Wednesday, April 19, 2017

on Leave a Comment

Doa kita yang tidak terkabul sedangkan keinginan orang lain terkabul sedangkan dia bukan AB bahkan tidak sholat, bagaimana hikmahnya?

Bunga Mawar ke Sinar Agama
1 Maret
Salaam,,, mau tanya kalo ada keinginan kita yg tidak terkabul, sedangkan orang lain yg bukan AB, bahkan tidak sholat sama sekali keinginannya terkabul, kira kira hikmah apa yg termaktub dari hal ini? Apakah ujian? Apakah hukuman?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
4 Komentar
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Semuanya tergantung keadaan. Perhatikan beberapa poin berikut ini:

a- Allah dalam mencipta makhlukNya sudah menyertainya dengan sistem yang rapi. Misalnya, siapa yang kondisi akalnya normal dan belajar rajin, maka 
ia akan pandai. Siapa yang punya modal tertentu, dalam kondisi pasar tertentu, dalam kondisi cuaca tertentu, dalam kondisi ekonomi tertentu, dan semacamnya, siapa yang berbisnis beras, maka akan maju pesat. Siapa yang membangun akhlak dan ekonominya dengan baik, wajahnya standar, maka banyak wanita yang akan mau dikawininya. Dan seterusnya dari berbagai hukum dan sistem yang biasa kita kenal dengan Sunnatullaah, atau hukum/fitrah yang telah ditentukan Tuhan menyertai ciptaanNya.

b- Rahmaan adalah sifat Tuhan yang berarti Maha Kasih. Sedang Rahim adalah Maha Penyayang. Beda Rahmaan dan Rahiim adalah bahwa Rahmaan untuk semua makhluk, untuk semua manusia selama di dunia. Sedang Rahiim untuk para mukmin kelak di akhirat. 

c- Dengan dua hal di atas dapat dipahami bahwa di dunia ini, tidak perduli kafir atau muslim, akan terkena hukum alam atau sistem alam di atas. Siapa yang mengisi rumus-rumus itu, seperti rajin atau malas, maka dia akan mendapatkan akibatnya yang sudah menunggunya.

d- Doa artinya adalah keinginan yang sungguh-sungguh di dalam hati dan mengharap diwujudkan oleh Allah swt, lalu diucapkan dalam lisan, lalu diaplikasikan dalam kehidupan secara benar dan tepat. Siapa yang melakukan doa ini, biasanya selalu mendapatkan yang diinginkan. Kecuali tidak maslahat baginya hingga Tuhan memberikan jalan dan hasil lain untuknya. 

e- Dengan semua penjelasan di atas, maka jangan heran kalau agama mengatakan bahwa kafir yang rapi akan mengalahkan muslim yang kocar kacir. Atau kebatilan yang rapi akan mengalahkan kebenaran yang tidak rapi dan tidak teratur atau tidak bersatu. 

f- Doa, dalam segala tingkatannya (baik hanya hati atau dengan lisan atau juga disertai aplikasi yang gigih dan profesional) merupakan ibadah dan berpahala. Jadi, sebelum kita berbicara isi doanya, maka pahalanya sudah didapatkan oleh pendoanya karena sudah menginginkan dan/atau meminta dan/atau berusaha mewujudkannya karena Allah swt. 

g- Doa sudah ada dalam janji Tuhan bahwa akan dikabulkan, baik hanya hati, dan/atau juga lisan dan/atau juga usaha profesional/tepat. Artinya, selain masalah pahala doanya itu, juga telah dijanjikan pengqabulan/pengkabulan hajat yang diinginkan oleh pendoanya. Akan tetapi, sudah sering dijelaskan, bahwa Allah swt akan memberikan sesuai kondisi pendoanya masing-masing. Kalau maslahat dan si pendoa melakukan tiga tingkatan doa itu (baca: doa hakiki dan sempurna), maka Allah swt akan memberikannya di samping memberikan pahala kepadanya disebabkan telah beriman dan meminta kepadaNya. Tapi kalau tidak maslahat, maka Allah swt akan memberikan sesuatu yang lain, misalnya pahala tambahan, ampunan atau hal lain seperti ilmu agama (padahal yang dimita adalah ilmu komputer atau bahkan harta halal).

h- Satu lagi yang perlu diketahui bahwa tidak ada taqdir (yang artinya penentuan baik-buruk nasib manusia) dalam Islam. Karena itu, apapun yang kita hasilkan, jangan mempertanyakan Tuhan, tapi tanyakanlah diri kita sendiri. Sebab Tuhan sudah menentukan hukum alam dan sosial dalam ciptaanNya ini dengan penuh keadilan dan bahkan kebijakan yang tidak bisa diukur dengan akal kita manusia. Dia Maha Bijak dan Maha Kasih. Karena itu, sudah tentu semua kententuan alam natural dan sosial makhlukNya itu sesuai dengan keadilan dan kehikmahan yang luar biasa. 

Taqdir dalam Islam adalah: 

h-1- Ketentuan hukum fisik dari semua ciptaanNya. 

h-2- Ketentuan hukum sebab-akibar dalam semua makhlukNya. Yakni semua terjadi sesuai dengan sebabnya sendiri-sendiri.

h-3- Perbuatan manusia ditentukan oleh ikhtiarnya sendiri-sendiri dan hasilnyapun akan sesuai dengan bentuk ikhtiar yang dipilihnya sendiri oleh manusia. Tentu saja yang lengkap dengan semua silsilah sebab-sebab dan kondisi-kondisinya sendiri-sendiri.

h-4- Walaupun semua perbuatan dan hasil perbuatan manusia itu ditentukan sendiri-sendiri oleh ikhtiar masing-masing manusia, akan tetapi karena Allah swt Maha Tahu, maka Dia mengetahui secara detail. PengetahuanNya secara detail tanpa kesalahan itulah yang biasa diistilahkan dalam Qur an dengan al-Kitaabu al-Maknuun, al-Lauhu al-Mahfuuzh, Kitab Terjaga dan semacamnya.

Sinar Agama .

h-5- Karena poin (h-4) di atas itulah maka tidak ada penentuan nasib baik buruk untuk manusia dari Tuhan. Sebab semuanya sesuai dengan pilihan manusia itu sendiri. Jadi, yang diketahui Tuhan itu bukan hanya si Polan masuk neraka, tapi yang diketahui
nya "Si Polan masuk neraka karena memilih maksiat secara ikhtiarnya sendiri" Jadi, sekalipun pengetahuan Tuhan itu pasti benar, akan tetapi bukan penentu dari bentuk perbuatan dan hasilnya dari apa yang terjadi pada masing-masing manusia. Sebab yang diketahuiNya lengkap dengan bentuk ikhtiar yang dipilih oleh manusia itu sendiri. Jadi, sekalipun ilmuNya tidak mungkin luput dan salah, akan tetapi tetap manusia itu sendiri yang telah menentukan nasib dirinya, bukan Tuhan.

i- Dengan semua penjelasan di atas itu, maka apapun yang terjadi pada diri kita maka yang wajib kita tanyakan itu adalah diri kita, bukan Tuhan. Misalnya:

- Saya tidak (belum) menggapai cita-cita atau hajat saya.

- Mengapa saya belum menggapainya?

- Memeriksa apa yang sudah menjadi ikhtiarnya dari sejak dasar sebelum memilih seperti data/informasi/ilmu-nya, sampai pada apa yang diikhtiari dan juga sampai pada usaha profesional dan tidaknya. 

- Jangan GR (gede rasa) atau sok yakin bahwa doa yang kita ucapkan sudah kita lakukan dengan baik. Sebab doa yang hanya diucapkan sebenarnya hanya pembacaan doa, bukan doa itu sendiri secara hakiki sebagaimana maklum. Doa yang hakiki adalah yang memiliki tiga unsur di atas itu. Jadi, sekali lagi, kalau ada yang belum mencapai yang diinginkan, jangan langsung berkata:

--- Saya seorang beriman kepada Allah swt dan sudah mendoaNya dengan khusyu' dan menangis. 

--- Saya sudah berusaha maksimal (ini biasa diucapkan secara hawa nafsuis). Sebab setiap orang tahu bahwa maksimal itu bukan sebab pencapaian, tapi usaha yang tepatlah yang akan mengakibatkan pencapaian. Karena itu saya katakan biasanya kata-kata itu diucapkan dengan diiringi hawa nafsu sekedar ingin melampiaskan kegigihannya, ingin menutupi celanya dan -INI YANG BAHAYA DAN BIASA TERJADI- ingin menggantungkannya pada Tuhan akibat keyakinannya terhadap qadhaa' dan qadr Tuhan yang salah itu (lantaran qadhaa' dan qadrNya itu diterapkan pada penentuan nasib baik-buruk manusia, bukan seperti yang sudah dijelaskan di atas). Kasarnya orang yang berkata seperti itu sebenarnya hanya ingin menghibur diri dan ingin menutupi cela serta kegagalan usahanya. 

j- Dengan semua penjelasan di atas itu, maka sekalipun kita wajib mengkritiki diri kita sendiri, tapi tetap boleh menghibur diri dalam batas-batas yang bisa diterima akal dan tidak keluar dari agama. Misalnya berkata:

--- Sekalipun saya mungkin belum profesional mewujudkan doa dalam bentuk usaha yang tepat itu, akan tetapi setidaknya saya sudah mendapatkan banyak pahala, yaitu dari keberiman saya padaNya hingga saya berdoa padaNya, dari doa yang saya ucapkan kepadaNya hingga saya tidak meminta kepada selainNya seperti patung atau orang dan semcamnya, dari meniru sunnah Nabi saww yang memelas dan berdoa hanya padaNya, dan semacamnya. 

--- Kalaupun dalam pandangan Tuhan saya sudah tepat berusaha, barangkali hal yang saya inginkan itu tidak baik dan tidak maslahat. Tapi saya tidak boleh menghentikan usaha dan meningkatkannya sebab dugaan ini belum tentu benar sesuai dengan kenyataannya.

---- Kalaupun dalam pandangan Tuhan saya sudah tepat berusaha tapi tidak diberi karena tidak maslahat untuk saya, maka saya wajib berbahagia dan bersyukur karenanya. Tapi saya harus terus meningkatkan usaha saya sebab hal itu baru dugaan belaka yang sama sekali tidak ada jaminan kebenarannya. 

--- Apapun doa dan usaha saya dan begitu pula apapun hasilnya, sebenarnya adalah untuk kepentingan akhirat. Karena itu, kalaupun tidak mendapatkan semua itu di dunia dengan apapun sebabnya, akan tetapi yang jelas saya sudah mendapatkan pahala sesuai dengan yang sudah diterangkan di atas itu. Karena itu, saya tidak akan bersedih, sekalipun tetap wajib terus berdoa dan berusaha karena itu merupakan kewajiban saya dan setiap orang. 

--- Kalaupun saya sudah benar dalam penerapan doanya akan tetapi tidak diberiNya lantaran tidak maslahat, maka saya harus senang lantaran dikasihiNya dan, ini yang juga penting, pasti sudah menggantinya dengan hal maslahat lainnya yang baik untuk keakhiratan saya. Karena itu, apapun itu, saya wajib tetap bahagia dan bersyukur padaNya. Namun demikian, karena kewajiban saya dan setiap manusia adalah berdoa dan berusaha yang tepat (bukan hanya gigih tapi sembarangan), maka saya tidak boleh terlena dengan kebahagian dan syukur ini, karena doa dan usaha berikutnya saya itu adalah penambahan kebaikan dunia dan akhirat. 

--- Saya harus bahagia walaupun tidak diberi sekalipun sudah berdoa dan berusaha tepat, sebab kalaupun berhasil saya akan gunakan ke akhirat. Nah, sekarang ketika yang saya inginkan tidak diberiNya, tapi Dia menggantikannya dengan tambahan pahala dan ampunan, maka berarti hal ini adalah jalan terpendek menuju keselamatan akhirat. Kalau saya diberi uang yang diminta dariNya (ketika doanya sudah saya aplikasikan dalam usaha yang tepat), lalu saya gunakan untuk membantu fakir atau membangun masjid hingga saya meraih pahala karenanya (tentu di samping pahala iman dan doa kapadaNya), maka kalau saya tidak diberi uang olehNya, saya telah diberiNya tambahan pahala dan ampunan. Ini kan berarti jalan yang jauh lebih pendek dari jalan yang akan saya lalui setelah diberi uang. Namun demikian, saya tidak boleh memastikan dugaan tersebut, hingga lupa terus mengoreksi diri dan membangun terus menerus iman, doa dan usaha yang tepat. Hal itu karena semua yang saya duga itu, belum tentu benar adanya. Lagi pula, sekalipun doa dan aplikasinya yang dulu sudah benarpun, akan tetapi karena kebenaran itu tidak terbatas, maka saya wajib terus menerus berusaha mengoreksi dan meningkatkan iman, doa dan usaha-usaha profesional/tepat saya di dalam seluruh kehidupan ini. 

k- Itulah sekelumit ulangan, rangkupan, penyempurnaan dan contoh penerapan dari berbagai catatan dan diskusi yang pernah kita lakukan selama enam tahunan di facebook ini. Semoga bermanfaat buat saya pribadi, kelurga dan teman-teman semuanya, amin. Wassalam.

Hidayat Constantian Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa Aali Muhammad




sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1185824124864376



0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.