Saturday, February 11, 2017

on Leave a Comment

Cara menghitung Khumus, hukum kesucian baju yang baru dibeli, kesucian barang-barang yang ada di hotel dll


Pecinta Sinar Agama ke Sinar Agama
3 Januari
Salam. Semoga Ustadz selalu berada di dalam rahmat dan rida-Nya. Afwan Ustadz, ada beberapa pertanyaan yang ingin diajukan.
1. Ustadz, afwan ana kok ga paham-paham ya soal dibayar dari uang yang belum dikhumusi itu kan khumusnya dikali 1/4 dari yang wajib dikhumusi. Nah, sekarang nih pada akhir tahun khumus ana kan menghitung sisa kebutuhan hidup termasuk uang, beras, minyak goreng, pulsa, dll. Nah, misalnya khumusnya setelah dihitung itu nilainya yang sisa itu ada 200 ribu, nah ana kan bayarnya itu dari uang yang belum dikhumusi ustadz karena baru jatuh tempo khumusnya kan sekarang itu. Jadi, khumusnya kali 1/4 gitu Ustadz?
2. Kalau kita membeli pakaian baru dari toko, apakah kita anggap baju2 tersebut suci atau najis sehingga harus dicuci dulu sesuai dengan fiqih membersihkan najis?
3. Begitu juga kalau kita menginap di hotel, barang-barang di hotel tersebut dianggap suci apa najis ustadz?
4. Ustadz soal berdoa dan membaca doa itu, benar ga kesimpulan ana seperti ini.
 "Kalau kita berdoa dalam pengertian yang sesungguhnya, artinya usahanya sungguh-sungguh dan sebab-sebab dekatnya juga memang ada, ditambah dengan membaca doa, maka objek yang kita inginkan tersebut insya Allah akan tercapai. Akan tetapi, kalau kita hanya membaca doa sedangkan tidak ada usaha untuk meraih sebab-sebab dekatnya itu, maka meskipun dia membaca doa, objek dari doanya itu tidak akan tercapai atau terkabul. Bentuk pengabulannya itu dalam bentuk lain seperti pengampunan dosa dan semacamnya."
5. Kalau menurut perasaan kita orang tersebut sikapnya jadi lain kepada kita, apakah dalam Islam kita diajarkan untuk mengkonfirmasi kepada orang tersebut atau biarkan saja yang penting sikap kita tetap baik ke dia?
6. Kalau kita tinggal di mes, terus ada torn, penampungan air yang volume tornnya itu 1100 liter. Tentunya kalau penuh bahkan setengahnya aja sudah termasuk air kur. Akan tetapi, si yang punya rumah itu pasang keran keluarnya itu dari dasar torn. Nah, kita ga mungkin ngecek airnya itu sekarang segimana tingginya. Apakah kita menganggap air tersebut air kur atau bukan?
7. Hal ini pernah ada yang menanyakannya, tapi kok saya lupa lagi jawabannya. Kalau mandi junub itu kan sudah tidak perlu wudhu lagi. Nah, apakah ketentuan tersebut berlaku juga kalau junubnya oleh sesuatu yang haram?
8. Ustadz, adakah doa atau amalan agar kita terhindar dari kematian yang mendadak termasuk kematian karena kecelakaan?
Syukron
PSA
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- He he.... semoga Tuhan memudahkan antum, ana dan semua teman-teman dalam memahami ajaran suci Islam dan bisa mengamalkannya dengan baik, benar dan ikhlash serta diterimaNya, amin.

Misalnya tahun khumus antum tahun ini adalah 1-Januari-2017. Lalu ada sisa uang 1,000,000 dan barang-barang konsumsi 200,000, maka khumus antum adalah 240,000 kalau dibayar dari sisa-sisa tersebut (yakni yang 1,000,000). Memang uang yang tersebut belum dikhumusi, tapi memang tahun inilah pengkhumusunnya. Jadi, dibayar hanya seperlima saja.

Tapi kalau antum mau bayarkan khumusnya dengan uang penghasilan setelah tanggal 1-Januari-2017 itu, dimana nanti kalau ada lebihnya harus bayar khumus di 1-Januari-2018, maka antum harus khumusi dulu uang itu sebelum dibayarkan ke khumus untuk tahun 2017 nya. Karena itu, mesti dibayar seperempat dari 1,200,000 sisa antum di tahun 2017 itu. Berarti khumus antum adalah 300,000. Rinciannya, 60,000 khumus dari 300,000 ini dan sisanya yang 240,000 adalah khumus untuk tahun 2017 tersebut.

2- Bisa dianggap suci selama tidak yakin terkena najis sekalipun buatan orang kafir selain Ahlulkitab yang buatan pabrik (bukan buatan tangan).

3- Bisa dianggap suci kalau tidak yakin terkena najis. Kalau daerah mayoritas kafir bukan Ahlulkitab seperti di Bali, maka tidak mungkin menganggap yang biasa kena basahan itu tidak najis, seperti kamar mandi, sprai, makanan, piring, dan semacamnya.

4- Pemahaman yang cerdik, syukurlah. Tapi ketahuilah bahwa meminta kepada Tuhan itu, sekalipun disertai dengan usaha yang bagus, tetap mendapatkan pahala. Jadi, dapat dikatakan bisa mendapatkan kedua-duanya, pahala dan obyek doanya.

5- Tergantung keadaan. Yang jelas tidak ada larangan untuk menanyakannya dengan baik, misalnya "Sepertinya ana punya salah kepada antum, karena ana merasakan ada kelainan sikap antum. Kalau saya salah, katakan supaya saya bbisa memperbaikinya."

6- Tidak bisa dianggap satu kur. Mesti ditanya dulu:

a- Apakah mesin pompa air pengisinya itu hidup secara otomatis atau tidak.

a-1- Kalau tidak, maka tanyakan tiap jam berapa mengisinya:

a-1-a- Kalau ketahuan jamnya, maka dikala jam pengisian itu dan/atau di awal-awal pemakaian setelah penuh itu, bisa dianggap kur. Sesuaikan juga dengan berapa banyak pemakainnya.

a-1-b- Kalau tidak ketahuan jaumnya, maka sebaiknya tidak dianggap kur karena tidak ada dalil untuk itu.

a-2- Kalau otomatis, maka ditanyakan di liter ke berapa otomatisnya jalan. Kalau di atas 384 liter, maka air torn tersebut bisa diyakini sebagai kur terus menerus.

7- Iya berlaku. Yang penting junub.

8- Banyak doa, istighfar, shalawat, sering sedekah walau tidak bersar, suka menolong orang dalam kebaikan, tawassul dan semacamnya seperti shalat awal waktu.

Tapi menurut saya, mati mendadak itu bukan keburukan. Tergantung bagaimana, dalam keadaan apa dan semacamnya.

Pecinta Sinar Agama syukron ustadz atas jawaban dan penjelasannya...1. paham jelas sekarang...ahsantum 2 - 5 juga jelas 6. bukan pompa ustadz tapi air pam, hanya air pamnya itu ditampung dulu jadi setelah penuh dimatiin pamnya, jamnya tidak menentu...berarti ga bisa dianggap 1 kur ya ustadz...7. jelas 8. maksudnya kan kalau mati mendadak kita belum persiapan, belum wasiat, trus ya kita juga masih banyak tanggungan seperti anak-anak yang masih kecil dan masih punya banyak utang, baik uang maupun ibadah wajib...

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama,:

6- Iya begitu, tidak bisa dianggap satu kur keculai dengan syarat-syarat yang sudah diterangkan di atas. Tapi coba teliti lagi, sebab kalau pam yang ditampung itu biasanya hanya sekedar untuk berjaga-jaga kalau-kalau air pamnya mati. Jadi, sangat mungkin pengisian itu tidak akan pernah dimatikan. Biasanya di hotel-hotel yang tidak boleh kering air, maka penampunan itu hanya untuk menjaga kalau air pamnya mati, bukan untuk mengirit listrim misalnya hingga perlu dimatikan pengisiannya kalau sudah penuh seperti kalau mengisi dengan sanyo atau pompa air. Kalau memang fungsinya untuk menjaga-jaga, maka bisa diyakini sebagai kur selamanya kecuali kalau tahu air pam nya mati.

8- Kalau itu masalahnya maka lakukan yang disunnahkan dalam Islam, yaitu menulis wasiat/pesan tentang apa-apa saja tanggungannya.

Pecinta Sinar Agama Oh gitu ya ustadz..coba nanti ana tanyakan lagi ke yang punya rumah...untuk yang wasiat insya Allah sudah ustadz...tapi kan tetap saja kalau anak-anak masih jadi tanggungan kita, kan kalau kita meninggal mereka siapa yang akan bertanggung jawab menafkahinya dan menyekolahkannya...itu kan tidak selesai hanya dengan wasiat, begitu juga utang siapa yang akan membayarnya...sedangkan untuk hidup mereka saja sudah susah...

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, hutang itu hanya bisa dibayar lewat harta warisan. Yang lain tidak wajib membayarnya. Karena itu, tidak perlu diwasiati membayar hutang. Kalau tidak punya warisan, seperti rumah dan apa saja, maka tidak ada yang wajib membayar hutangnya (hutang orang yang telah meninggal).

Mursalin Mursal Salam ustad.
Yang di maksud dengan rumah,apa rumah yang di tampati oleh mereka.misalnya ada utang tiga puluh juta,rumah yang di tempati oleh mereka yang di tinggalkan oleh al marhum kau di jual harganya sekitar gitu juga.apa rumah itu wsjib di jual untuk membayar hutang walau pun anak2nya masih kecil2.apa boleh membayar hutang nya bukan dari warisan yang di tinggalkan.misal uang sedekah orang.seperti di aceh tempat ana itu mulai hari pertama sampai hari ketujuh kaum kerabatnya mendatangi rumah duka dengan memba sadekah dan pada hari ke tujuh itu kelurga duka membuat kenduri mengundang saudara dan kerabat nya pada hari itupun mereka membawa lagi sadakah.jadi sisa uang itu boleh ga untuk bayar utang al marhum.

Sinar Agama Mursalin Mursal, yang penting hutangnya dibayar. Siapa saja boleh membayarkan dan yang dihutangi juga bisa menghalalkannya. Tapi kalau tidak dihalalkan dan juga tidak ada yang membayarkannya, maka wajib dibayarkan dari harta peninggalannya seperti rumah walau ditempati keluarganya yang masih kecil-kecil. Sebab siapa saja yang ditinggalkan dari keluarganya, hanya berhak untuk menerima warisan dari harta peninggalan yang meninggal yang dalam contoh pertanyaan antum adalah ayah. Tapi kalau punya hutang, maka wajib dibayarkan dulu kepada hutangnya baru kalau ada sisa, dibagikan kepada ahli warisnya sebagaimana sudah diatur dalam fiqih.

Pecinta Sinar Agama justru karena itu kan jadi mau meninggal mendadak itu takut...sebenarnya bukan meninggal mendadak kali ya ustadz tapi meniggal dalam usia yang masih diperlukan tanggung jawab kita untuk membiayai anak dan istri...





0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.