Saturday, February 11, 2017

on Leave a Comment

Apakah hikmah dan filosofi adanya mahar dalam ijab kabul dalam pernikahan ?

Link : https://www.facebook.com/shadra.hasan/posts/1206173329432571

Salam
Apakah hikmah dan filosofi adanya mahar dalam ijab kabul?
Trims ust Sinar Agama
Suka
Komentari
7 Komentar
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaanya:

1- Saya kurang tahu pasti dan kurang tahu secara meliputi. Kalau dalam riwayat disebutkan seperti ini:

لان على الرجال مؤنة المرأة، لان المرأة بايعة نفسها، والرجل مشترى، ولا يكون البيع بلا ثمن ولا شراء بغير اعطاء الثمن مع النساء محظورات عن التعامل والمتجر مع علل كثيرة.

"Karena tanggung jawab nafkah untuk wanita itu ada di pundak lelaki, karena wanita telah menjualkan (baca: menyerahkan, "zawwajtka nafsiy") dirinya, dan lelaki membelinya (baca: menerimanya, "qabiltu") sementara tidak ada penjualan/penyerahan (baca: serah terima dua amanat) tanpa tsaman/barang (tsaman yang dalam bahasa Arab umum masa kini memiliki arti "harga", tapi dalam istilah Arab masa lalu memiliki arti "barang yang dijual" dan juga "harga" atau "barang yang dibelikan". Karena secara lebih umum jual beli jaman dulu adalah barang dengan barang, bukan barang dengan uang terutama uang kertas/kesepakatan seperti sekarang ini) dan tidak ada pembelian tanpa tsaman/uang. Wanita memilki banyak larangan-larangan (kehormatan) untuk diserahterimakan dan diberikan dengan alasan-alasan yang banyak."

2- Kalau dengan rabaan yang dapat dipahami dari ayat dan riwayat secara acak, maka beberapa poin berikut ini bisa menjadi kemungkinan-kemungkinan yang lainnya, seperti:

a- Menyenangkan calon istrinya. Sebab wanita secara umum senang dihadiahi, yakni lebih besar senangnya dari lelaki ketika diberi hadiah. Jadi, menyenangkannya agar dapat memulai kehidupan berumahtangganya dengan hati yang senang.

b- Kesenangan di poin (a) di atas itu menjadi sangat penting, sebab secara umum seorang wanita suci (baca: yang belum pernah dipegang-pegang lelaki, belum pernah pacaran dan semacamnya), merasa ketakutan atau khawatir menjalani hidup barunya. Nah, kesenangannya itu dapat mengurangi rasa khawatirnya tersebut.

c- Menghormati hak-haknya. Bahwa wanita itu memiliki harga diri dan bukan barang mainan lelaki. Maskawin itu hanya sebagai simbolnya saja, bukan senilai dengan harga wanitanya. Karena itulah Islam menganjurkan untuk tidak melebihi 1900 gram perak.

d- Untuk memperingati lelaki bahwa sebelum menyentuhnya saja dia sudah terbebani dengan harta maskawin, apalagi kelak setelah menyentuhnya dan mensharingkannya dalam urusan-urusan dan beban-beban kehidupan.

e- Supaya lelaki sadar, bahwa selamanya harus menyantuni dan mengasihi serta melindungi istrinya.

f- Supaya suaminya tidak malas dan terpicu sejak dari sebelum menyentuh istrinya agar hendaknya bersusah payah dan giat dalam berusaha mencari nafkah. Sebab dengan pemberian awal yang namanya maskawin itu, dia harus sudah siap dalam tanggung jawabnya ini, yakni menafkahi istri dan anak-anaknya.

g- Wanita memiliki nilai tinggi dalam derajat kemanusiaannya yang tidak boleh dianggap remeh oleh lelaki. Karena itu, lelaki sudah dihentak sejak dari awal pernikahannya untuk memberikan kesanggupan tanggung jawabnya dengan memulainya dengan menyanggupi maskawin dan memberikannya kepada istrinya. Sementara lelaki tidak memiliki hak dari istrinya dari sisi ini.

Allaahu A'lam.

Feri Djatmiko Nyimak ustads

Hirwan Bahri Maaf ustadz. Pengen nanya, kalau tata cara menikah menurut Ahlulbait itu seperti apa? Atau INI mungkin yang dimaksud dengan ijab kabul itu seperti apa ustadz. Mulai dari syarat²nya sampai bacaan-bacaannya. Balik lagi Afgan.

Mursalin Mursal Salam ustad
Apakah benar dengan ijab kabul itu, semua perbuatan dosa istri yang bertentangan dengan syariat akan di beban kan pada suami baik dosa sewaktu masih tanggung jawab orang tuanya, dengan mengucabkan qabitu maka kewajiban orang tuanya akan berpindah pada sang suami. Allah akan meminta pertanggung jawaban pada suaminya kelak. misalnya istri yang tidak berhijab tidak shalat tidak Mengetahui fiqih.

Sinar Agama Mursalin Mursal, tidak benar. Perbuatan dosa istri tetap milik istri. Kalau suaminya yang menyuruhnya, atau tahu perbuatan itu salah tapi tidak menasihatinya (amr ma'ruf nahi mungkar sesuai hukum fiqihnya) maka suaminya juga akan mendapatkan dosa istrinya tanpa mengurangi dari dosa istrinya.

Kewajiban nafaqah orang tua memang pindah ke istri. Tapi amar ma'ruf maka tetap ada di pundak orang tua sesuai dengan ketentuan fiqihnya. Tapi dalam perbuatan dosa, bukan perbedaan pendapat bagaimana mengatur rumah tangga dimana hal itu memang sudah milik dan wilayah suaminya.

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.