Sunday, November 27, 2016

on Leave a Comment

Mengapa agama itu semakin di gali semakin rumit?

Link : https://web.facebook.com/sinaragama/posts/1058964324217024?_rdr


salam ustd.. kenapa agama semakin di gali malah semakin rumit, semakin dalam menggali malah semakin tambah rumit.. kata orang Tuhan itu lebih deket dr urat nadi bukankah agama itu jalan untuk sampai ke Tuhan pak ustad.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Sepertinya antum beberapa waktu lalu sudah bertanya masalah ini ya? Atau teman yang lainnya?

1- Kalau agama itu mudah (baca: dimudah-mudahkan) maka untuk diturunkan tidak perlu menunggu Insan Kamil yaitu para nabi/rasul as untuk dituruni syari'at/agamaNya sebelum kemudian disampaikan kepada umat manusia.

2- Insan Kamil itu adalah orang yang tidak melakukan dosa sama sekali, tidak melakukan makruh dan tidak menyintai apapun selain Allah swt. Ujian mereka berat-berat seperti menyembelih anak sendiri seperti nabi Ibrahim as. Beliau as sebelum diperintah menyembelih putra beliau as yang sangat shalih yaitu nabi Ismail as, ketika sudah dilempar ke tengah api didatangi malaikat Jibril as sembari menyampaikan salam Tuhan juga menyampaikan pesanNya yang mengatakan kepada beliau as bahwa kalau beliau as ingin diselamatkan oleh Tuhan maka tinggal memintanya saja. Tapi beliau as dalam keadaan genting itu tetap tenang dan berkata:

"Saya melakukan semua dakwah itu karena iman, taat dan cinta kepadaNya tanpa sesuatu yang lain. Karena itu, saya tidak meminta balasan apapun dari dakwah tersebut."

3- Sudah pernah dijelaskan (sepertinya sudah berkali-kali) bahwa perkataan agama itu mudah artinya, sesuai dengan kemampuan manusia. Kalau dikatakan agama itu mudah yakni memudahkan manusia menjadi insan kamil dari yang tadinya tidak tahu jalan menjadi tahu jalan dan/atau dimudahkan dari jalan-jalan ruwet/sulit yang dikarang oleh manusia itu sendiri.

4- Kalau agama itu mudah dipahami dan dijalani, maka selain tidak perlu Insan Kamil untuk dijadikan wasilan dan perantara pengajaranNya, juga tidak diperlukan sekolah-sekolah agama sampai puluhan tahun.

5- Agama itu mengajari manusia supaya ikut Tuhan, bukan dirinya dan apalagi syaithan. Nah, kalau melawan diri itu mudah, maka apa artinya diri?

6- Ikut Tuhan dan tidak ikut diri, terdapat jutaan gradasi. Dari tidak mengikuti ajakan diri kepada maksiat dimana ada yang besar dan ada yang kecil, ditambah ada puluhan dan ratusan atau ribuan maksiat yang harus dilawan. Belum lagi ribuan makruh menunggu. Belum lagi karamat, Ilmu Ladunni, ilmu Malakuuti, surga, 'Arsy dan semilyar kemuliaan lain yang masih menunggu yang siap menguji manusia apakah dia masih menyintai Tuhan dan menjadikanNya segala-galanya kala itu atau tidak.

7- Kalau sekedar masuk surga sebenarnya tidaklah terlalu repot. Hanya belajar akidah, fiqih dan mengamalkannya. Pengamalan fiqihnya cukup mengamalkan yang wajib dan meninggalkan yang haram karena Allah. Sudah cukup.

8- Sebenarnya kita ini dilahirkan di bumi yang Genetika Budayaya, tidak sehat. Kita dibesarkan di bumi yang bergenetika budaya:

"Yang tidak tahu tidak masalah dan tidak dosa."

Karena itulah maka selalu menggampangkan alias memudah-mudahkan urusan agama dan akhirat. Nah, ketika pindah ke budaya Ahlulbait as yang bergenetika budaya:

"Tidak tahu tetap dosa kalau tidak mau belajar.",

maka sudah tentu menjadi sulit merubahnya.

Jadi, jangan salahkan agama, tapi salahkan Genetika Budaya kita yang bersumber dari pengajaran selain Ahlulbait as.

9- Berita Bahagia:

Tuhan itu Maha Pemurah dan Pengasih yang lebih kasih dari seorang ibu terhadap anaknya (konon bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa cinta Tuhan pada manusia itu lima ratus lebih hebat dari cinta ibu pada anaknya). Karena itu, selain AdilNya, juga rahmat dan kasih sayangNya. Dalam pengajaran agama yang diwariskan oleh Ahlulbait as juga terdapa ajaran bahwa kalau kita yang salah tanpa pengetahuan sebelumnya lantaran diwarisi oleh budaya nenek moyang kita yang tidak benar, dan bahkan sekalipun kita sendiri yang menyengaja pada suatu dosa dan budaya yang salah, tapi kalau bertaubat dengan memperbaikinya, maka semua dosa itu akan dirubahNya menjadi pahala. Sudah tentu taubat yang benar, misalnya kalau punya hutang harta ke orang lain, mesti dikembalikan. Kalau punya hutang ibadah maka wajib diqadhaa', dan semacamnya.

10- Tuhan Lebih Dekat dari Urat Nadi.

Tuhan bukan hanya lebih dari urat nadi manusia, tapi bahkan lebih dekat dari kehidupan manusia itu sendiri. Akan tetapi:

a- Apanya dulu yang dekat? KuasaNya, ridhaNya, ampunanNya, murkaNya, hidayahNya, dan semacamNya? Kalau murkaNya yang dekat, maka manusia wajib melakukan kesulitan supaya keluar dari murkaNya, yaitu taubat. Kalau penyesatanNya yang dekat (baca: manusia yang memilih kesesatan dan kebodohan lalu Dia hanya mewujudkannya pada manusia tentang pilihannya itu), maka manusia harus bersusah payah keluar dari penyesatanNya dan masuk dalam kedekatan hidayahNya dengan berbagai jalan seperti belajar karenaNya, lalu megamalkan yang juga karenaNya.

Kan saya sudah sering menjelaskan kekeliruan Wahabi yang selalu berdalil dengan dekatnya Tuhan pada manusia hingga tanpa perlu tawassul katanya. Lah, wong Tuhan sendiri kok yang memerintahkan tawassul dalam Qur an seperti (QS: 4:64). Lagi pula kalau yang dekat itu murkaNya, kan berarti kita jauh dari ridhaNya bukan? Nah, di sinilah kita bisa bertaubat, bedoa dan bertawassul juga. Btw.

b- Apa urusan kita dengan dekatNya? Kalau Tuhan itu dekat, lalu apa urusan kita? Emangnya kalau Tuhan itu Maha Dekat, lalu kita juga dekat? Kalau Tuhan Maha Mengetahui, maka kita juga maha mengetahui? Kalau bagi Tuhan semuanya serba mudah, lalu apa bagi kita juga begitu? Karena itu, maka Tuhan dekat itu urusan Tuhan, bukan urusan kita dan tidak ada faedahnya buat kita kalau tidak berusaha mendekatiNya. Maksud saya dari tidak ada manfaatnya adalah bukan dari selain untuk selamat dari murkaNya dan menjadi Insan Kamil. Jadi, keMahadekatanNya itu akan bermanfaat untuk keselamatan kita kalau mengimbanginya dengan usaha gigih untuk mengenalNya, mengenal agamaNya dengan benar dan mengamalkannya dengan benar pula serta dengan ikhlash karenaNya.






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.