Saturday, December 10, 2016

on Leave a Comment

Ada makanan yang di larang atau haram dimakan, mengapa tidak ada makanan yang wajib untuk kesehatan jasmani dan rohani?

Link : https://web.facebook.com/sinaragama/posts/1076242482489208


Slam ustad...
Makanan yg diharamkan dlm fikih sperti cumi dn lele...dll adlah maknn yg di haramkn krn punya efek merusak pd ruhani dn sprtinya jg jasmani.
Lalu mengapa tdk ada makanan yg diwajibkan untuk keshatan jasmani dn rohani sebagai efeknya...?
Trimaks
Suka
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Makan dan minum, jelas merupakan suatu hal yang tidak perlu kepada perintah. Karena itu, kalau ada perintah, hanyalah merupakan irsyaadii/anjuran, bukan perintah.

2- Makan dan minum tidak perlu kepada perintah, karena manusia mencarinya dengan sendirinya sesuai dengan fitrah ciptaan awal yang Tuhan kehendaki sesuai dengan hikmah dan kebijakanNya.

3- Karena makan dan minum tidak perlu kepada perintah disebabkan secara otomatis manusia itu sendiri akan mencari dan melakukannya, maka yang diperlukan hanyalah pada larangannya. Yakni larangan makan dan minum pada obyek-obyek tertentu.

4- Karena itulah maka Islam memiliki hukum mubah, makruh dan haram tentang masalah makanan dan minuman ini. Tapi yang wajib tidak ada karena yang dimubahkan pasti akan dicari sendiri tanpa diperintahkan lantaran manusia akan mencari dan melakukannya tanpa perintah disebabkan rasa lapar dan dahaga sesuai dengan fitrahnya.

5- Yang mubah bisa dimakan-diminum, makruh adalah kurang baik tapi tidak sampai pada mudharat yang serius, sementara haram adalah yang tidak baik dan mudharat bagi manusia.

6- Dengan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa yang halal, sudah pasti baik untuk manusia dan kesehatannya. Namun demikian, maka yang halal ini juga ada batasannya. Seperti makruh kalau kebanyakan, makruh kalau ini dicampur itu, dan semacamnya. Bahkan lebih dari itu, yang mubah itupun bisa haram dalam kondisi tertentu sebagaimana yang haram bisa halal dalam kondisi tertentu.

7- Dengan penjelasan di atas itu pula, maka kalau ada pewajiban makan pada yang mubah itu, maka berarti yang memberi perintah tidak bijaksana. Karena telah memerintahkan pada sesuatu yang sudah ada dan terjadi. Yakni:

a- Perintah itu dibuat untuk mewujudkan suatu keinginan sebelum kemudian mewujudkan suatu perbuatan.

b- Ketika perintah itu untuk mewujukan suatu keinginan dan perbuatan, maka keinginan dan perbuatan tersebut belum ada dan belum terwujud.

c- Perintah makan dan minum, pada manusia yang lapar dan dahaga yang secara fitrah dan otomatis rasa lapar dan dahaganya itu mewujudkan keinginan untuk makan dan minum serta mewujudkan perbuatan tersebut, jelas merupakan perintah untuk mewujudan (keingnan dan perbuatan) yang sudah ada.

d- Ketika perintah untuk pewujudan pada yang sudah ada/wujud itu terjadi, maka jelas perintah tersebut adalah suatu hal yang sia-sia. Karena sudah ada kok masih diperintah untuk ada (keinginan pada manusia). Denga demikian, maka jangankan Tuhan, manusia biasa saja tidak akan melakukan tersebut. Karena pelakunya atau yang memberi perintah semacam itu, jelas bukan orang yang mengerti, bodoh (maaf) dan lalai pada kenyataan yang ada di hadapannya. Maha Suci Tuhan dari perbuatan sia-sia tersebut.

e- Dengan demikian, maka perintah makan dan minum pada hal yang mubah, merupakan perintah yang sia-sia dan sama sekali tidak bijak dan tidak benar, karena keingan melakukan hal tersebut sudah ada dari sejak awal di dalam fitrah manusia dan juga karena yang dimubahkan itu berarti sudah baik untuk manusia.

f- Memang, dalam Islam ada hukum ke dua (hukum tsaanawi) selain hukum pertama (awwali) di atas. Yaitu perubahan hukum dari yang pertama kepada yang ke dua disebabkan kondisi tertentu seperti babi yang haram menjadi halal, dan hukum mubah menjadi haram.

g- Dalam hukum yang bisa berubah itu, maka bisa saja terjadi pewajiban terhadap makan dan minum. Artinya tidak hanya mencukupkan pada yang mubah. Sebab manusia tidak mengerti rahasia alam ini dan karenanya bisa saja tidak terwujud keinginan pada dirinya untuk makan dan minum hal-hal tertentu. Karena itu, perlu adanya pewajiban. Misalnya kalau kita mengerti bahwa penyakit kita akan membawa kepada kematian atau mudharat yang sangat serius, lalu kita juga mengerti makan dan minum suatau makanan dan minuman tertentu yang mubah bisa menghindarkan kita dari kematian dan/atau mudharat yang serius itu, maka di sini Islam mewajibkan kita untuk memakan atau meminumnya.

Dalam kondisi seperti ini, maka pewajiban jelas tidak terhitung sebagai pewujudan yang sudah ada. Sebab dari awal keinginan itu belum ada, atau setidaknya belum tentu ada.

Ali Asytari Trimakasih ustadz....






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.