Salam. Ustadz, semoga antum selalu berada di dalam rahmat dan rida-Nya. Afwan Ustadz, ada beberapa pertanyaan yang ingin diajukan.
1. Ustadz, ini hanya konfirmasi kalau mengacu ke fatwa di bawah ini, keringat dari junub haram, ga najis ya ustadz?
Keringat dari junub haram adalah suci, akan tetapi ihtiyath wajib tidak melakukan salat dengannya. (Awjibah al-Istifta’at, no 270)
Keringat dari junub haram adalah suci, akan tetapi ihtiyath wajib tidak melakukan salat dengannya. (Awjibah al-Istifta’at, no 270)
2. Ustadz, kalau mengacu kepada fatwa di bawah ini apakah bertentangan tidak dengan penjelasan ustadz sebelumnya bahwa kalau yang saya pahami kalau di negara yang mayoritas muslim dan ketika kita makan di restoran nonmuslim, maka kita harus yakin kalau hewannya itu disembelih dengan cara Islam?
Daging, lemak dan seluruh anggota tubuh hewan yang dijual di wilayah Islam adalah suci, demikian juga bila barang-barang ini berada dalam kewenangan Muslimin. Namun, meskipun barang-barang ini disediakan oleh non Muslim, jika tidak ada keyakinan akan tiadanya pensucian syar'i, maka tetap akan dihukumi suci. Dengan ibarat lain, barang-barang ini akan dianggap najis hanya ketika kita memiliki keyakinan bahwa hewan tersebut tidak disembelih secara Islami, sedangkan bila kita mengetahui atau berasumsi bahwa hewan tersebut telah disembelih secara Islami, maka hukumnya suci. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 275 dan 276, dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 12)
3. Sebenarnya yang harus jadi patokan itu pemilik restoran atau para pekerjanya termasuk yang masak dan pelayannya? Di kita itu banyak pemilih restorannya itu nonmuslim, tapi mulai dari koki sampai pelayannya semuanya muslim.
4. Kalau kita masuk ke suatu restoran tapi kita ga tahu restoran itu milik muslim atau nonmuslim tapi kita melihat ada pelayannya yang berjilbab. Apakah kita punya kewajiban untuk menanyakannya kepada pelayannya apakah pemilik restoran tersebut muslim atau bukan? Atau kita ga perlu menanyakannya yakin saja kalau itu restoran yang punyanya muslim?
5. Dalam suatu kasus kehilangan uang. Uang tersebut dibawa oleh dua orang dari bank. Uang tersebut dibawa secara tunai. Dalam perjalanan ketika dua orang itu sedang mengganti ban dan uang dibiarkan di kursi mobil yang mereka kendarai, uang tersebut hilang dicuri orang. Yang menjadi pertanyaan secara hukum agama, apakah kedua orang itu harus bertanggung jawab terhadap hilangnya uang tersebut. Artinya, kedua orang itu harus mengganti uang tersebut atau tidak?
6. Ketika seseorang meninggal tidak meninggalkan anak laki-laki, bolehkah istrinya yang mengqadhakan shalat buat suaminya yang meninggal tersebut kalau si suami meninggalkan utang shalat wajib?
7. Ketika kita kehilangan uang dalam jumlah yang besar katakanlah ratusan juta rupiah. Kita sudah ke polisi ga menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Sampai yang kehilangan uang itu meninggal. Bolehkah kita ahli warisnya meniatkan agar uang tersebut menjadi shadaqoh buat yang meninggal. Artinya, ahli warisnya sudah mengikhlaskan uang tersebut dan bahkan mensadaqahkan uang tersebut kepada pencurinya. Dan diniatkan pahalanya untuk si mayit. Apakah boleh seperti itu? Dan kalau boleh, apakah pahalanya sampai ke si mayit?
Syukron
PSA
PSA
0 comments:
Post a Comment