Monday, December 26, 2016

on Leave a Comment

Bagaimana hukum meminjam kredit ke bank tetapi dalam pemenuhan syaratnya ada data yang di manipulasi atau tidak benar?

Link : https://www.facebook.com/shadra.hasan/posts/1166945936688644


Ustad,
Seseorang ingin meminjam uang di Bank Konvensional, misal Mandiri.
Salah satu persyaratan adalah memiliki surat izin usaha namun dia tidak punya usaha.
Dia punya kakak yg memiliki usaha.
Lalu dia memakai usaha kakaknya sebagai tanda memberikan bukti bahwa dia memiliki usaha.
Artinya disini ada kebohongan dengan cara kongkalikong memanipulasi data yang benar.
Sales pihak Bank juga memberikan lampu hijau atas laporan fiktif tsb karena dia juga membutuhkan nasabah agar mendapatkan kreditur.
Apakah cara seperti ini tidak dibokehkan ?
Terimakasih Ustad Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Bohong jelas tidak boleh dalam Islam.

Arahan berikut ini, kalau salah tanggung jawab sendiri ya. Tapi arahan ini tidak sembarangan saya buat, yaitu:

Sekalipun anggap dosa berbohong, akan tapi dari sisi hutang piutangnya, kalau perusahaan itu yang memang akan bertanggung jawab walaupun perusahannya kelak akan mengambil dari si adik pemilik perusahaan tersebut, maka sepertinya tidak ada masalah. Karena secara UU negara maka seakan si kakak telah memberikan wewenang pada adiknya untuk ikut memiliki perusahaannya itu dan dalam keadaan si kakak sadar bahwa perusahaannya akan bertanggung jawab secara hitam di atas putih (perjanjian kontrak piutang dengan pihak bank) kepada bank. Bank nya saja mau melakukan hal itu lantaran secara hakiki perusahaan itu yang bertanggung jawab, bukan si adik pemilik sebagai manusia mandiri, akan tetapi sebagai orang yang dilindungi dan didukung perusahaan si kakak.

Kemudian juga, kalau pihak bank yang tahu itu memang orang yang berwenang mutlak atas kebijakan banknya, maka dari sisi ini juga berarti secara peraturan dan hukum, tidak masalah. Sebab bank nya tahu dan mau. Tapi kalau bukan orang yang memiliki wewenang mutlak terhadap kebijakan bank, maka dari sisi ini, bisa saja tidak memungkinkan untuk diterima karena akan masuk kategori kong kalikong yang negatif.

Dari sisi syari'atnya, yang saya pahami dari berbagai fatwa, maka sekalipun anggap saja hal yang dilakukannya itu bohong, dan anggap dari sisi kepemilikan uangnya juga haram, dalam hal ini maka cukup dengan membayar piutangnya saja. Apalagi dalam konteks di atas, dari sisi kepemilikan harta piutangnya masih dimungkinkan sebagai kepemilikan yang sah walau dengan cara yang tidak benar.

InsyaaAllah, kalau dibayar dengan benar, dan tidak ridha dengan sistem ribanya dan tidak ridha waktu menyerahkan ribanya (atau diniatkan sebagai hadiah), maka sekalipun sangat mungkin dosa di sisi kebohongannya, akan tetapi sangat mungkin sudah sah dalam menggunakan uang piutangnya.

Antum renungkan sendiri dan putusi sendiri lalu tanggung jawab sendiri. Tapi saya insyaaAllah akan mengkonfermasikannya lagi ke kantor Rahbar hf, supaya dapat diyakini benar tidaknya.

Sinar Agama .

Sudah konfermasi:

Saya sudah mengkonfirmasikan hal yang mirip dengan permasalah antum ke kantor Rahbar hf bagian fiqih pada tanggal 2-12-2016. Yaitu tentang meminjam dari bank dengan pengajuan syarat-syarat yang tidak benar dari peminjam kepada bank. Yakni syarat-syarat yang diberikan oleh peminjam kepada bank, tidak sesuai kenyataan yang sebenarnya demi kelolosan permohonan pinjamannya. Dan hal tersebut sudah dilakukan alias sudah terjadi. Tapi konfirmasi saya ke kantor Rahbar hf tersebut, disyarati dengan membayar dengan benar sesuai kesepatakan antar peminjam/pengkridit dengan banknya. Lalu jawabannya:

" تكليفي خاصي فعلا ندارد"

"Sementara ini tidak ada kewajiban apapun"

Jadi, terhadap kebohongannya kepada bank itu, selain masalah dosa (ini yang saya pahami), sementara ini tidak ada kewajiban lainnya.






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.