Wednesday, March 8, 2017

on Leave a Comment

Apakah benar tafsir quran yang dibuat Imam Ali itu tidak pernah diberikan kepada umatnya hanya diberikan kepada para imam setelahnya sampai Imam Mahdi?

.Salam. Afwan Ustadz, saya baru bisa posting lagi. Ini saya posting lagi jawaban antum di pertanyaan sebelumnya. Dan ada pertanyaan susulan yang berkaitan dengan itu dan pertanyaan baru.
Sinar Agama
Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, afwan, tenpo hari sepertinya antum bertanya tentang hutang uang dimana di kemudian hari uang itu jatuh nilainya. Saya juga telah menjawab dengan kemungkinan bahwa tetap dibayar dengan jumlah hutang sebelumnya lalu saya menjanjikan akan mengkonfirmasi lagi dengan kantor Rahbar hf. Saya sudah lama mengkonfirmasinya akan tetapi selalu lupa menuliskannya untuk antum hingga pertanyaan antum itu sudah terlalu ke bawah.
Karena itu saya jawab di sini saja. Kantor Rahbar hf dalam telponnya menjawab: "Secara hati-hatinya dirundingkan dengan yang menghutangi."
Catatan: Maksud dirundingkan itu adalah demi mencapai kesepakatan yang saling di setujui oleh kedua belah pihak. Misalnya menaikkan jumlah pembayaran hutang yang disesuaikan dengan nilai sekarang dengan persetujuan yang berhutang. Atau kalau tidak menaikkan maka yang dihutangi meridhai.
Pertanyaan-pertanyaan saya...
1. Apakah kalau yang punya piutang atau yang meminjamkannya itu diam saja, dapat kita artikan setuju dengan nilai uang yang akan kita bayarkan itu? Atau kita harus tanyakan dulu seperti pengertian dirundingkan tersebut?
2. Apakah benar tafsir quran yang dibuat Imam Ali itu tidak pernah diberikan kepada umatnya hanya diberikan kepada para imam setelahnya sampai Imam Mahdi? Nanti ketika zaman imam mahdi baru imam akan menjelaskan tafsir tersebut kepada umatnya?
3. Akhir-akhir ini kalau sakit suka takut meninggal hal itu menjadikan stres sendiri. Bisa ga ustadz, kalau ketika sedang stres tersebut karena takut meninggal dengan banyak dosa atau kewajiban2 yang belum terpenuhi seperti utang qadha salat dan puasa, kita berpikiran bahwa Allah maha Pengampun dan yang menjadikan kita ke surga itu bukan amal2 kita tapi rahman dan rahim Allah Swt. Kemudian ada takut dengan masa depan istri dan anak-anak itu, kita berpikiran bahwa Allah lah yang akan menjamin kehidupan mereka kalau kita meninggal pada saat mereka masih membutuhkan?
4. Kalau kita sakit itu apakah harus pasrah dengan apa pun yang akan terjadi termasuk kalau kita meninggal? Tapi, satu sisi suka ada yang mengatakan kepada kita harus punya semangat hidup agar kita bisa melawan penyakit kita. Yang benar gimana ustadz?
Syukron
PSA
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Yang saya pahami, tanyakan dulu terutama kalau jatuhnya nilai uang banyak sekali atau walaupun sedikit tapi berpengaruh sekali lantaran jumlah hutangnya yang banyak. Hal ini setidaknya demi kehati-hatian. 


2- Sudah tentu diberikan dan diajarkan kepada umatnya. Tapi dengan beberapa catatan seperti:

a- Tafsiran yang wajib diketahui umum. 

b- Tafsiran yang bisa diketahui umum. 

c- Tafsiran yang bisa diketahui khusus.

d- Tafsiran yang bisa diketahui sangat khusus.

e- Jadi yang tidak atau belum diajarkan itu hanya yang khususnya sangat khusus yang mana hanya bisa diketahui oleh orang makshum saja sebagaimana sudah difirmankanNya dalam QS: 56:77-79:

إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ (78) لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

"Sesungguhnya dia adalah Qur an yang mulia (77) (ada) Di dalam kitab yang terpelihara (Lauhu al-Mahfuuzh) (78) Tidak dapat menyentuhnya kecuali orang yang suci/makshum."

f- Mengangkat Kebingungan:
Mungkin dengan jawaban di atas, sebagian teman merasa bingung dan dipenuhi pertanyaan-pertanyaan seperti: "Bukankah Qur an itu untuk semua umat manusia, lalu mengapa ada pemilahan, apakah hal seperti tidak pilih kasih?; "Kalau Qur an tidak bisa dipahami semua orang, lalu buat apa diturunkan dan mengapa pula wajib diamalkan, bukankah sebelum mengamalkan mesti dipahami terlebih dahulu?"; dan semacamnya.

Untuk menjawab masalah-masalah di atas, perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya seperti berikut ini:

f-a- Tentang Derajat Qur an:

f-a-1- Qur an memiliki makna lahir dan batin.

f-a-2- Makna batinnya memiliki makna batin lagi sampai tujuh batin sesuai penjelasan hadits, atau bahkan bisa lebih dari itu dan tidak terhingga seperti yang disabdakan Nabi saww:

--- للقرآن ظهر و بطن إلى سبعة أبطن

"Sesungguhnya Qur an memiliki lahir dan batin, dan batinnya memiliki tujuan batin." (Ahaadits Matsnawi, 83)

--- وله ظهر وبطن فظاهره حكم وباطنه علم، ظاهره أنيق وباطنه عميق، له نجوم وعلى نجومه نجوم(2) لاتحصى عجائبه ولا تبلى غرائبه

"Dan dia (Qur an) memiliki lahir dan batin. Lahirnya adalah hukum dan batinnya adalah ilmu (makrifah). Lahirnya sangat anggun dan batinnya sangat dalam. Dia memiliki bintang-bintang dan di atas bintang-bintangnya itu terdapat bintang-bintang, tidak terhingga keajaibannya dan tidak terbongkar (seluruhnya) kehebatannya" (al-Kaafii, 2/599)

f-a-3- Ketika Qur an memiliki batin dan derajat sedemikian rupa, maka bagaimana mungkin bisa diajarkan kepada semua orang secara merata selain dari derajat lahirnya. Dan derajat lahirnya, yaitu yang mengandungi hukum dan dasar-dasar makrifah hukumnya secara dasar seperti akidah, keimanan, akhlak dan semacamnya, adalah yang wajib diketahui semua orang dan diamalkan. Karena itu, dari sisi ini sudah tidak ada pilih kasih karena wajib diajarkan secara merata.

Tapi ingat, pengajaran yang merata itu bukan berarti menunjukkan pengamalan yang meraka juga sebagaimana maklum. 

f-b- Tentang Pengalaman Qur an.

Qur an banyak mengalami hal-hal yang kurang enak di masa lalu dan apalagi masa sekarang. Misalnya ayat-ayat lahirnyapun ditolak setelah wafatnya kanjeng Nabi saww. 

Dengan adanya penolakan tersebut, maka jelas sulit mengajarkan Qur an walaupun dari sisi lahiriahnya, kepada mereka. Misalnya:

f-b-1- Pembakaran hadits. Padahal hadits-hadits yang ditulis di jaman Nabi saww itu bukan hanya diijinkan beliau saww melainkan bahkan diperintah beliau saww. 

Dalam hal ini tidak mungkin mengajari mereka untuk memahami Qur an yang menyuruh menghormati sabda-sabda beliau saww misalnya tentang ayat: QS: 53: 3-4:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى 

"Dan dia (Muhammad) tidak berbicara apapun dari dirinya (3) melainkan wahyu yang telah diwahyukan."

f-b-2- Penolakan dan Bahkan Peperangan Terhadap Imamah.
Dalam hal ini akan teramat sulit mengajari mereka ayat-ayat imamah yang sudah diturunkan dan dipraktekkan sejak jaman Nabi saww seperti perintah baiat di Ghadir Khum pada sekitar 120.000 shahabat dan mereka menaati. Di sini akan sulit mengajari mereka lahiriah Qur an tentang imamah. Karena mereka sudah tahu, tapi menolaknya bahkan memeranginya sampai jatuh korban beribu-beribu shahabat sebagaimana maklum. Misalnya di Perang Jamal (perlawanan Aisyah terhadap Imam Ali as) saja, jumlah korban yang jatuh, paling sedikitnya yang diakui oleh ulama Sunni adalah 18.000 orang lebih dari shahabat dan tabi'iin.

3- Bisa saja, akan tetapi tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mengqadhaa' atau melaksanakan semua kewajibannya. 

4- Yang benar harus punya semangat hidup dan berusaha hidup secara gigih dan profesional, tapi hatinya mesti disiapkan untuk menerima apapun hasilnya.

Pecinta Sinar Agama syukron ustadz atas jawaban dan penjelasannya...untuk no 1, 3, dan 4 insya Allah jelas...untuk no 2, jadi benar riwayat yang menyatakan bahwa Imam Ali tidak mau memberikan tafsir yang disusunnya selama 14 minggu ya ustadz, kepada Khalifah pertama kedua padahal mereka memintanya katanya? Kemudian, mereka maksudnya para penyerang syiah menanyakan berarti imam ali ga jumatan selama itu karena dikatakan selama itu imam ali ga keluar-keluar rumah?

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, : he he he ....:

1- Dimana ada riwayat bahwa Imam Ali as tidak mau menyerahkan pemaknaan Qur an beliau as itu ?


2- Kalau Wahabi kan biasa seperti itu. Kalau dikatakan bahwa jangan makan daging babi, maka mereka akan pahami misalnya, boleh makan lemah babi. Kalau dikatakan tidak keluar rumah, maka tidak ke masjid. Itu kan otaknya orang wahabi yang tanpa belajar ushul fiqih dengan baik, membandingkan semua ayat dan semua hadits dengan baik, langsung main fatwa.

Sinar Agama .

Tambahan Untuk Jawaban 3:


Salah sifat yang positif untuk orang beriman yang tidak sampai ke maqam makshum atau dekat dengan itu atau wali, maka secara umum bisa dikatakan memang selalu khawatir tentang akhirat. Sifat khawatir tidak selamat itu, justru baik asal tidak sampai membuat putus asa dari belajar agama seperti fiqih dan pendalaman akidah serta mengamalkannya. Karena itulah Tuhan dalam QS: 43:68, berfirman:

يَا عِبَادِ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ

"Wahai hamba-hambaKu, tiada kekhawatiran terhadap kalian pada hari ini dan tidak pula kalian bersedih hati."

Seingat saya ayatullah Jawadi Omuli hf dalam pejalaran internasinal beliau hf yang bisa didengarkan oleh seluruh dunia pernah mengatakan (kurang lebih dan nukilan makna dan seingatnya):

"Khauf atau kekhawatiran itu tidak buruk bagi orang beriman kalau tentang masalah keakhiratan. Memang para auliyaa' tidak memiliki kekhawatiran. Tapi secara umum orang beriman bisa saja memiliki kekhawatiran tersebut seperti khawatir tidak diterima, tidak diampuni dan semacamnya. Karena itulah Allah swt pada ayat di atas mengatakan: 'Sekarang kalian sudah tidak perlu khawatir lagi dan tidak perlu bersedih sebagaimana kalian khawatir dan bersedih ketika masih di dunia'."

Saja Zaenal Nyimak

Pecinta Sinar Agama syukron ustadz atas jawaban dan penjelasannya....1. Itu juga sama dari tuduhan wahabi...berarti ga bener ya ustadz..riwayat itu?

Pecinta Sinar Agama untuk tambahan nomer 3 syukron pencerahannya ustadz...

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, benar dan tidak benar. Tidak benarnya karena setelah selesai pemaknaan Qur an itu, Imam Ali as menyerahkan atau menawarkan pada Abu Bakar, akan tetapi ditolak. Benanya adalah itu Qur an itu diminta akan tetapi tidak lagi diserahkan. Barangkali karena takut dibakar sebagaimana banyak kitab hadits yang ditulis di jaman Nabi saww seijin beliau saww sendiri, telah dibakari oleh Abu Bakar dan Umar dengan alasan takut bercampur antara Qur an dan hadits.

Pembakaran kitab-kitab hadits asli dan super shahih ini, diriwayatkan di hadits-hadits Sunni.





Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1159664544147001



0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.