Friday, May 26, 2017

on Leave a Comment

Penyerangan oleh pihak intoleran terhadap berbagai acara keagamaan bolehkah dijadikan alasan taqiyah?

Salam.
Ustadz, semoga antum selalu berada di dalam rahmat dan rida-Nya. Ustadz, masih berhubungan dengan pertanyaan sebelumnya, kalau peristiwa berikut ini bisa dianggap bahwa untuk di indonesia secara umum bukan hanya di Makasar sudah bisa berlaku taqiyah keamanan atau tidak ustadz? Sebenarnya saya ingin melampirkan videonya tapi saya ga bisa caranya kalau lampirkan di halaman ini tanpa ada linknya.
Syukron
PSA
Kronologis
Pendiri Lentera Negeri Dr Syahid Arsyad MT yang juga pengurus KAHMI Kota Makassar menceritakan kronologis kejadian tersebut:
Pada Kamis 13 April 2017 pukul 19.00 wita, mereka melaksanakan diskusi. Temanya "Once Upon a Time in Karbala and Irak."
Syaharuddin Abbas SS yang juga alumni University of Al-Ma'had, Al-Islaamy Al-Aly, Karbala, Irak, tampil sebagai narasumber.
Syaharuddin juga adalah pengajar di Pesantren Nurul Junaidiyah Luwu Timur. Pesantren ini diasuh Ketua NU Luwu Timur (Lutim) sekaligus pengurus MUI setempat.
Sesuai tema, diskusi ini membahas bagaimana proses mendapatkan beasiswa, pengalaman saat berangkat kuliah dan beradaptasi di luar negeri.
Saat diskusi baru berlangsung sekitar 30 menit, tiba-tiba datang sekelompok orang tak dikenal. Mereka membubarkan paksa kegiatan diskusi karena dianggap menyebarkan paham sesat.
Narasumber dan peserta diskusi digiring ke masjid untuk diinterogasi. Dalam perjalanan ke mesjid, narasumber dan beberapa peserta lainnya mendapatkan pukulan.
Selama proses interogasi di masjid, tas dan laptop diperiksa. Mereka dipaksa mengaku beraliran syiah.
“Padahal kami semua tidak ada yang syiah. Jika syiah-pun, tidak dibenarkan jadi alasan ormas tertentu untuk boleh main hakim sendiri,” tegasnya. (*)
Menurut Mochtar, FUIB Sulsel mengedepankan cara-cara santun dan taat hukum dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
MAKASSAR.TRIBUNNEWS.COM
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas19 April pukul 20:17

Alek Nganjuk Nganjuk Nyimak.....
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas19 April pukul 21:50

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Seandainya hal tersebut di atas, terjadi bukan di Indonesia yang memiliki hukum yang jelas tentang kenegaraan, kemasyaratan, hukum, kebebasan beragama, kebebasan mengamalkan agamanya, dan seterusnya, maka kejadian di atas, bisa dijadikan alasan untuk penghalalan taqiah. Tapi karena hal itu terjadi di Indonesia dimana justru para penyerang itu yang salah dan bisa dihukum di mata hukum negara Indonesia, maka sulit untuk menjadikannya alasan kebolehan bertaqiah.

Jadi, cara yang baik dan benar adalah menuntut para pelaku tersebut ke pengadilan negara.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
5
20 April pukul 11:10Telah disunting

Pecinta Sinar Agama oh gitu ustadz...bukankah hukum di kita masih bisa dibeli ustadz? Lah buktinya yang sampang aja yang dipenjara malah ustadz syiahnya?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas21 April pukul 18:46

Pecinta Sinar Agama trus yang kasus ahok masa dia tidak dikenakan pasal penistaan agama sih?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas21 April pukul 18:48

Pecinta Sinar Agama udah gitu dia malah dituntut satu tahun penjara dan hukuman 2 tahun percobaan...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas21 April pukul 18:48

Pecinta Sinar Agama jelas hal itu tidak mencerminkan keadilan dalam hukum indonesia...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas21 April pukul 18:49

Ridjalin Hakim Kelakuan preman berjubah agama khas kelompok sumbu pendek alias pentol korek
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas21 April pukul 18:52

Raghib Sidharta Untuk taqiah ga petlu nanya deh,kita yang paling tau posisi kita taqiah atau tidak sebab kita yang merasakannya
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas21 April pukul 20:41

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, yang mana yang mau antum tanyakan? Hal di status itu atau Sampang?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas22 April pukul 0:14

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama dan Teman-teman lainnya, sudah sering dijelaskan bahwa taqiah itu dibolehkan manakala dirasakan kemungkinan adanya bahaya, seperti dipukuli, dibunuh, diperkosa dan/atau diambil harta kehidupannya. 

Kalau antum tidak mengerti pertan
yaan antum sendiri, maka akan gagal memahami jawabannya. 

Kejadian khusus, tidak bisa menjadikan dasar hukum bagi keseluruhan. Kejadian di tampat khusus, tidak bisa dijadikan hukum di tempat lain, kecuali yang sama, baik dari sisi waktu, tempat dan kondisi lainnya.

Kalau antum sudah Syi'ah, jangan biarkan diri antum tetap dengan budaya berfikir sebelumnya yang biasa main qiyas/analogi dan semacamnya. Semoga antum semua selalu dalam peluk kasih sayangNya, amin.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
3
22 April pukul 0:25

Pecinta Sinar Agama loh kenapa antum ga mengatakannya dari awal antum kan di atas jawabannya seandainya hukum di indonesia itu tidak seperti itu, maka antum menjelaskan bahwa bisa dijadikan dasar untuk taqiyah keamanan...nah makanya saya menyampaikan kondisi hukum kita seperti apa...dan dari awal juga sudah saya tanyakan apakah bisa berlaku umum atau tidak? itu kan artinya saya juga menyadari bahwa satu kasus di suatu tempat tidak bisa dijadikan dasar untuk berbuat di tempat lain....
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas22 April pukul 18:33

Pecinta Sinar Agama afwan ustadz, antum itu sering menilai orang seperti ini seperti itu, tapi jelas-jelas salah...kalau ana itu baru kenal syiah, wajar antum mengatakan bahwa ana tidak tahu kalau kita tidak boleh qiyas atau analogi dalam fiqih...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas22 April pukul 18:49

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, :

1- He he....bukan terbalik nih? Perhatikan jawaban di atas itu saya tujukan kepada siapa saja?


2- Lalu antum katakan sering, dimana saja, tolong sebutkan sebelum antum disuruh menyebutkannya di akhirat kelak, he he...

3- Sedang yang untuk antum yang khususpun ana sudah jawab, yaitu tidak bisa dijadikan penghalalan taqiah di Indonesia yang berhukum menjamin.

4- Ketika antum muter ke peristiwa khusus seperti Sampang, maka berati antum tidak paham terhadap yang antum tanyakan sendiri.

5- Poin 4 itu mirip dengan teman kita yang lain, yaitu saudara Raghib Sidharta, yang juga menjadi tidak paham dengan alur tanya jawab kita di atas. Dan justru dia itulah yang menjadi tujuan utama dari komentarku di atas itu. Karena itulah saya tujukan komentarnya "....dan teman-teman yang lain", bukan hanya antum saja, sekalipun antum juga memiliki kekurang fokusan pada pertanyaannya yang antum buat sendiri. 

6- Menurut saya, coba perhatikan kalau menulis pertanyaan. Apakah yang antum tulis itu sudah mewakili hati antum atau tidak. Jangan buru-buru dikirim. Sebab saya hanya akan memahami dari tulisan antum, bukan suara hati antum.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
3
23 April pukul 12:16Telah disunting

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas22 April pukul 0:27

Pecinta Sinar Agama ya yang saya inget itu yang dua kali terakhir saja yang ini dan yang soal pertanyaan ikan nabi yunus itu...tapi sebelum-sebelumnya saya merasakan kalau antum misalanya suka bilang antum (maksudnya ana) itu begini dan begitu...tapi saya hanya diam saja...tapi mungkin yang seperti antum itu bilang saya harus merenungkan dulu sebelum mengirim pertanyaan karena antum memahaminya dari kalimat saya itu...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 April pukul 12:48

Pecinta Sinar Agama syukron ustadz atas jawaban dan masukannya...afwan juga kalau ada kata-kata ana atau tuduhan ana yang salah...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 April pukul 12:49

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, :

1- Kalau begitu hanya dua kali. Yang lainnya mesti antum tarik. Kalau tidak wajib memberikan bukti. Ini secara akal dan agama. Kalau tidak ditarik, maka maaf yang ana berikan tidak akan bermanfaat buat antum, sebab telah menyeba
r fitnah (tentu kalau tidak benar adanya).

2- Kalau begitu, berarti yang kemarin dan yang sekarang ini antum tidak menerima jawabanku. Itu hal biasa. Tapi mengatakan bahwa saya salah mengira tentang antum, itu hal lain. Antum buktikan kesalahan saya baru saya akan ralat dan kalau tidak, maka antum akan dimintai tanggung jawab dunia-akhirat, walau saya memaafkan antum sekalipun, sebab hal ini bersentuhan dengan khalayak umum juga.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 April pukul 13:05

Pecinta Sinar Agama oh afwan ustadz kalau begitu saya menarik tuduhan tersebut...maksudnya tuduhan yang bilang antum sering menilai orang itu...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 April pukul 13:11Telah disunting

Pecinta Sinar Agama kalau yang pertanyaan kemarin dan yang sekarang kan sudah dibahas permasalahannya di mana...saya sudah menjelaskan dan antum juga sudah menjelaskan alasannnya...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
23 April pukul 13:09

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, baiklah kalau begitu bahasan di atas sudah dianggap selesai. Semoga antum dimana saja berada selalu dalam naungan taufiq Allah swt, amin. Begitu pula saya dan teman-teman yang lain, amin.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
24 April pukul 3:44Telah disunting

Pecinta Sinar Agama Amin yra..syukron ustadz...ahsantum...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 April pukul 13:28

Pecinta Sinar Agama mudah-mudahan tidak kapok menjawab pertanyaan-pertanyaan dari ana yang tidak tahu diri dan tidak tahu berterima kasih ini...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas23 April pukul 13:47

Hilmansyahsari Salam.. Ustad bolehkah saya menyimpulkan seperti ini..
Jadi di Indonesia tdk diperbolehkan taqiyah karena negara kita punya hukum, jd kalo ada yg menintimidasi kita medkipun sampai melukai/ memukul seperti kasus di dulawesi yg kita bahasa kita tinggal lapor polisi saja..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas24 April pukul 9:23

Sinar Agama Hilmansyahsari, salah penyimpulannya he he. Yang benar adalah kapan saja boleh taqiah manakala dirasakan adanya kemungkinan tidak aman yaitu dipukuli, dibunuh, diperkosa (diri dan keluarganya) dan/atau diambil harta kehidupannya. 

Nah, kebolehan taqia
h ini tidak bisa dipukul rata di sembarang keadaan, tempat dan waktu. Jadi, kapan dirasakan adanya salah satu saja dari keempat hal di atas, maka sudah dibolehkan taqiah. 

Jadi, beda menghadapi kondisi yang dihadapi perorangan atau kelompok (yang dihadapi langsung dalam waktu tertentu, tempat tertentu, kondisi tertentu) dengan menghadapi Indonesia segala keseluruhan. Kalau Indonesia secara keseluruhan, maka tidak boleh taqiah kalau tidak ada sebab menyeluruh atau ada sebab tapi kondisioner. 

Catatan:

a- Keberbedaan waktu bisa membuat hukum taqiah berbeda. Misalnya kemarin bahaya (ada kemungkinan dari salah satu sebab yang empat di atas itu), tapi sekarang sudah tidak ada, atau sebaliknya. Kadang dengan berganti minggu, bulan atau tahun, kondisinya sudah berbeda, baik dari baik ke buruk atau sebaliknya. Kadang taqiahnya hanya boleh di waktu 'Asyura saja tapi tidak boleh di hari yang lain. 

b- Keberbedaan tempat, saya rasa sangat jelas. Kadang di suatu tempat salah satu dari keempat penyebab taqiah di atas itu ada, akan tetapi di tempat lain tidak ada. 

c- Keberbedaan keadaan adalah seperti kadang adanya bahaya yang empat itu pada waktu tertentu seperti waktu 'Asyura saja, seminar saja, kajian di Masjid Umum saja, dan semacamnya. Hal-hal yang berkenaan dengan kondisi atau keadaan ini, sangat menentukan boleh tidaknya taqiah hingga tidak bisa dipukul rata. 

d- Heranku:

d-1- Saya heran pada sebagaian yang mengaku Sunni, yang membenci taqiah, sementara mereka yang menyebabkan taqiah tidak dibentinya. Bukankan anarkis dan intoleran itulah penyebabnya? Mengapa akibatnya yang dibenci sementara penyebabnya tidak dibenci?

d-2- Saya heran pada sebagian yang mengaku Sunni yang menentang taqiah dan membencinya, sementara taqiah di Syi'ah sama sekali tidak boleh kecuali kalau terpaksa saja, yaitu ketika keselamatan, nyawa, harga diri (kehormatan/kemaluan) dan harta kehidupan sudah mulai terancam.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
24 April pukul 10:45

Hilmansyahsari Terima kasih Ustad
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
24 April pukul 10:51

Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/246527365819643




0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.