat sunnah itu, sekalipun tidak boleh diniatkan sebagai kewajiban syari'at karena kalau diniatkan sebagai yang wajib dari syari'at akan menjadi bid'ah karena telah menambah hukum Islam, akan tetapi mendisiplinkan diri dengannya seakan kewajiban, merupakan hal yang baik dan dianjurkan Islam. Seperti yang mewajibkan dirinya (bukan pewajiban hukum) untuk selalu shalat malam yang sunnah.

Saya paling senang kalau melihat antum semua hidup bahagia secara profesional (sesuai akidah dan fiqih), dan terus terang sangat tidak suka melihat antum saling berantem apalagi sampai cerai tanpa hal-hal darurat seperti penyelewengan (na'udzubillah), pemukulan dan semacamnya.

Semoga antum semua selalu dalam peluk Kasih dan SayangNya serta syafa'at Nabi saww dan Ahlulbait as, amin. Wassalam


Mawar Berdury Maaf ustadz, lalu bagaimana tentang suami yg menyuruh istrinya ikut bekerja mencari nafkah,sedangkan di atas ada penjelasan tentang mencukupi kebutuhan istri?...

Sinar Agama Al, sebelum kujawab pertanyaanmu ketahuilah bahwa aku merasa senang dan bahagia karena kamu telah kembali lagi ke ruang diskusi ini.

Kalau suami menyuruh istrinya bekerja, maka sama sekali tidak wajib ditaati.


Mawar Berdury Terimakasih ustadz,terimakasih untuk baik sangkanya....

Raihana Ambar Arifin Salam ustd. Mau menambahkan pertanyaannya.
1. Mengenai kewajiban istri mengikuti kepemimpinannya mohon bisa dijelaskan lebih. Apakah dalam menuruti perintah suami dalam cara mengurusi rumah atau pembagian tugas yang di buat oleh suami dalam mengurusi rumah tangga misal suami menyuruh istri untuk menyapu selagi suami mencuci bisa diartikan kewajiban dalam mengikuti kepemimpinan suami?
2. Apakah ada kuajiban bagi suami untuk memberi pendidikan pada istri?
Trims


Sinar Agama Raihana Ambar Arifin:

1- Tidak. Dalam hal itu sama sekali tidak ada kewajiban. Islam menyarankan untuk kesepakatan. Karena kalau Islam tidak mewajibkan istri mengerjakan tugas rumah, bukan berarti suami yang wajib melakukannya. Karena itu, anjuran agama adalah bersepakat dengan pembagian tugas. Jadi, kalau suami berniat membagi pekerjaan dan istrinya menyetujui, barulah di sana ada kewajiban bagi si istri dan begitu pula bagi si suaminya. Tapi kalau tidak ada pembagian atau pembagiannya belum disetujui bersama, maka belum ada kewajiban fiqihnya. Akan tetapi, sangat dianjurkan untuk tidak saling ngotot dalam urusan-urusan kecil itu. Jadi, kalau suaminya sudah mencuci, lalu menyuruh istrinya menyapu, maka lakukanlah karena kesunnahan dan mencari ridha Allah. Toh suaminya sudah kerja juga mengurusi rumahnya yakni mencuci dimana mungkin yang dikerjakannya sudah lebih berat dari sekedar menyapu.

Jadi teringat pembagian Imam Ali as dan Hdh Faathimah as. Dalam pembagian kerja rumah tersebut telah disepakati kedua insan agung ini, bahwa apapun pekerjaan di luar rumah dikerjakan oleh Imam Ali as, dan yang di dalam rumah oleh Hdh Faathimah as.

Pekerjaan di luar rumah di atas bukan mencari nafkah karena hal itu memang sudah kewajiban suami, melainkan seperti mencari kayu bakar untuk masak, belanja dan semacamnya.

Ya Allah, jangan jauhkan kami dari mereka as semua, dan jangan haramkan syafaat mereka as ke atas kami semua, amin.

2- Sudah tentu wajib mengajari istrinya apa-apa yang tidak diketahuinya tentang Islam dan kebaikan. Ayatnya juga jelas bahwa kita diperintahkan untuk menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka. Allah dalam QS: 66:6, berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka."


Sinar Agama Raihana Ambar Arifin:

1- Tidak. Dalam hal itu sama sekali tidak ada kewajiban. Islam menyarankan untuk kesepakatan. Karena kalau Islam tidak mewajibkan istri mengerjakan tugas rumah, bukan berarti suami yang wajib melakukannya. Karena itu, anjuran agama adalah bersepakat dengan pembagian tugas. Jadi, kalau suami berniat membagi pekerjaan dan istrinya menyetujui, barulah di sana ada kewajiban bagi si istri dan begitu pula bagi si suaminya. Tapi kalau tidak ada pembagian atau pembagiannya belum disetujui bersama, maka belum ada kewajiban fiqihnya. Akan tetapi, sangat dianjurkan untuk tidak saling ngotot dalam urusan-urusan kecil itu. Jadi, kalau suaminya sudah mencuci, lalu menyuruh istrinya menyapu, maka lakukanlah karena kesunnahan dan mencari ridha Allah. Toh suaminya sudah kerja juga mengurusi rumahnya yakni mencuci dimana mungkin yang dikerjakannya sudah lebih berat dari sekedar menyapu.

Jadi teringat pembagian Imam Ali as dan Hdh Faathimah as. Dalam pembagian kerja rumah tersebut telah disepakati kedua insan agung ini, bahwa apapun pekerjaan di luar rumah dikerjakan oleh Imam Ali as, dan yang di dalam rumah oleh Hdh Faathimah as.

Pekerjaan di luar rumah di atas bukan mencari nafkah karena hal itu memang sudah kewajiban suami, melainkan seperti mencari kayu bakar untuk masak, belanja dan semacamnya.

Ya Allah, jangan jauhkan kami dari mereka as semua, dan jangan haramkan syafaat mereka as ke atas kami semua, amin.

2- Sudah tentu wajib mengajari istrinya apa-apa yang tidak diketahuinya tentang Islam dan kebaikan. Ayatnya juga jelas bahwa kita diperintahkan untuk menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka. Allah dalam QS: 66:6, berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka."


Raihana Ambar Arifin Salam ustd. Terimakasih. Kalau diperbolehkan disini saya mau melanjutkan.
1. Kalau no 1 tidak wajib lalu apa yang dimaksud dengan mengikuti kepemimpinan suami? Karena dalam benak sy kalau saya mengikuti kepemimpinan suami brrti sy harus mentaati perkataan/perintah suami/pemimpin asal perintah itu baik.
2. Apakah kewajiban suami mendidik perihal agama harus sesuai syarat kewajiban amal maruf nahi mungkar? Artinya wajib dengan sarat
Trims


Raihana Ambar Arifin 3. Apakah selain suami istri juga mempunyai kewajiban pendidikan ilmu agama bagi suami?
4. Karena suami punya kewajiban memberikan ilmu agama apakah dlm hal ini istri wajib mengikuti yang disampaikan sami? Misal dalam hal akidah atau marja suami sudah menyampaikan argumentasi pada istri


Sinar Agama Raihana Ambar Arifin,

1- Kepemimpinan itu tidak mutlak, tapi yang tidak membuat hak baru bagi diri suami dan tidak membuat kewajiban baru bagi si istri. Kalau mengikuti kepemimpinan suami itu mutlak, maka enak suaminya tinggal perintah-perintah saja seperti di kalangan saudara Sunni. Itu tidak benar. Kepemimpinan yang wajib ditaati seperti mau tinggal di kota mana dan semacamnya.

2- Kewajibannya tetap dengan syarat amar makruf terutama di hal-hal yang berefek samping dosa lebih besar.

3- Sama saja, tapi dari bab amr makruf dan nahi mungkar.

4- Tidak wajib. Kalau aqidah kan wajib pakai dalil. Jadi, tidak ada yang namanya taqlid atau ikut fulan atau suami. Kalau fiqih, maka tergantung dalil yang diyakini istrinya untuk memilih marja'nya yang lebih a'lam.


Sinar Agama Raihana Ambar Arifin, kalau masih ada pertanyaan menyambung dan tidak dijawab di sini, karena mungkin sudah terlalu ke bawah, maka tanyakan juga di status yang baru.

Sinar Agama Tapi tulis dulu di sini. Kalau tidak kunjung ada jawaban, maka bisa tulis lagi di status yang baru.

Raihana Ambar Arifin Salam mau melanjutkan pertanyaan.
1. A. Apa taklif bagi suami yang blm mampu melakukan kewajiban nafkah.
B. Kasus kalau suami sedang bangkrut dlm usaha, dan istri tidak bekerja, karena kondisi keuangan sedang bangkrut maka suami mengajak istri dan anak untuk sementara hidup bersama orang tua suami biar sementara bisa ikut hidup bersama orang tua dulu(t4 tinggal dan makan), apakah itu bisa dianggap suami tidak memberi nafkah?
2. A.Apa taklif istri yang blm sepenuhnya melakukan kewajiban ke suami
B. Misal istri pada suatu waktu menolak ketika suami mengajak jima karena sebelumnya terjadi pertengkaran/istri merasa sakit hati, apa hukumnya?
C. Apa hukumnya ketika istri secara lahir mengikuti kepemimpinan suami misal ikut tinggal dimana suami mau tinggal, tapi di hati istri tidak setuju?
Trims


Raihana Ambar Arifin Salam ustad. Mau menyelipkan pertanyaan selanjutnya
3. A. Apa hukumnya sek oral?
B. Apa hukumnya memasukan jari suami ke alat kemaluan istri?
Trims


Sinar Agama Raihana Ambar Arifin, sudah dijawab di pertanyaan antum yang baru di tanggal-tanggal berikutnya.






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.