Saturday, October 31, 2015

on Leave a Comment

logika dan filsafat islam, Tentang gerak turun dan gerak naik penciptaan


Sumber : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=825453847568074&id=207119789401486

Salam ustad, disini saya ada pertanyaan, yang menggangu pikiran saya. Sebelumnya saya minta maaf kalau pertanyaan saya muungkin sudah pernah dibahas. Saya baru membaca catacan ustad dengan tema "mengenal tuhan" sebanyak 106 halaman, yang membuat saya pusing karena kelemahan pemahaman saya. Dari uulasan itu saya sedikit menangkap kalau tuhan menciptakan akal 1 (makhluk yang rangkapannya sedkit) dan akal 1 mewuujudkan akal 2 dst semakin rendah berarti rangkapan semakin banyak/kesempurnaan semakin sedikit. Pertanyaannya adalah
1. Secara pengetahuan umum kalau manusia adalah binatang yang rasional artinya manusia adalah rangkapan binatang+rasional. Jadi manusia mempunyai rangkapan lebih banyak. Dan kalau dihubuungkan dengan kaidah poin diatas berarti binatang lebih sempurna dibanding manusia karena binatang mempunyai rangkapan lebih sedikit, apakah pemahaman saya benar/salah?
2. Satu sebab hanya mewujudkan 1 akibat. Lalu bagai mana saya memahami misalnya air yang dari unur hidrogen+oksigen atau wujud manusia, yang paling tidak dia sebagai kesatuan antara jiwa/ruh dan badan materi. Dan dari ppembahasan ustad saya menangkap itu dua hal yang berbeda walaupun tidak bisa dipissahkan. Kalau begituuu apakah itu berarti manusia paling tidak di sebabkan oleh 2 penyebab?
3. Bahwa ada sebab awal yang tidak bersebab dan ada akbibat terakhir yang bukan pula sebagai sebab. Apakah itu berarti ada akhir dari sifat pperbuatan tuhan "pencippta", atau apakah itu berarti tuhan tidak menciptakan lagi?
4. Dari catatan ustad juga saya memahami kalau manusia bergerak menuju kesempurnaan, walaupun bukan dalam gerak waktu berputarnya matahari, seperti yang ustd contohkan imam maksum yang masih berumur 5 tahun. apakah kalau seperti itu bekan berarti rantaian sebab akibat pencipptaan tuhan itu dari sesuatu yang belum sempurna menuju akibat yang sempurna.
Sebelumnya terimakasih
Bembong Asytari menyukai ini.
Komentar
Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Ahsantum, berarti antum berpikiran lancar dan bergulir. Jawaban untuk pertanyaan pertama tersebut adalah:


a- Setiap rangkapan lebih mulia dari yang memiliki rangkapannya. Dalam contoh antum itu, maka Binatang dan Rasional, yang sama-sama merupakan bagian dari Manusia sebagai pemilik rangkappannya, adalah lebih mulia dari Manusia.

b- Kelebihmuliaan di sini adalah kelebihmuliaan dalam derajat wujud ciptaan. Misalnya, bahwa karena rangkapan itu adalah sebab dari pemilik rangkapannya, maka sudah pasti yang namanya sebab, lebih mulia kedudukannya dari akibatnya. 

c- Kelebihmuliaan rangkapan dari pemilik rangkapannya, adalah kelebihmuliaan natural dimana sebenarnya tidak lain hanya merupakan kelebihanmuliaan potensial. Artinya, bagiannya itu, merupakan potensi bagi keseluruhannya. 

d- Dari penjelasan poin c, maka kelebihsempurnaan rangkapan itu bukan kesempurnaan derajat seperti Seba terhadap Akibatnya dalam pewujudan. Kalau sebab pewujudan, sepeti Akal-satu ke Akal-dua, Akal-akhir ke Barzakh, atau Barzakh ke Alam Materi, maka kelebihmuliaannya, memang kelebihmuliaan dalam derajat dan secara hakikat. Akan tetapi kalau kelebihmuliaan rangkapan terhadap keseluruhannya, hanya merupakan kelebimuliaan Kesiapan atau Potensi, 

e- Kelebihmuliaan Sebab-sebab Perantara itu (antara Sebab Hakiki yaitu Tuhan dan makhluk-makhluk yang lebih berjarak dalam derajat denganNya), hanya Kelebihan Natural, bukan kelebihan akhlak secara ikhtiari. Hal ini, 

f- Ada lagi yang namanya Sebab Potensi sekalipun nampak seperti sebab hakiki dan dalam pewujudan, yaitu sebab-sebab materi, seperti mani ke darah, darah ke gumpalan daging, gumpalan daging ke janin, janin ke manusia secara utuh, atau dari biji padi ke tunas dan ke pohon padi secara utuh, atau sebab-sebab materi lainnya, 

Sebab-sebab di atas, bukan sebab pewujud, melainkan sebab penerima wujud dari sebab hakikinya yang ada di derajat lebih tinggi yaitu Barzakh (tuhan-spisiesnya atau malaikat). Sebab hakiki yang non materi itupun, seperti dari Barzakh ke Akal-akhir,dari Akal-akhir ke Akal-sebelum akhir dan begitu seterusnya sampai dengan Akal-satu, pada hakikatnya juga bukan sebab hakiki yang hakiki, melainkan sebab hakiki yang perantara saja. Sebab penyebab hakiki yang hakiki itu, hanya Tuhan semata. Akan tetapi, bagaimanapun jauh beda antara Sebab Pewujud dengan Sebab Penyiap/potensi sekalipun si Sebab Pewujud itu merupakan Sebab Perantara. 

g- Dengan semua penjelasan di atas itu, maka dapat diketahui bahwa bagian dalam materi itu, dimana merupakan pemilik kelebihan dari keseluruhannya itu, sama sekali bukan kelebihan yang mesti disanjungi, sebab kelebihan Bagian dari Keseluruhannya, lebih rendah dari kelebihan Sebab Penyiap yang ada pada materi dan, kelebihan Sebab Penyiap Materi ini, juga lebih rendah dari Sebab Pewujud Yang Perantara. 

h- Perhatian:
Kelebihmulian Binatang dari Manusia, bukan BInatang selain Manusia, tapi Binatang yang ada pada Manusia itu sendiri. Karena Binatang yang ada pada selain Manusia, seperti Binatang Mringkik, Binatang Menggonggong dan seterusnya, bukan bagian dari keseluruhan manusia walau, dalam akal esensi Binatang itu, merupakan esensi yang sama. Tapi ingat, Binatangnya saja, tanpa ringkikan, ngeongan, gonggongan dan seterusnya.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Binatang yang merupakan bagian dari manusia dan lebih mulia dari keseluruhannya yang bernama Manusia itu (itupuan dengan pengertian kemuliaan seperti yang sudah dijelaskan di atas yang bukan merupakan kelebihan hakiki itu), adalah BInatang yang tanpa embel-embel deffrentia/spesifik-nya. Dan Binatang yang tanpa embel-embel pembeda/deffrentia-nya ini, adanya hanya di dalam pahaman manusia yang dapat memahami apa yang ada pada keseluruhan Manusia secara utuh. Karena apapun Binatang yang ada di alam nyata, merupakan Binatang yang tidak mungkin tanpa embel-embel seperti "meringkik", "menggonggong", "buas", mengeong", dan seterusnya.


Sinar Agama .

2- Dengan jawaban pada soalan pertama antum, maka dapat dipahami bahwa kesebab rangkapan pada mansuia atau apa saja itu, bukan kesebaban pewujudan, melainkan hanya kesebaban potensial atau kesiapan (kesiapan untuk menerima wujud dari sebab hakikinya
 yang mana merupakan sebab hakiki perantara dari sebab hakiki yang hakiki -Tuhan- itu sendiri).

Tentang satu tidak menyebabkan kecuali satu, dan tentang kebinguan antum terhadap adanya hal-hal yang memiliki rangkapan atau bagian, maka penjelasannya adalah apapun yang yang diakibatkan oleh sebab, merupakan satu dari satu atau satu melahirkan satu. 

Artinya, kalau sesuatu materi itu memiliki seribu atau sejuta rangkapan sekalipun, maka yang akan disebabinya atau yang akan lahir darinya (kalaulah mau lahir dimana sebenarnya hanya merupakan kesiapan dan potensial untuk lahir sebagaimana sudah dijelaskan di atas), juga satu. Yakni setiap satu bagian, melahirkan akibatnya sendiri. Jadi, kalau satu juta rangkapan itu mau mengakibatkan sesuatu, maka dia juga akan mengakibatkan sejuta akibat sesuai dengan banyaknya rangkapan yang dimilikinya. Tapi sekali lagi ingat, bahwa Sebab Materi itu tidak bisa melebihi dari Sebab Potensial saja, bukan sebab pewujud.


Sinar Agama ..

3- Yang dikatakan dengan Akibat Akhir, dimana pada kenyataannya di dalam Alam Materi di kemudian hari itu, adalah Materti Terakhir yang terwujudkan sebelum tibanya Kiamat dan kehancuran dimana sudah sering dijelaskan bahwa Kiamat dan Kehancuran ini
 adalah Pengembalian kepada Wathan aslinya, yaitu Barzakh. 

Dan sudah sering dijelaskan pula bahwa karena Tuhan itu Tidak Terbatas Dalam Segala Kebaikan (kalau saya menulis dengan huruf awal kapital, maka maknanya rangkaian kata tersebut adalah Sifat Tuhan, ini penting diketahui bersama terutama para pengedit di kemudian hari), maka sudah pasti akan tercipta lagi dan tercipta lagi tanpa berhenti. Sebeb keberhentian-penciptaan, akan menjadi Pembatas dari Ketidakterbatasan Tuhan tersebut. 

Karena itu, makna dari Akibat Akhir, adalah Akhir pada suatu periodenya saja. Itulah mengapa imam Shadiq as mengatakan bahwa nabi Adam as itu, adalah kesejuta Adam (bc: tidak terkira).


Sinar Agama .

4- Semua pertanyaan antum bagus semuanya dan merupakan kewajawan yang memang harus ditempuh dalam pemikiran dan pembelajaran. Jawaban soal ke empat antum adalah:


a- Kalau mau berbicara tentang gerak sempurnanya manusia itu, kita harus tahu atau ingat, pada masalah Arus Balik Penciptaan. 

Tuhan Yang Tidak Terbatas, selain merupakan Perahmat Pada Semua MakhlukNya dalam penciptaan, juga Perahmat Pada Semua MakhlukNya dalam pengembalian. 

Kembali kepadaNya, jelas merupakan kebaikan sebagaimana pewujudan dari semua makhluk tersebut. Kaerna kembali kepadaNya, adalah kembali pada Kesempurnaan, Tentu saja, sudsah sering dijelaskan bahwa kembali padaNya itu, tidak akan pernah sampai kepadaNya lantaran keTidakterbatasanNya tersebut. Itulah mengapa Tuhan selalu memakai kata "Kepada" ketika menfirmakan "Dan kepadaNya kalian dikembalikan."

Dan kesempurnaan di sini, adalah kesempurnaan natural. Artinya, ketika dikembalikan, maka dikembalikan ke wathan aslinya yang lebih sempurna dari dirinya sendiri, bukan kesempurnaan akhlak. Karena itu, yang kembali kepadaNya dalam tajalli atau tingkatan Neraka/Murka, maka lebih sempurna dari kenerakaan hamba di kala masih di alam materi. Begitu pula bagi yang dikembalikan ke RidhaNya yang pasti akan jauh dari kebaikan yang dimiliki di dunia materi sewaktu hidup. 

Jalan sebagaimana Gerak Turun/tajalli dalam penciptaan adalah rahmat dan kebaikan, maka Gerak Naik (pengembalian), juga kebaikan dan kerahmatan dariNya yang seyogyanya terjadi lantaran KetidakterbatasanNya itu. 

b- Filsafat dan asas pengembalian itu, sederhana saja. Yaitu lantaran selainNya merupakan keberadaan terbatas. Ketika sudah terbatas, maka sudah pasti akan berakhir. Dan keterbatasan selainNya itu, merupakan keterbatasan Dzati yang tidak bisa tidak dimana lahir dari kebermulaannya, keterdiciptaannya dan ketidak-adaannya sebelum diciptakan. 

c- Proses naik atau pengembalian itu, tidak bisa disamakan dengan proses turun atau penciptaannya. Sebab proses nak tersebut, merupakan penarikan, bukan pemberian dan pewujudan. 

Memang, permberian taufik pada yang baik dan buruk dengan penyorgaan dan penerakaan, merupakan pemberian dalam kewujudan juga, akan tetepi hal itu sudah diluar proses penciptaan yang dalam arti pewujudan baru. 

Artinya, proses balik kepada kesempurnaan atau Tuhan (surga-neraka) itu, merupakan perguliran lanjutan dari pewujudannya yang merupakan konsekuensi dari pewujudan dan penciptaan. 

Lebih jelasnya, proses kembali itu adalah proses pemberian kesempurnaan (wujud dan bukan akhlak) yang telah diwujudkan sebelumnya, bukan pewujudan baru sepenuhnya. Pemberian itu memang hal baru bagi yang diberi, akan tetapi bukan hal baru dari dua sisi:

--- Pertama, karena manusia yang akan diberi tersebut, memang datang dari padanya. Karena itu disebut dengan wathan asli, yakni Barzakh. 

--- Ke dua, yang akan diberikan kepada manusia itu telah tercipta sebelum terciptanya manusia sebagaimana maklum. 

d- Kesimpulan:
Gerak Turun (innaa lillaah) adalah Penciptaan yang belum ada dan demi perluasan rahmat Tuhan, dan Gerak Naik (wa ilaihi raaji'uun) adalah Pemberian dari yang ada untuk naik atau menyempurna dimana juga merupakan rahmatNya. Wassalam.


Faizal Arifin sukron ustad,,, semua pertanyaan saya sudah

Faizal Arifin Sukron ustad, semua pertanyaan saya sudah terjawab. Walau bagi saya membutuhkan waktu yang lama untuk berusaha memahaminya.ada poin penting dari jawaban ustad mengenai sebab potensial. Sebelumnya saya pernah membaca artikel mengenai gerak substansial, yang disana sepemahaman saya diterangkan kalau substansi juga mengalami pergerakan kearah kesempurnaan. Dan dari argumen yang disampaikan adalah kalau aksiden ituu bergerak pastilah substansinya bergerak. Dan analogi yang disampaikan misalnya tumbuhan yang kemudian berumah jadi mani, yang kemudian berumah jadi janin dst. Dan karena basic filsafat saya kurang,dan mungkin karena belajar tanpa sistem yang terkulikulum/acak, saya tidak begitu bisa memahami mengenai gerak substansial. Yang saya ingin tanyakan
1.Sepengetahuan saya substansi masuk dalam kategori esensi/mahiya(mohon konfirmasinya kalau saya salah), lalu Apa hubungan gerak substansial dengan teori gradasi wujud dalam filsafat islam, apakah ketika substansi bergerak artinya wujud juga "bergerak" ke tingkatan yang lebih tinggi atau seperti apa.
2. Yang saya pahami kalau substansi dalam kategori esensi dia bergerak menyemppurna dalam artian potensi ke aktualitas, karena kalau saya lihat bukan menyempurna dalam artian itu saya tidak bisa menangkap arti menyempurna, misal tuuumbuhan-nutrisi-mani-janin-meninggal-jadi tanah-jadi tumbuhan lagi, disitu saya tidak bisa melihat arti menyempurna, mohon penjelasannya mengenai ini.

Terimakasih.


Faizal Arifin 3. Mengenai gerak materi misalnya materi manusia meninggal sudah berubah jadi tanah, dan berubah jadi tuumbuuhan dst, dengan hal itu bagaimana kita melihat tentang keyakinan reinkarnasi, dalam arti suatu materi yang sebelumnya dimiliki oleh substansi manusia kepemilikannya dipindah ke tumbuhan? Dan bagaimana juga hal itu kalau dihubungkan dengan daya tambang ruh manusia yang masih bersama materi walau jasad sudah mati/dialam kubur(mohon konfirmasinya kalau pemahaman saya salah dalam hal ini)?

Sinar Agama Faizal, 

1- Sudah sering dijelaskan bahwa sesuatu selain Allah itu memiliki dua hal, Wujud dan Esensi. Esensi terdiri dari dua hal, Substansi dan Aksiden. 


Sudah diterangkan pula bahwa Wujud Materi itu, karena memiliki Matter/bendawiah, maka ia memiliki potensi berubah. Perubahan itulah yang dikatakan gerak. Jadi, baik substansi atau aksiden, sama-sama bergerak lantaran keduanya adalah materi yang memiliki Matter. Hanya non materi yang tidak bergerak. 

Subsatansi dan Aksiden itu, tidak akan pernah ada kalau tidak terbajui oleh Wujud. Ketika Substansi dan Aksidennya bergerak, maka sudah pasti Wujudnya juga bergerak. 

Wujud, sebelum bergerak, ketika bergerak dan setelah bergerak (pada setiap estafetnya), tidak sama. Karena tidak sama itulah maka dikatakan bertingkat. Bertingkat itulah yang dikatakan orang bergradasi. Dan saya sudah mengkritiki kesalahanpaham akan hal tersebut. Lihat keterangan yang sudah lalu di catatan yang menerangkan tentang makna Gradasi. 

2- Ketika sesuatu bergerak dari potensi ke aktual, maka sudah pasti menyempurna. Emangnya aktual bukan lebih sempurna dari potensi?

Yang bergerak itu esensi, bukan sebagian esensi. Antum melihat sebagian esensi, seperti ayatullah Mishbah Yazdi hf. Karena itu, beliau hf mengatakan bahwa gerak itu tidak mesti menyempurna seperti yang dikatakan Mulla Shadra ra, melainkan bisa menurun seperti badan manusia yang gagah di kala muda, menjadi renta di kala tua. 

Antun dan beliau hf lupa bahwa yang bergerak itu esensi manusia, bukan badan manusia yang merupakan bagian esensi manusia. Kalau kita lihat esensi manusianya, maka manusia yang menua dan merenta itu, bergerak menyempurna. Sebab ruh nya semakin kuat hingga mengabaikan badannya yang semakin menua. Esensi manusia itu bergerak menyempurna. Karena itu, semakin lemahlah badannya sebelum kemudian ditinggalkannya. 

Di logika dan filsafat sudah sering dijelaskan bahwa hakikat esensi itu adalah pembeda dekatnya atau deffrentianya. Nah, pembeda dekat manusia adalah akal atau rasionalnya, bukan badan sekalipun merupakan bagian esensinya. Akan tetapi, ia hanyalah pelengkap saja dari hakikat esensi manusia. Karena itu, bada setiap esensi tidaklah beda, yakni memiliki empat dimensi (panjang, lebar, tebal dan waktu -volume gerak). Lihatlah badan manusia, pohon, harimau, air, batu, bintang, matahari, bulan, udara dan apa saja yang bendawi. Di lihat dari esensi benda yang terdefinisikan sebagai "Sesuatu yang memiliki empat dimensi", tidaklah berbeda. Yang membedakan mereka adalah deffrentianya, sepeti Rasional, Meringkik, Cair, Panas dan semacamnya. 

Nah, gerak menyempurna itu adalah esensi, dan hakikat esesnsi adalah pembedanya. Jadi, sudah sangat logis manakala badan manusia merenta dan melemah ketika akal dan ruhnya semakin menguat. Menguat di sini tentu secara tabiat dan natural, bukan mesti lebih alim dan taqwa. Karena itu, yang ke surga dan ke neraka, sama-sama menguat. Yang kenerakaan seseorang tidak terlalu kuat, yakni ketika bermaksiat, maka semakin tua, dia akan semakin menguat. Karena itu, dengan mati atau meninggalkan badannya, kenerakaannya akan semakin menguat dan menguat. Itulah mengapa Nabi saww pernah mengatakan bahwa kalau neraka bocor sebesar lubang jarum saja, maka dunia materi ini akan hancur binasa. Begitu pula yang ke surga. Bedanya hanya dari sisi kebaikan dan ke burukan. Kalau yang ke surga penguatannya dari sisi yang baik-baik dalam arti yang sesuai dengan esensi manusianya seperti kenikmatan dan keridhaan dan semacamnya, akan tetapi yang ke neraka sebaliknya, yakni penguatan dari sisi kemurkaan, keapian dan semacamnya. 

Kalau ada waktu, telusurilah catatan-catatan yang adai di sinaragama.org , sebab sudah banyak ketarangan tentang hal ini. 

3- Reingkarnasi itu tidak ada dalam alam materi ini. Karena reingkarnasi adalah masuknya ruh terdahulu ke tubuh atau badan yang baru. Sedangkan siklus filsafat dan keberadaan dari badan manusia yang menjadi tanah, lalu menjadi rumput, lalu menjadi kambing, lalu menjadi manusia lagi, semua itu bukan dimasuki ruh yang sama dari yang pernah meninggalkannya. Tapi ruh baru yang ditiupkan secara baru pula manakala suatu materi sudah mencapai potensinya. 

Sekali lagi, jangan lihat esensi seperti manusia, pohon dan binatang, hanya dari sisi badaniahnya. Benda ketika mati, maka hakikat ruhnya kembali ke wathan aslinya, baik pepohonan, binatang atau manusia. Karena itu, badan yang ditinggalkannya, kembali pada potensi umumnya lagi dan tidak ada hubungan dengan esensi yang pernah mengirinya. Badan manusia, pohon atua binatang, ketika mati, sudah tidak berhubungan dengan esensi manusia, pohon dan binatang lagi. Dia tidak beda dengan tanah dan bebatuan lainnya. Karena hakikat esensinya yang teletak pada pembeda dekatnya, sudah meninggalkannya.

Kalau ada waktu, silahkan menelusuri catatan yang sudah seribu dua ratusan itu dan sudah dipilah-pilah oleh teman-teman di situs yang saya maksudkan di atas itu.


Islam Hakiki, Islam Relatif: Kajian & Diskusi
SINARAGAMA.ORG

Faizal Arifin terimakasih jawabannya ustad. saya akan buka web sinaragama dan kalau ada yang blm saya pahami akan saya tanyakan.

Faizal Arifin Maaf ustad, saya sambung lagi pertanyaan saya.mohon konfirmasinya mengenai pemahaman saya,yang saya pahami kalau semua makhluk memiliki esensi yang terdiri dari substansi dan aksiden, dan yang saya tangkap kalau wujud non materinya juga mempunyai esensi tapi esensi wujud non materi tidak dikenai gerak karena wujud non materi tidak mempunyai dimensi panajang lebar volume dan waktu. dan ustad juga pernah menulis kalau wujud non materi bisa disebut wujud "jadilah maka ia jadilah". Dan dari itu apakah berarti malaikat dan jin tidak ada gerak? Karena kalau yang selama ini saya pahami dari referensi agama kalau jin diciptakan untuk beribadah. Dan yang saya pahami berarti untuk jin dia mempunyai ikhtiar seperti manusia, dan dikenai gerak juga. 
Sebelumnya saya mohon maaf dan terimakasih.


Sinar Agama Malaikat tidak memiliki gerak, tapi jin memiliki karena materi walau halus, yakni dari api.


0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.