Bismillaah: Duka ke Dua di Majlis ke Dua
Biasanya di malam atau hari ke dua Muharram, dalam setiap majlis duka, setelah pembahasan keilmuan seperti akidah, fiqih dan kebangkitan imam Husain as, di bagian kidung dukanya, selalu bertabarruk dengan para sandra dari Ahlulbait as dan Syahidah Sayyidah Ruqayyah as. Untuk itu, ijinkan saya bertabarruk walau sudah rada terlambat:
Salam padamu ya Husain. Salam pada dukamu ya Husain.
Salam pada perihnya dadamu ketika mengalir di atasnya air mata Sukainah dan Zainab ya Husain. Salam pada langkah-langkah mundurmu menjauhi kemah di perpisahan terakhirmu dengan mereka ya Husain. Salam pada gelisahnya hatimu pada setiap pertempuranmu hingga terus menerus menoleh ke arah kemah para wanita dan anak-anak itu ya Husain. Salam pada gelisahmu pada mereka dalam setiap sabetan dan tombakan panah musuh yang mengenaimu ya Husain. Salam padamu, salam padamu ya maulana Husain.
Salam pada perihnya dadamu ketika mengalir di atasnya air mata Sukainah dan Zainab ya Husain. Salam pada langkah-langkah mundurmu menjauhi kemah di perpisahan terakhirmu dengan mereka ya Husain. Salam pada gelisahnya hatimu pada setiap pertempuranmu hingga terus menerus menoleh ke arah kemah para wanita dan anak-anak itu ya Husain. Salam pada gelisahmu pada mereka dalam setiap sabetan dan tombakan panah musuh yang mengenaimu ya Husain. Salam padamu, salam padamu ya maulana Husain.
Sebagaimana diketahui bahwa imam Husain as adalah yang terakhir syahid dari para syuhadaa' Karbala. Sore itu, imam Husain as telah roboh ke tanah dengan puluhan luka pedang dan tancapan anak-anak panah dan tombak. Dan Syimrunpun duduk dengan jumawa di atas dada imam Husain as sebelum kemudian menggorok leher cucunda kesayangan Nabi saww dan Ahlulbait yang makshum itu.
Dari arah kemah para anak-anak dan wanita, semuanya menjerit melihat peristiwa itu. Putus asa semakin menyeruak di hati mereka, karena sudah tidak ada lagi lelaki yang bisa membela dan membentengi mereka.
Zainab dan Sukainah, tak henti-hentinya menjerit dan memanggil-manggil imam Husain as. Yang satu memanggil "Ya Husain saudara malangku....!" Yang lainnya menjerit "Wahai ayah malangku....!"
Mata-mata lawan yang tadinya beringas ingin segera menumpas cucu-cucu kesayangan Nabi saww itu, kini setelah puas berpesta darah dan menendangi kepala-kepala suci setelah dipotong dari badan mereka (ada 23 orang cucu-cucu Nabi saww yang syahid di Karbala dan semua kepalanya dipotong untuk dibawa ke Yazid agar mendapatkan hadiah besar), mata beringas mereka beralih pada kemah-kemah para keluarga imam Husain as dan keluarga para syahid dari shahabat imam Husain as.
Mereka para pemberingas itu menyerbu bagai ombak hitam ke arah kemah-kemah di sore yang sudah mulai menggelap itu. Hadhrat Zainab as berusaha membentengi mereka. Tapi apa daya, beliau as hanya seorang wanita dan sendirian lagi. Sambil berteriak "Celaka kalian para musuh Allah....!" beliau as berusaha menghadang. Akan tetapi, banjir keberingasan dari puluhan atau belasan ribu tentara Yazid itu, mana bisa mendengar teriakan putri kesayangan hadhrat Faatimah bintu Nabi saww.
Ketika bagai tsunami hitam datang menghujam kemah, maka para anak-anak dan wanita dari keluarga para syahid itu morat marit tidak tahu arah demi menyelamatkan diri. Para penyerbu itu, mamasuki kemah-kemah dan merampas apa saja yang ditemuinya di dalam tanpa peduli bahwa kemah-kemah itu adalah kemah-kemah dari cucu-cucu kesayangan Nabi saww.
Tak cukup merampas yang ada di kotak-kotak barang dan uang, mereka juga menarik apapun yang ada di badan para wanita itu. Karena berebutan takut kedahuluan yang lainnya, maka para penyerbu itu dengan hati tanpa kasih sama sekali, sesukanya menarik perhiasan yang ada di leher dan telinga para wanita lemah itu.
Setelah puas merampasi apapun yang ada dan sudah tidak tersisa, maka giliran kemah-kemah mereka dibakar. Karuan saja, para wanita yang sudah tidak ada tempat berlindung itu, semakin papa dan semakin melas terasa.
Kejadiannya tidak cukup di situ. Ketika para pemberingas terhadap kelaurga Nabi saww itu, mau kembali ke Kufah dan mau melaporkan hasilnya kepada Yazid di Suriah, para wanita itu, dijadikan tawanan. Tidak cukup jadi tawanan, mereka bahkan dirantai dengan rantai besi.
Hadhrat Zainab yang protesnya tidak digubris, akhirnya berkata kepada mereka bahwa beliaulah as yang akan merantai para wanita itu agar tidak tersentuh tangan-tangan biadab dan musuh dari keluarga Nabi saww (Aalu sayyidinaa Muhammad) itu. Akhirnya para wanita itu terselamatkan dari tangan-tangan kasar pemberingas. Namun apa daya ketika sampai pada giliran perantaian diri beliau as sendiri, maka beliau as hanya bisa pasrah disentuh kasar oleh tangan-tangan kasar dan beringas itu.
Tidak cukup sampai di situ. Iring-iringan bala tentara hitam itu, yang menyandra puluhan wanita dan anak-anak yang di antaranya banyak sekali dari keluarga Nabi saww itu, tidak puas kalau tidak menghiasi iring-iringannya dengan sekitar 24 kepala dari cucu-cucu Nabi saww. Semua kepala dari imam Husain dan 23 lainnya dari keluarga imam Husain as, yang telah dipotong pada pembantaian Karbala, ditancapkan di atas tombak-tombak dan dijadikan tontonan kepada masyarakat agar jadi contoh supaya jangan sesekali menentang Yazid. Persis seperti Khalid bin Walid yang membakar hidup-hidup beberapa shahabat di depan umum ketika menjadi panglima dari tentara Abu Bakar ketika menyerang satu suku besar dari shahabat Nabi saww yang bernama Bani Tamiim.
Yang telalu malang dan membuat kita menangis air mata darah adalah, para wanita itu harus melihat terus menerus sepanjang jalan pada kepala-kepala tertancap itu. Mereka harus melihat dalam seluruh perjalanan dari Karbala Iraq, ke Kufah Iraq sebelum kemudian ke istana Yazid di Suriah.
Bayangkan saja, kalau anak-anak wanita dan istri-istri kita yang tertawan dan mesti melihat pada kepala-kepala kita yang ditancapkan di atas tombak, apa jadinya? Inilah yang selalu digelisahkan imam Husain as ketika berperang di akhir kalinya sebelum syahid. Sebab imam as tahu apa yang akan terjadi pada keluarga dan anak-anak wanita beliau as dan anak-anak wanita dan para istri shahabat beliau as yang syahid setelah syahidnya beliau as.
Terlalu banyak sejarah tragis yang bisa dikisahkan dalam perjalan itu, namun karena keterbatasan berbagai hal, saya hanya ingin melengkapinya dengan syahidnya Hadhrat Ruqayyah as.
Ketika dengan lusuh dan baju yang morat marit serta penuh lelah dan sedih sepanjang jalan yang sangat panjang itu, dan setelah dipertemukan dengan raja para pemberingas si Yazid, mereka diletakkan di reruntuhan bangunan yang tidak beratap selama tiga hari di Suriah.
Ya Allah, hanya Engkau yang dapat membalas setimpal dengan apa yang dilakukan para pengganas dan pemberingas terhadap cucu-cucu NabiMu itu.
Dalam pada waktu tiga hari itu, Sayyidah Ruqayyah as bermimpi bertemu ayahandanya, imam Husain as. Terhentak di malam yang sunyi itu, yang pada kelelapan karena terlalu lelahnya itu, dengan tanginsan lengking Hadhrat Ruqayyah as.
Semua bangun dan kebingungan serta saling bertanya apa yang terjadi. Karena Hadhrat Ruqayyah as sambil menangis dengan lengkingan, beliau as yang masih berumur 4 tahun itu, memanggil-manggil ayahnya. Karena semua bujukan tidak bisa meredakan tangisnya, maka akhirnya kepala imam Husain as diserahkan padanya.
Seakan lupa apa yang terjadi, beliau as dengan tercengang menerima kepala ayahnya yang berlumur darah kering dan pasir-pasir Karbala itu. Sambil mengusap-usap dan membersihkannya beliaupun as mengucapkan berbagai kata duka yang sudah pasti kita tidak sanggup mendengarnya. Kalau boleh saya lantunkan dengan beberapa butir puisi bebas semampunya, dan atas ijin beliau as untuk mewakilinya, maka saya akan menulis:
Ayah, mengapa engkau tinggalkan aku sendiri
Ayah, megapa hanya kepalamu yang datang ke mari
Ayah, mengapa kau diam saja dan tak menyahuti
Ayah, lihatlah apa yang diperbuat mereka pada diri ini
Ayah, aku ditendangi, dipukuli dan tidak dihargai
Ayah, aku sering kali dipecuti hingga jatuh di bumi
Ayah, badanku bermemaran dan kaki tanganku diratai-i
Ayah, tangan dan kakiku luka karena dirantai besi
Ayah, mengapa engkau diam saja dan tak menyahuti
Ayah, bantulah, tolonglah dan jangan hanya berdiam diri
Ayah, bukankah aku putrimu yang sangat kau sayangi
Ayah, aku sudah tak sanggup lagi menanggung semua ini
Ayah, bawalah, bawahal aku pergi
Ayah, megapa hanya kepalamu yang datang ke mari
Ayah, mengapa kau diam saja dan tak menyahuti
Ayah, lihatlah apa yang diperbuat mereka pada diri ini
Ayah, aku ditendangi, dipukuli dan tidak dihargai
Ayah, aku sering kali dipecuti hingga jatuh di bumi
Ayah, badanku bermemaran dan kaki tanganku diratai-i
Ayah, tangan dan kakiku luka karena dirantai besi
Ayah, mengapa engkau diam saja dan tak menyahuti
Ayah, bantulah, tolonglah dan jangan hanya berdiam diri
Ayah, bukankah aku putrimu yang sangat kau sayangi
Ayah, aku sudah tak sanggup lagi menanggung semua ini
Ayah, bawalah, bawahal aku pergi
Ya Allah....begitu seterusnya Hadhrat Ruqayyah berkata-kata sampai akhirnya beliaupun as, jatuh tak sadarkan diri. Hadhrat Zainab as dan yang lainpun memeriksanya, sambil semuanya yang ada di sana bertangisan dari sejak awal mengiringi tangisan Hadhrat Ruqayyah as. Dan ternyata, Hadhrat Ruqayyah as telah berpulang ke rahmat Allah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.
Semoga para penzhalim, pengganas dan pemberingas terhadap keluarga Nabi saww itu, mendapatkan balasan setimpal kelak di akhirat, dan semoga kita dijauhkan dari perbuatan seperti itu dan semacamnya, serta semoga kita bahkan menjadi pembela keluarga Nabi saww yang biasa disebut dengan Aalu sayyidinaa Muhammad itu hingga mendapat ridha Tuhan dan syafaat mereka as di dunia dan di akhirat nanti, amin. Wassalam.
0 comments:
Post a Comment