Monday, July 18, 2016

on Leave a Comment

Ustad Mohon penjelasan ayat ini "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Surah Al-Ahzab (33:40)"

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/951592494954208

Salam.. Ustad Mohon penjelasan ayat ini
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Surah Al-Ahzab (33:40)
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Ayat yang antum tanyakan itu merupakan sambungan dari ayat sebelumnya, bukan seperti yang dikhayalkan para Wahabi yang ingin mengajarkan pemutusan silaturrahimnya kanjeng Nabi saww dengan para rahim atau keluarga beliau saww sementara mereka begitu menekankan keberketurunan ketika menjaga kerajaan keWahabiahannya.

2- Agama Islam adalah agama yang mengikat semua manusia termasuk Nabi saww. Mana ada Allah dan Nabi saww mewajibkan pertalian darah dan keberhubungan kekeluargaan hingga yang memutus silaturrahim dihukum sebagai dosa besar, akan tetapi Nabi saww sendiri memutus semua keluarganya hingga kewaris-warisnya hingga semua harta yang ditinggalkan dirampas para khalifah.

3- Salah satu ayat yang menjadi handalah Wahabi untuk memutus Nabi saww keluarganya adalah ayat di atas. Mereka menutup mata dari ayat-ayat lain yang begitu memuliakan keluarga beliau saww. Tentu saja tidak semua keluarga, sebab kekeluargaan saja sangat tidak cukup untuk menjadi mulia. Itu sudah pasti. Tapi di sini, pemuliaan terhadap keluarga Nabi saww dikarenakan taqwanya yang melebihi ketaqwaan seluruh umat.

Wahabi berkhayal, ketika hubungan kekeluargaan Nabi saww dan Ahlulbait as bisa digoyang/digangg-ganggu (tentu dalam khayalan mereka), maka ayat yang menerangkan bahwa fadhilah itu hanya ketaqwaan dan bukan hubungan kekeluargaan, bisa dijual dengan harga murah (pemahaman yang palsu) dan menjadi senjata paling dihandalkan untuk meremehkan masalah keluarga Nabi saww tersebut.

Semua itu dapat dipahami karena Wahabi sama sekali tidak punya modal kedekatan pada keluarga Nabi saww. Coba mereka seperti kerajaan Bani Umayyah dan Bani Abbas, maka akan menempel-nempelkan diri pada Nabi saww, entah sebagai keluarga Qurasy lah, sebagai penulis wahyu lah dan semacamnya. Sementara keluarga yang sebegitu dekatnya denagn Nabi saww dan sebegitu taatnya pada beliau saww (bukan hanya hubungan darah), tidak diperhatikan sedikitpun. Hal itu karena mereka dan juga para wahabi, ketakutan sekali kalau umat ini membicarakan keluarga Nabi saww, maka mereka pada pengaku khalifah itu akan ditinggalkan umat.

Hanya Allah kelak di akhirat yang akan menjelaskan semua lahir batin kita dan seluruh umat manusia.

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Ayat yang antum tanyakan itu merupakan sambungan dari ayat sebelumnya, bukan seperti yang dikhayalkan para Wahabi yang ingin mengajarkan pemutusan silaturrahimnya kanjeng Nabi saww dengan para rahim atau keluarga beliau saww sementara mereka begitu menekankan keberketurunan ketika menjaga kerajaan keWahabiahannya.

2- Agama Islam adalah agama yang mengikat semua manusia termasuk Nabi saww. Mana ada Allah dan Nabi saww mewajibkan pertalian darah dan keberhubungan kekeluargaan hingga yang memutus silaturrahim dihukum sebagai dosa besar, akan tetapi Nabi saww sendiri memutus semua keluarganya hingga kewaris-warisnya hingga semua harta yang ditinggalkan dirampas para khalifah.

3- Salah satu ayat yang menjadi handalah Wahabi untuk memutus Nabi saww keluarganya adalah ayat di atas. Mereka menutup mata dari ayat-ayat lain yang begitu memuliakan keluarga beliau saww. Tentu saja tidak semua keluarga, sebab kekeluargaan saja sangat tidak cukup untuk menjadi mulia. Itu sudah pasti. Tapi di sini, pemuliaan terhadap keluarga Nabi saww dikarenakan taqwanya yang melebihi ketaqwaan seluruh umat.

Wahabi berkhayal, ketika hubungan kekeluargaan Nabi saww dan Ahlulbait as bisa digoyang/digangg-ganggu (tentu dalam khayalan mereka), maka ayat yang menerangkan bahwa fadhilah itu hanya ketaqwaan dan bukan hubungan kekeluargaan, bisa dijual dengan harga murah (pemahaman yang palsu) dan menjadi senjata paling dihandalkan untuk meremehkan masalah keluarga Nabi saww tersebut.

Semua itu dapat dipahami karena Wahabi sama sekali tidak punya modal kedekatan pada keluarga Nabi saww. Coba mereka seperti kerajaan Bani Umayyah dan Bani Abbas, maka akan menempel-nempelkan diri pada Nabi saww, entah sebagai keluarga Qurasy lah, sebagai penulis wahyu lah dan semacamnya. Sementara keluarga yang sebegitu dekatnya denagn Nabi saww dan sebegitu taatnya pada beliau saww (bukan hanya hubungan darah), tidak diperhatikan sedikitpun. Hal itu karena mereka dan juga para wahabi, ketakutan sekali kalau umat ini membicarakan keluarga Nabi saww, maka mereka pada pengaku khalifah itu akan ditinggalkan umat.

Hanya Allah kelak di akhirat yang akan menjelaskan semua lahir batin kita dan seluruh umat manusia.
SukaBalas129 Mei pukul 13:28

Sinar Agama .

4- Kembali ke masalah ayat di atas QS: 33:40, berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya. Yang menerangkan bahwa Nabi saww mengawini jandanya Zaid anak angkat beliau saww. Untuk mengerti ayat-ayat itu, maka perlu pada beberapa penjelasan sebagai berikut:

a- Pada masa Jahiliyyah, anak angkat itu dianggap seperi anak sendiri.

b- Karena anak angkat dianggap anak sendiri, maka istrinya juga diyakini sebagai menantu sendiri, yakni muhrim dan tidak boleh dikawini ayah si anak angkat walau kelak sudah dicerai atau ditinggal mati oleh anak angkatnya tersebut.

c- Pada ayat 35 Allah telah memberikan mukaddimah yaitu dengan menjelaskan maqam atau derajat atau hakikat seorang muslim dan muslimat dimana salah satunya adalah menjaga kemaluaannya (hubungan antar lawan jenis).

Ayat ke 36 menjelaskan bahwa seorang mukmin itu tidak membantah apapun yang telah diputuskan oleh Allah swt dan Nabi saww. Artinya, Tuhan sudah memberi mukaddimah supaya umat menerima apa yang akan diputuskan Allah dan Nabi saww yang akan berlawanan dengan kepercayaan puluhan atau ratusan tahun mereka (Jahilyyah).

Awal-awal ayat 37 masih memiliki maksud memukaddimahi yang akan diputuskan Allah dan Nabi saww (tentang akan mengawini janda anak angkat beliau saww, Zaid). Yaitu dengan memberikan penguat bahwa Nabi saww menyuruh Zaid untuk selalu bertahan dan tidak cerai dengan istrinya. Dan di ayat ini juga Tuhan mengatakan bahwa Dia tahu apa yang ada di hati Nabi saww. Yaitu ingin menghancurkan budaya Jahiliyyah seandainya Zaid tidak mau ambil nasihat dan tetap mencerai istrinya.

Tapi sayang, sebagian mufassir atau banyak mufassir dari kalangan selain Syi'ah yang merendahkan derajat Nabi saww dalam hal ini. Mereka berkata bahwa Nabi saww pernah berkunjung ke rumah Zaid dan ketika masih di depan pintu menunggu jawaban dari dalam, korden pintu Zaid terbukan dan terlihatlah istri Zaid yang masih telanjang. Nabi saww walaupun cepat berpaling, akan tetapi kecantikan dan kemulusan tubuh istri anak angkat beliau saww itu telah mengusik hati beliau. Nah, kata para mufassir selain Syi'ah ini, yang disimpan di hati Nabi saww yang diketahui Allah itu adalah rasa tertarik pada istri anak angkatnya tersebut. Karena itu, Allah menceraikan istri Zaid dan mengawinkannya dengan beliau saww.

Na'udzubillah tsumma/dan na'udzubillah. Yang disimpan di hati Nabi saww itu adalah bagaimana menghancurkan budaya atau kepercayaan yang sudah menjadi darah daging bagi para Arab Jahiliyyah kala itu. Yaitu yang menganggap istri dari anak angkat sama dengan istri anak kandung.

Di ayat 37 ini Allah swt menegaskan bahwa perkawinan Nabi saww dan janda anak angkat beliau saww itu, adalah keputusan Allah dan mesti terjadi. Ini memiliki maksud bahwa bukan keinginan Nabi saww saja, apalagi mau dikatakan disebabkan oleh rasa ketertarikan pada tubuh istri orang lain.

Perlu diketahui bahwa istri Zaid yang cantik itu, dulu selagi masih perawan telah menyerahkan dirinya atau mengawinkan dirinya kepada Nabi saww di depan para shahabat. Tapi Nabi saww diam tidak mengatakan "Qabiltu". Karena hal itulah maka Zaid berkata: "Wahai Nabi saww, kalau antum tidak mau maka kawinkanlah dia dengan aku."

Nah, kalau Nabi saww dalam mengawini istri Zaid itu karena ketertarikan beliau saww, maka sudah tentu dulu selagi masih perawan, lebih afdhal. Itulah yang membuat mufassir Syi'ah geleng-geleng kepala pada mufassir selain Syi'ah yang tega-teganya menafsirkan ayat di atas dengan ketertarikan Nabi saww pada istri Zaid setelah melihatnya dalam keadaan telanjang.

Ayat 38 menegaskan bahwa hukum atau sunnah atau aturan, hanya dari Allah dan Nabi saww bisa melakukannya tanpa hambatan apapun (laa kharaj).

Ayat 39 masih terus mensifati Nabi saww yang menyebarkan syari'atNya, tidak takut kepada selain Allah, dan janji Allah bahwa Dia akan menjaga beliau saww.

d- Nah, barulah setelah semua mukaddimah-mukaddimah di atas itu, Allah swt dengan tegas memberikan dalil terhadap kebenaran hukumNya dan tindakan Nabi saww yang melaksanakan hukum dan perintahNya yaitu mengawini istri Zaid untuk menghancurkan hukum dan tradisi lama Jahiliyyah yang mendakwa dan meyakini bahwa istri anak angkat itu diyakini sebagai istri anak kandung. KARENA ITULAH Tuhan mengatakan di ayat yang antum tanyakan itu, yaitu ayat 40:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

"Bukanlah Muhammad itu ayah dari lelaki manapun dari kalian, akan tetapi dia adalah Rasulullah dan akhir para nabi dan Allah itu mengetahui segala sesuatu."

Catatan Ayat:

- Maksud dari potongan pertama ayat di atas, yaitu ""Bukanlah Muhammad itu ayah dari lelaki manapun dari kalian ...", adalah dalil bagi BUKAN KEMUHRIMANNYA BEKAS ISTRI ANAK ANGKAT TERHADAP AYAH ANGKAT di mana dalam hal ini adalah Nabi saww sebagai ayah angkat, Zaid sebagai anak angkat dan istrinya sebagai janda anak angkat.

- Potongan pertengahan dari ayat di atas, yaitu "... akan tetapi dia adalah Rasulullah dan akhir para nabi ...", adalah penegasan bahwa yang dilakukan Nabi saww itu hanyalah dari dimensi kerasulan dan keperutusan beliau saww sebagai rasul. Yakni mengawini janda anak angkat itu, betul-betul merupakan perintah Allah dan bukan karena syahwat atau perasaan suka. Karena itu Allah swt, memaksudkan "Muhammad itu bukan ayah sesiapapun tapi seorang rasul". Artinya, kalian salah mengira bahwa Nabi saww itu seperti ayah Zaid dan istrinya sebagai menantu yang tidak boleh dikawini.

- Terakhir ayatnya menyebut " .. dan Allah itu mengetahui segala sesuatu." Artinya, Tuhan itu lebih tahu dari kalian. Karena itu kalian yang tidak tahu apa-apa, jangan sok tahu dan apalagi sampai menyalahkan Nabi saww dan hukum Tuhan. Hanya Allah swt Yang Maha Tahu dan kalian (manusia/umat) sama sekali tidak mengerti dan bodoh. Wassalam.
SukaBalas129 Mei pukul 13:29

Ali Haidar Al Batuatasy Sukron...Mencerahkan Ustad

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.