Sunday, May 7, 2017

on Leave a Comment

Apakah hukum mengcopas tulisan berisi amalan2 baik tertentu dari medsos spt WA, telegam, fb atau lainnya?

Salam.
Apakah hukum mengcopas tulisan berisi amalan2 baik tertentu dari medsos spt WA, telegam, fb atau lainnya yg sumbernya tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan menambahkan keterangan di tulisan itu niatkan roja'an ?
Syukron
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Saja Zaenal Salam
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas3 April pukul 19:25

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas4 April pukul 7:32

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyannya: 

1- Untuk urusan sunnah-sunnah itu tergantung marja'nya memakai kaidah apa. Karena ada dua cara ijtihad:


a- Tasaahul (memudahkan). Yaitu menganggap hadits yang mengatakan bahwa mengikuti hadits yang menerangkan kesunnahan, kalau salahpun tetap dapat pahala.

b- Tidak Boleh Tasaahul. Yaitu tetap menganggap bahwa hadits-hadits yang menerangkan kesunnahanpun mesti diteliti keshahihannya. 

2- Kalau yang pertama (a), maka akan membolehkan pemakaian kitab-kitab doa yang diambil dari hadits-hadits. Kalau yang ke dua (b), maka sebaliknya.

3- Apapun itu, kalau seseorang tahu haditsnya dimana dan di kitab mana, dan dia pelajar agama, maka baik pandangan pertama atau ke dua di atas, kalau disertai dengan pernyataan "lakukanlah dengan niat rajaa-an (mengharap yang benarnya dan mengharap pahalanya, alias bukan diniatkan sebagai sunnah atau ajaran pasti agama), maka tidak masalah. 

4- Walau keadaannya seperti di poin (3) di atas, tetap saja yang bukan pelajar agama, tidak bisa sembarangan main copas dan meniatkan rajaa-an, sebab bisa saja matan haditsnya jelas-jelas tidak shahih, misalnya bertentangan dengan hadits shahih yang lain, bertentangan dengan Qur an dan semacamnya, hingga tidak mungkin melakukannya dan meniatkannya dengan mengharap ridha Allah (rajaa-an). Bagaimana mau dirajaa-an kalau sudah menentangnNya?

5- Jalan keluarnya adalah setidaknya nukillah kalau penulisnya telah menyebutkan kitabnya dan ternyata kitabnya merupakan kitab yang mu'tabar (dishahihkan) seperti Mafaatiihu al-Jinaan, dan baru setelah itu disertai tulisan "lakukan dengan niat rajaa-an", sebab apapun ajaran agama mesti melalui marja' (pada masa ghaibnya Makshum as) sementara kita tidak tahu secara rinci pandangan marja' kita tentang satu amalan tertentu tersebut sekalipun telah menshahihkan kitabnya secara global.

Jadi, yang bisa diniatkan dengan rajaa-an itu adalah yang kitab dan haditsnya sudah mu'tabar selama belum tahu pandangan marja' yang kita taqlidi. Sedang yang tidak mu'tabar, jelas tidak bisa dinukil dengan hanya menyebutkan tambahan mesti dilakukan dengan niat rajaa-an.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
4 April pukul 11:17Telah disunting



Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1217302381716550





0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.