Wednesday, May 10, 2017

on Leave a Comment

Tuhan tidak menempati tempat dan juga tidak ditempati oleh segala sesuatu karena Dia tidak terbatas, menempati akan membuatNya terbatas dan ditempati akan membuatNya terbagi-bagi. serta penjelasan mengenai makna "Dialah Yang Zahir".

Salam ustd ana mau tanyak tuhan ada pada segala sesuatu tetapi bukan pada sesuatu itu mohon penjelasan nya?
Trimakasih.

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Slamet Basuki Artinya meskipun Tuhan meliputi segala sesuatu tapi Dia tidak bertempat alias dibatasi ruang.

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas17 April pukul 15:11

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Kalau ingin rinciaannya maka antum bisa merujuk ke catatan sebelumnya yang berjudul "Ringkasan dan Pokok-pokok Ajaran Syi'ah". Kalau ringkasnya sebagai berikut:

1- Allah swt itu Tidak Terbatas. Sebab kalau terbatas
, berarti memiliki awal dan akhir. Dan kalau memiliki awal, berarti Dia diadakan oleh yang lain, dan kalau memiliki akhir, berarti Dia akan mati. 

2- Ketika kita paham bahwa Tuhan itu Tidak Terbatas, maka:

a- Tidak mungkin ada dua. Sebab kalau dua, akan saling membatasi.

b- Tidak mungkin terangkap, seperti trinitas. Sebab kalau terangkap masing-masing rangkapannya saling membatasi dimana konsekuensinya masing-masing rangkapannya menjadi terbatas. Dan kalau Tuhan kumpulan dari yang terbatas, maka juga akan menjadi terbatas. Sebab kumpulan yang terbatas, maka terbatas pula, sekalipun lebih luas dari masing-masing rangkapannya. 

Nah, kalau Tuhan terbatas, maka berarti Dia memiliki awal dan akhir. Kalau demikian, maka Dia dicipta dan akan binasa.

c- Tidak mungkin bisa menempati sesuai dan ditempati sesuatu. Sebab selain Tuhan pasti terbatas. Karena itu, bagaimana mungkin Tuhan menempati sesuatu yang terbatas atau ditempati sesuatu yang terbatas? 

Ketidakmungkinan menempati yang terbatas, mudah dipahami. Tapi ditempati yang terbatas, tidak terlalu mudah untuk memahaminya. Sebab kita akan mengira bahwa ketika Tuhan itu tidak terbatas, maka maha luas hingga bisa menampung apa saja yang menempatiNya. Tidak demikian. Sebab kalau sudah ditempati yang terbatas, maka akan mengambil tempat pada DiriNya. Kalau sudah demikian, maka DiriNya akan menjadi terbagi-bagi pada keterbatasan tempat yang ditempati oleh yang terbatas tersebut. Karena itu, Dia akan menjadi terbatas sebab akan menjadi terangkap dari tempat-tempat yang terbatas.

d- Tidak mungkin ada yang terluput dari Allah. Sebab kalau ada yang terluput dariNya, maka Dia tidak bisa lagi dikatakan yang tidak terbatas. Sebab masih memiliki batasan yaitu tidak terkontrolnya beberapa obyek atau makhlukNya. 

e- Tidak mungkin bisa dikatakan dimana. Sebab mana itu tempat. Dan tempat itu terbatas hingga jelas tidak akan bisa menampung yang tidak terbatas. Begitu pula mana-mana itu adalah tempat yang diciptakanNya. Bagaimana mungkin mana-mana yang merupakan makhluk bisa menampung Khaliq dan/atau Penciptanya? Akibat sama sekali tidak akan bisa menampung sebabnya, apalagi kalau sebabnya tidak terbatas.

Itulah mengapa ketika Imam Ali as ditanya: "Dimana Allah?"

Beliau as menjawab: "Allahlah yang mencipta dimana, maka tidak ada dimana buatNya."

3- Jawaban Soal:
Dengan semua penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa Tuhan itu meliputi segala sesuatu yakni tidak ada yang luput dariNya walau satu atom dari makhluk yang ada ini, dan sudah tentu segala sesuatu itu tidak bisa mengekangNya, mengurungNya, meliputiNya dan semacamnya, sebab Dia Tidak Terbatas.

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
3
17 April pukul 15:30

Jlamronk Ab Dialah yang Dzahir maksudnya apa ustadz?

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas17 April pukul 16:12

Bakirbakir Bakir Salam ustd apa perbedaannya wujud pohon dan wujud manusia kalau di lihat ada. Nya sa ma tapi klu di lihat esensi nya berbeda mohon di jelaskan ustad sukron?

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
17 April pukul 18:34

Sinar Agama Jlamronk Ab, : Yang akan ditulis berikut ini hanya semacam ulangan dan ringkasan dari yang sudah sering dibahas (bisa dilihat di catatan-catatan yang telah lalu):

a- Arti Dialah Yang Zhahir (bukan dhahir) adalah Dialah Yang Nampak/Lahir. Sedang maksud
nya adalah, bahwa semua yang nampak dari makhluk ini adalah Tajalli dari DiriNya atau manifestasiNya. 

b- Maksud dari Dialah yang Zhahir itu bisa memiliki beragam tafsiran, seperti:

b-1- Tafsiran Kalam Tingkat Awal:

Semua yang zhahir atau nampak dari makhluk-makhluk ini adalah tanda dan bukti dari keberadaanNya. Yakni Allah swt ingin menjelaskan kepada kita atau menampakkan kepada kita/makhluk tentang keberadaanNya dengan semua makhluk yang ada ini. Jadi, seakan alam makhluk ini adalah KTP-Nya atau Kartu Tanda PengenalNya (bukan Kartu Tanda Penduduk). 

Jadi, semua yang nampak ini adalah bukti dan tanda bagi keberadaan dan kebesaran Allah swt. Itulah makna Kalam Tingkat Awal dari Dialah yang Zhahir/Nampak. 

b-2- Tafsiran Kalam Tingkat Tinggi dan Tafsiran Filsafat:

Tafsiran Kalam Tingkat Tinggi memiliki kesamaan dengan Tafsiran Filsafat, yaitu:

Ketika kita tahu bahwa Tuhan itu sebab dari semua keberadaan yang nampak/zhahir, maka yang zhahir ini adalah akibatNya. 

Sebab juga berbagai macam bentuk, ada Sebab Potensi seperti manusia yang berpotensi belajar menjadi pintar atau dokter; Sebab Pendekat seperti kedua orang tua yang mendekatkan sebab hakiki terhadap kewujudan seorang anak; Sebab Pemberi yaitu sebab yang memberikan wujud pada akibatnya; Sebab Tujuan; Sebab Materi; dan masih ada yang lainnya.

Yang dimaksudkan dengan kesebaban Tuhan bagi makhlukNya adalah Sebab Pemberi, yaitu yang memberikan wujud. 

Sebab Pemberi ini juga ada tiga macam:

b-2-1- Sebab Pemberi Mandiri, yaitu yang tidak pernah diberi, yaitu Allah swt yang juga bisa disebut dengan Tuhan, God dan semacamnya sesuai banyaknya bahasa manusia di muka bumi. Tuhan tidak pernah diberi karena Dia Tidak Terbatas. Karena Tidak Terbatas maka tidak memiliki awal hingga didahului oleh tiadaNya dan hingga diberi oleh yang lainNya. 

Dan sebagaimana maklum, bahwa Sebab Mandiri ini mesti ada, sebab kalau tidak ada, maka semua wujud terbatas juga tidak mungkin ada. Sebab kalau semua wujud itu -termasuk Tuhan- adalah terbatas, maka semuanya didahului oleh ketiadaannya. Kalau semua wujud didahului oleh ketiadaannya, maka dari mana wujud mereka itu bermula? Siapa yang memberi sementara siapapun yang dianggap memberi dia didahului oleh ketiadaannya? Karena itulah maka karena kita lihat ada wujud terbatas, begitu pula kita yang ada secara yakin ini, maka sudah pasti ada Wujud Yang Tidak Terbatas. Dialah Tuhan yang merupakan Sebab Mandiri tersebut. 

b-2-2- Sebab Tengah, yaitu semua sebab pemberi akan tetapi dia dan keberadaannya juga diberi yang lainnya (sebabnya). Seperti mani-ovum yang menjadi darah, daging dan janin, juga diberi oleh wujud sebelumnya (Sudah tentu ini hanya pendekat, sebab sebab materi itu selalunya sebab potensi. Jadi sebab pemberinya adalah Wujud Barzakhi atau Malaikat yang ditugaskan untuk itu dimana kewujudan para malaikat ini juga diberi oleh malaikat sebelumnya dan begitu seterusnya sampai ke Tuhan).

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
18 April pukul 11:04

Sinar Agama .

b-2-3- Sebab Akhir, yaitu suatu sebab yang tidak ada lagi sebab setelah itu, atau suatu sebab yang mengakibatkan akibat yang paling terakhir. Anggap kelak sedetik sebelum kiamat tiba. 


Ketika kita sudah tahu semua hal di atas itu, maka ketahuilah bahwa kepemberian Sebab Pemberi kepada akibatnya, bukan dari jenis kepemberian Sebab Potensi, Sebab Tujuan, Sebab Pendekat dan semacamnya. Karena kalau selain Sebab Pemberi, maka yang memberi, yang diberi dan pemberiannya, masing-masingnya bisa dimandirikan dalam benak atau akal kita. Seperti kita memberi hadiah kepada teman, maka di sana ada kita, ada obyek yang diberi dan ada obyek pemberiannya atau hadiahnya. 

Artinya, yang diberi itu wudah wujud, yang memberi juga wujud dan masing-masing tidak ada hubungannya secara jatidiri. Tapi kalau Sebab Pemberi dengan Akibat Yang Diberi, maka Yang Diberi sama sekali tidak ada sebelum diwujudkan oleh Sebab Pemberinya. Karena itulah maka jatidiri Yang Diberi, benar-benar dari jatidiri Yang Memberi. Seperti arus listrik yang memberi cahaya pada lampu yang sedang menyala.

Selain itu, kepemberian Sebab Pemberi ini, harus bersifat terus menerus. Sebab penyebab dari keberadaan Akibat Yang Diberi, adalah dari Sebab Pemberinya. Kalau ada dan wujud dari Yang Diberi itu dari Sebab Pemberinya, maka kapan saja wujud Yang Diberi itu ingin terus ada, maka Sebab Pemberinya harus memberikan wujudnya dalam setiap saat. Kalau tidak, maka Sebab Pemberi tidak akan bisa disebut Pemberi Wujud. Karena begitu Yang Diberi sudah wujud, sudah tidak perlu lagi kepada pemberian Sebab Pemberinya. Mengapat kalau seperti itu Sebab Pemberinya tidak bisa disebut Sebab Pemberi, karena kewujudan berikutnya, sudah tidak lagi memerlukannya. Seperti ayah dan ibu yang tidak diperlukan lagi bagi tubuh si anak manakala sudah lahir, bahkan si ayah tidak diperlukan lagi ketika anaknya masih dalam kandungan. Itulah hakikat sebab yang bukan pemberi.

Tapi kalau Sebab Pemberi, yakni pemberi wujud, maka kapan dia berhenti memberikan wujud pada akibatnya, maka si akibat tersebut akan menjadi sirna. Persis dengan arus listrik kalau diputuskan sedetik saja, maka pijaran lampu listriknya yang sebagai akibatnya akan padam seketika. 

Karena itulah dikatakan bahwa:

"Akibat Yang Diberi, selalu memerlukan Sebab Pemberinya dari sejak awal keberadaannya sampai kapanpun dia tetap ada."

Ketika hakikat Akibat Yang Diberi atau dalam hal ini makhluk seperti itu, maka apalah arti dia selain dari pada hakikat ketergantungan pada sebabnya. 

Dan ketika ketergantungan itu pada jatidiri wujudnya, bahkan sebelum sifat-sifat lainnya ada di tahap berikutnya sekalipun, itu kan tandanya Yang Diberi Wujud itu, sebenarnya tidak memiliki wujud tersebut sama sekali. Sebab yang diberikannya adalah wujud di awal keberadaannya dan setelah itu wujud tersebut terus menerus diberikan oleh Sebab Pemberinya selama dia (yang diberi atau akibat) tetap wujud. Beda halnya kalau diberi hadiah atau suatu sifat setelah wujud. Tapi ini diberi wujud dari sebelumnya yaitu ketika masih tiada itu. Nah, kalau wujud diberikan kepadanya dari sebelum wujud yakni ketika masih tiada, lalu terus menerus diberikan oleh Sebab Pemberinya seperti aliran arus listrik (sebagai sebab pijaran atau cahaya lampu listrik) pada cahaya listrik (sebagai akibatnya), maka apalah arti Akibat Yang Diberi itu selain hakikat pemberian Sebab Pemberinya. 

Kalau Akibat itu atau yang Zhahir itu adalah hakikat pemberian, bukan suatu wujud yang diberi seperti si Fulan yang wujud lalu diberi hadiah, maka apalah arti Akibat tersebut selain ketiadaan dirinya dan keberadaan Sebab Pemberinya. 

KALAU AKIBAT/ZHAHIR ITU TIDAK LAIN HANYALAH HAKIKAT PEMBERIAN TUHAN, SEMENTARA AKIBAT ITU TIDAK ADA SAMA SEKALI SELAIN HAKIKAT PEMBERIAN TERSEBUT (bukan obyek yang diberi wujud, tapi yang diberi wujud itu adalah hakikat pemberian itu sendiri), MAKA YANG ZHAHIR ITU TIDAK LAIN SELAIN KEPEMBERIAN TUHAN ITU SENDIRI. KALAU DEMIKIAN, MAKA TIDAK ADA YANG NAMPAK/ZHAHIR SELAIN DIRI TUHAN SENDIRI SWT KARENA SEMUA AKIBAT TELAH SIRNA DARI AWAL SEBAGAIMANA MAKLUM. INILAH MAKNA DIALAH YANG ZHAHIR PADA TINGKAT KALAM YANG TINGGI INI. 

b-3- Tafsiran Irfan:

Dalam Irfan dikenal hanya Tuhan yang ada. Sebab AdaNya itu Tidak Terbatas. Kalau AdaNya Tidak Terbatas, maka tidak mungkin akan dijumpai wujud yang terbatas. Sebab kalau wujud terbatas itu ada, maka akan menjadi pembatas bagi WujudNya Yang Tidak Terbatas tersebut. Ini salah satu dalil dari Wahdatu al-Wujud dalam Irfan. Saya tidak akan mengulanginya sebab sudah ada sekitar 16 catatan detail mengenaninya. Silahkan rujuk ke catatan-catatan sebelumnya, baik di Group Berlangganan Catatan2 Sinar Agama, situs (tapi masih dalam rangka perbaikan) atau di Android 6 jilid (bisa diambil di Playstore). 

Ketika kita tahu bahwa Wujud itu hanya Allah swt saja (dalam kacamata Irfan ini), maka selainNya jelas tidak ada. Kalau selainNya tidak ada, yakni tidak bisa disebut ada, maka tidak lain selain dari pada tajalli atau menifestasi bagi AdaNya. 

Itulah mengapa dikatakan bahwa Dialah Yang Zhahir itu. Yakni yang nampak bagi kita semua yang dikatakan makhluk ini adalah penampakan Tuhan alias tajalli atau menifestasi atau pengenalanNya. Kadang dalam Qur an juga disebut bayangNya (QS: 25:45):

أَلَمْ تَرَ إِلَى رَبِّكَ كَيْفَ مَدَّ الظِّلَّ

"Tidakkah kamu lihat Tuhanmu bagaimana Dia memperluas semua bayangan."

atau kadang disebut sebagai Wajah (QS: 2:115):

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ

"Kemana saja kalian berpaling, kalian akan mendapatkan Wajah Allah,"

c- Catatan:
Karena sebagaimana maklum Tuhan itu tidak terbatas, maka mau diapa-apakanpun, yakni mau dikaji dan dipuja seperti apapun, tetap tidak akan pernah disentuh oleh akal, pikiran, makrifat dan ibadah kita sekalipun oleh paling sempurnanya manusia dan makhluk. Karena itulah maka dalam pada Dia adalah Yang Zhahir, Dia juga sekaligus mensifati DiriNya dengan Dialah Yang Bathin/Batin. Karena itulah maka jangan sesekali ada yang merasa telah mengetahuiNya. Apalagi senyatanya adalah apapun yang kita pikirkan tentangNya adalah pikiran dan makrifah kita sendiri, bukan DiriNya. Itulah mengapa Imam Ja'far as mengatakan:

"Allah Akbar itu adalah Allah Lebih Besar dari yang kamu tahu."

Wassalam.

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
18 April pukul 11:04

Sinar Agama Bakirbakir Bakir, :

1- Setiap sesuatu yang terbatas, memiliki dua hal: Wujud dan Batasannya. 


2- Batasan itulah yang disebut esensi. Dan wujud juga bisa disebut ada atau eksistensi. 

3- Esensi bisa juga hanya ada dalam akal kita, misalnya Esensi Ular Bersaya Seribu, karena ular seperti itu tidak pernah ada atau tidak pernah wujud. 

4- Dengan semua itu, maka dapat dipastikan bahwa Esensi bukanlah Wujud dan Wujud bukanlah Esensi. 

5- Ketika esensi itu wujud, maka dapat dikatakan bahwa wujudnya sama. Yakni pemahaman wujudnya, yakni bahwa mereka eksis. Tapi dari sisi esensinya sendiri, berbeda-beda, ada esensi manusia, esensi pohon, esensi air, esensi malaikat, esensi kitab suci, esensi batu, esensi udara, esensi merah, esensi manis, esensi harimau, esensi ular dan seterusnya dari semua esensi yang ada.

6- Karena dari satu sisi sama, yaitu dari sisi kewujudan atau eksistensinya, dan dari sisi yang lain berbeda yaitu dari sisi esensinya, maka dikatakan bahwa semua yang ada itu sama dari sisi keberadaannya atau eksistensinya atau wujudnya. Yakni sama-sama wujud, ada dan eksis. Tapi esensinya, karena satu sama lain berbeda, maka dikatakan berbeda dalam esensi atau hakikat atau batasannya.

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
1
18 April pukul 11:19Telah disunting


SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas18 April pukul 16:45


SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas20 April pukul 22:28


Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1232843176829137






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.