Monday, July 18, 2016

on Leave a Comment

Adanya Imamah berarti adalah kebenaran mutlak, Apakah dengan gaibnya Imam Mahdi berarti Islam itu bersifat relatif? Apakah mentaati wali faqih berarti tak ada rotan akarpun jadi?

Link : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/953565051423619

salam usd.semoga dalam keadaan sehat. Maaf mau bertanya,
1. Yang sy pahami islam itu kebenaran yang mutlak, lalu bagaimana dengan keghaiban imam mahdi? Dari pahaman saya syariat islam akan selalu terjaga dengan adanya imamah yang maksum dari keselahan yang disengaja dan tidak disengaja setelah nabi, Berkenaan dengan syariat setelah imam mahdi kan merujuk ke fatwa maraji(yang maraji itu tidak suci dari kesalahan yang tidak disengaja), dan maraji jumlahnya lebih dari satu, dan mengenai a'lam juga berbeda beda pandangan tiap mukalid.
A.Apakag berarti selama keghaiban imam mahdi islam itu bersifat relatif? B.Dan apakah keimanan ke wali faqih(kalau memang bersifat relatif) disini selain karena penunjukan tidak langsung dari imam mahdi as afs karena sepperti istilah "tak ada rotan akarpun jadi"?
C.pahaman saya keotentikan para 12 imam as dibanding dg syiah zaidiyah dll karena syiah imamiyah mempunyai dalil nas yang menunjukan nama nama 12 para imam as tersebut. Begitupun selama imam mahdi as afs ghaib kecil beliau menunjuk 4 wakil. Tapi setelah ghaib besar beliau tidak menunjuk langsung, sehingga menurut saya disitu ada kemungkinan kekosongan wali fakih dalam hal sosial politik sebelum konsep tersebut di pegang di iran. 1. Apa hikmah dari tidak di tujuknya wakil imam mahdi as secara langsung selama ghaib besar?
2. Salam ustd. Sy membaca catatan ustd mengenai wali fakih. Dari pahaman awam saya wali fakih itu berasal dari "penunjukan" tidak langsung oleh imam mahdi afs. Tapi untuk menentukan siapanya melalui "pemilihan" tidak langsung rakyat lewat majelis ahli yang sebelumnya sudah di seleksi.
a. Bagaimana cara memahami dua konsep itu "penunjukan" dan "pemilihan" supaya tidak bertentangan/kontradiksi?
B. Bagaimana caranya pemilihan wali fakih oleh rakyat melalui majelis ahli yang ssebelumnya sudah diseleksi tidak melenceng dari "penunjukan tidak langsung oleh imam afs"? Apakah ada sistem yang menjaga agar. Yang "dipilih" rakyat itu sesuai dengan yang "ditunjuk tidak langsung" oleh imam afs?
3. Mohon dibantu membenahi pemikiran saya yang menyimpulkan dengan tidak di tujuknya secara langsung wakil imam mahdi as berarti imam membiarkan adanya kemungkinan untuk terjadinya ketidak sepakatan umat mengenai sosok wakil imam terutama dalam hubungan sosial politik.
Trims
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih peratnyaannya:

1- :

a- Sekalipun di jaman para makshum seperti Nabi saww dan Ahlulbait as, Islam di umat tetap ralatif. Sebab Islam yang ada di umat tergantung pemahaman masing-masing. Dan karena umat tidak makshum, maka semuanya relatif.

Ralatif ini tidak menyebabkan orang masuk dosa, karena kalau salahpun, tidak dilakukan dengan sengaja.

b- Wali Faqih ini baik di jalan Makshumin as atau tidak, tetap tidak makshum dan relatif. Sementara ketaatan dan keimanan padanya adalah wajib. Jadi, wali faqih itu, baik ditunjuk langsung oleh Makshumin as atau tidak ditunjuk langsung, maka tetap saja wajib ditaati sekalipun relatif dan tidak maskhum.

c- : Wali Faqih itu tidak pernah kosong. Karena ulama selalu ada dan Imam Mahdi as mewajibkan semua umat mengikuti ulama yang adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil) serta tidak serakah pada dunia sekalipun halal. Tapi pengejawantahannya dalam bentuk pemerintahan, tidak terjadi kecuali dengan tegaknya negara Islam di Iran (1979).

Jadi, pengejawantahan Wali Faqih itu selalu sesuai dengan keadaan sebagaimana Wilayah Makshumin as. Kalau memungkinkan untuk menegakkan negara Islam, maka mesti diwujudkan dan kalau tidak maka tidak mungkin diwujudkan dan kesalahan bukan pada mereka melainkan pada umat.

Tapi kalau sekedar hal-hal yang berkenaan dengan sosial-politik saja, dimana tidak mesti selalu berupa pemerintahan, maka selalu ada sejak jaman Nabi saww di Makkah (yang belum tegak negara beliau saww) sampai sekarang selain di Iran.

Sosial politik itu tidak mesti negara Islam. Misalnya, perintah Nabi saww untuk menegakkan hukum Islam dalam sosial politik ketika para shahabat berhijrah ke Habasyah. Atau Nabi saww sendiri yang tidak melakukan pemerintahan Islam ketika di periode Makkah. Jadi, tidak mendirikan negara Islam pada kondisi yang tidak memungkinkan, adalah perintah sosial-politik.

Begitu pula pada masa para Imam Makshum as yang tidak sempat/dapat mendirikan negara Islam. Pada masa itu sebegitu banyaknya perintah sosial politik yang diberikan yang termasuk tidak bisanya dan tidak memaksanya untuk mendirikan negara Islam.

Itulah mengapa Nabi saww mengatakan bahwa Imam Hasan as dan Imam Husain as itu adalah imam dan khalifah sekalipun berhasil mendirikan negara Islam atau tidak. Dan kalau tidak, maka umatlah yang salah, bukan para Makshumin as. Jadi, hadits Nabi saww tersebut adalah hadits yang mengancam umat kalau sampai kelak Imam Hasan as dan Imam Husain as tidak didukung hingga tidak dapat mendirikan negara Islam.

Karena itulah, maka maksud hadits tersebut adalah siapapun yang dipilih umat untuk memerintah dalam negara Islam dari selain makshumin (seperti Imam Hasan as dan Imam Husain as), adalah salah karena Imam Hasan as dan Imam Husain as adalah imam dan khalifah yang sebenarnya.

Hal di atas itu adalah pemahaman yang benar yang diwariskan oleh para Makshumin as sendiri dan para ulama dari generasi ke generasi, bukan seperti yang dipahami sms yang mengatakan bahwa maksud hadits itu adalah bahwa Makshumin as itu adalah imam dalam hal-hal agama saja (vertikal), bukan dalam politik dan pemerintahan (horizontal).

1- Hikmahnya karena sudah banyak alim ulama. Dan juga supaya umat tidak sulit. Karena kalau difokuskan pada satu orang di satu tempat, maka umat akan kerepotan. Jadi, salah satu hikmah terpentingnya adalah memudahkan umat untuk mendapatkan petunjuk hukum Tuhan dan pengertian keimanan.

2- Alaikum salam. Wali Faqih itu bisa ditunjuk langsung dan bisa tidak langsung oleh Makshumin as. Yang pada masa Ghaib Besar, ditunjuk secara tidak langsung. Wali Faqih ini adalah orang yang memiliki kelebihan dari marja'-marja' yang lainnya, baik dalam ilmu, taqwa dan kecakapan memimpin. Menetapkan orang yang demikian, bisa dengan pembuktian diri sendiri kalau diri kita mujtahid, atau melalui orang lain kalau kita tidak mujtahid. Yang pembuktian orang lain ini, dengan kesaksian mereka. Dan syarat yang mesti terpenuhi pada yang akan dijadikan saksi ini adalah mujtahid dan adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil). Para saksi yang demikian ini disebut dengan Ahli Khibrah atau Ahli Tentang Situasi Kemujtahidan dan Kea'laman serta Kecakapan. Minimal para ahli itu adalah dua orang.

Nah, karena di Iran sudah berdiri negara Islam, maka supaya di samping menjaga kewajiban dasar dari agama tentang wali faqih seperti di atas itu juga supaya tidak terjadi monopoli dan bisa lebih merata, maka dibuat Majlid Ahli Khibrah yang tidak hanya terdiri dari dua orang dan umat dipersilahkan memilih para ahlilnya yang diaggap lebih ahli dari yang lainnya atau lebih taqwa dan semacamnya.

a- Mengapa kontradiksi? Wong penunjukannya oleh Imam Makshum dan pemilihannya oleh kita?

b- Maksud ditunjuk tidak langsung oleh Imam Makshum as itu adalah ditunjuk dengan KRITERIA dan sifat-sifat, yaitu ilmunya sampai ke tingka alim/mujtahid, kelakukannya tidak melakukan maksiat besar dan kecil (adil) serta tidak serakah pada dunia sekalipun halal. Ini yang dimaksudkan dengan penunjukan tidak lansung, yaitu penuntukan melalui sifat-sifat atau kriteria.

Karena itulah, maka dengan pemilihan umat terhadap para Ahli Khibrah, dan pemilihan Ahli Khibrah terhadap Wali Faqih, sangat-sangat berkesesuaian dengan "penunjukan tidak langsung". Sebab penunjukan tidak langsung dari Imam Makshum as itu adalah dengan menyuruh kita mengimani dan menaati Wali Faqih yang dibuktikan sendiri (kalau mampu seperti mujtahid) atau disaksikan dua orang mujtahid yang adil (kalau kita tidak mampu membuktikannya sendiri). Bahkan bisa dikatakan sudah melebihi yang diperintahkan Imam Makshum as (jadi sudah teramat meyakinkan bahwa kita sudah mengikuti perintah Imam as), sebab kalau dalam perintah Imam as minimalnya dua orang ahli/mujtahid yang adil, sementara yang di Iran terdiri dari puluhan mujtahid yang adil. Dan minimal itu, sama sekali tidak bertentangan dengan maksimal sebagaimana maklum.

3- Sudah dibantu seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dan sepertinya antum sudah pernah bertanya hal ini secara detail dua tiga tahun yang lalu. Tapi mungkin saya salah ingat atau karena kemiripan akun dan tempat tinggal. Btw, apapun itu, saya sudah menjelaskan di atas dan diharapkan banget agar benar-benar diperhatikan. Terimakasih dan wassalam.

0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.