Monday, December 26, 2016

on Leave a Comment

Contoh kasus Perhitungan khumus ketika jual rumah dengan hutang piutangnya.

Link : https://www.facebook.com/shadra.hasan/posts/1164675723582332


Salam. Ustadz, saya mau konsultasi masalah hutang dan jual beli.
1) Satu tahun ini saya menjalani bisnis yg modalnya saya dapat dari investor. Namun, bulan lalu bisnis tersebut terpaksa ditutup karena tidak berjalan sesuai rencana. Penyebabnya adalah pengelolaan yg kurang baik. Sehingga saya harus mengembalikan sebagian modal investor sesuai kesepakatan. Karena uangnya tidak ada, maka terhitung hutang. Jumlah uang yg harus saya kembalikan adalah Rp. 47 juta.
2) Sebelumnya saya juga berhutang di bank untuk pengembangan usaha. Sisa hutang hingga kini masih Rp. 18 juta.
3) Hutang kartu kredit sebesar Rp. 8 juta.
4) Hutang pegadaian sebesar Rp. 8 juta.
5) Hutang khumus sebesar Rp. 2 juta.
Jadi total keseluruhan hutang saya adalah sebesar Rp. 83 juta.
Solusi yg bisa saya lakukan adalah dengan menjual rumah tinggal yg saat ini statusnya masih KPR. Jadi sementara waktu saya dan keluarga kembali mengontrak rumah. Rumah tersebut dijual dengan harga Rp. 335 juta.
Uang hasil penjualan rumah itu saya gunakan untuk:
1) pelunasan KPR ke bank Rp. 95 juta
2) bayar hutang investor Rp. 83 juta
3) hadiah ke istri Rp. 50 juta. (Hadiah ini saya berikan karena saya pernah menggunakan harta istri -atas keridhoannya- untuk renovasi rumah).
Maka sisa uang yg ada sebesar Rp. 107 juta. Uang ini akan saya gunakan kembali untuk modal bisnis.
Rumah tersebut dulu dibeli tahun 2011 dengan sistem KPR di BNI Syariah. Pada saat itu saya masih bekerja di Perusahaan A dengan status kontrak. Padahal syarat untuk bisa mengajukan KPR adalah harus berstatus Karyawan Tetap minimal telah bekerja 2 tahun.
Untuk memenuhi semua syarat administrasi pengajuan KPR, saya meminta tolong seorang kawan yg kebetulan punya jabatan di sebuah Perusahaan B agar saya bisa tercatat di perusahaan tempatnya bekerja sebagai karyawan tetap dan bergaji yg besarnya bisa masuk kriteria pengajuan KPR. Artinya, saya memanipulasi dokumen pengajuan KPR di Perusahaan B sebagai Karyawan Tetap, padahal saya bekerja di Perusahaan A sebagai Karyawan Kontrak. Itu semua saya lakukan agar memenuhi syarat pengajuan KPR.
Pertanyaan saya:
1) Bagaimana status transaksi saya tersebut dengan pihak bank?
2) Jika transaksi tersebut haram, apa yg harus saya perbuat dengan kondisi saya saat ini?
Mohon pencerahannya Ustadz Sinar Agama
Wassalam.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Sebelum saya jawab saya mau tanya dulu, apakah semua itu sudah berlaku/terjadi? Yakni penjualan rumah dan pembayaran hutang dan lain-lainnya itu, atau masih dalam rencana?

Sinar Agama Masih akan dikonfirmasikan dan kalau kelamaan tolong muat lagi pertanyaan antum ini di status yang baru, atau sharing lagi ke status pageku ini.

Sinar Agama Sudah dikonfirmasi:

Yang saya pahami dari konfirmasi dengan kantor Rahbar hf bagian fatwa lewat telpon pada tanggal 2-12-2016 (sambil melihat langsung siaran demo 212 di youtube), dan cukup alot karena ada kesulitan menerangkan yang saya maksudkan dan serasa kurang pasnya fatwa yang diberikan, maka jabawannya seperti ini:

a- Dalam masalah kontrak bisnis yang sebelumnya dengan bank, sudah tidak ada tanggungan apapun. Yakni tidak ada taklif dan tugas baru untuk itu. Yang ini saya sudah cukup lega. Sebab kalau tidak, maka yang lainnya akan bermasalah. Alhamdulillah. Dan tujuan utama saya konfirmasi adalah masalah pertama ini, yaitu membeli rumah dengan KPR dan dengan data yang tidak benar tapi bayaran kreditnya lancar.

b- Sehubungan dengan khumus dijawab tidak perlu khumus kecuali yang sudah terbayar dan begitu pula kalau ada kenaikannnya. Di sini yang saya belum puas, sebab terasa kurang cocok dengan dasar fiqihnya. Kekurangpasan fatwa yang diberikan, bukan karena tim fatwa tidak paham masalah dan salah, akan tetapi karena memang saya sulit mencerikan secara detail apa yang sebenarnya terjadi. Dan saya sudah berusaha menjelaskan beberapa kali akan tetapi, semacam kurang mewakili maksud hati saya. Penjelasan lebih rincinya, saya akan terangkan di poin-poin berikutnya.

b-2- Dalam fiqih dasar, hutang yang tidak perlu khumus itu adalah hutang yang masih ada di tangan. Misalnya, kita berhutang sejuta. Nah, sampai kapanpun uang itu tersisa, sekalipun sudah melewati tahun khumus, maka tidak ada khumusnya.

b-3- Hutang yang antum punya, beda dengan hutang dalam fiqih dasar itu. Sebab hutang kita ke bank, bukan hutang uang, melainkan hutang rumah.

b-4- Dalam masalah lain, yakni fatwa yang mengatakan bahwa "...kecuali yang sudah dibayar", sudah berkeselarasan dengan hukum dasar. Karena itu, maka berapa saja antum sudah melunasi rumah itu, maka sesuai dengan jumlah tersebut, dikeluarkan seperlimanya sebagai khumus.

b-5- Tentang hutang-hutang antum sebelumnya, maka yang saya pahami dari fiqih (juga sudah dicek lagi barusan) kalau memang untuk dimakan atau belanja hidup normal, maka memang tidak ada khumusnya hingga bisa dibayar dari uang rumah itu sebelum dikeluarkan khumusnya. Tapi kalau untuk hal-hal lain, maka dikhumusi dulu baru dibayarkan ke hutangnya.

b-6- Kenaikan rumah, jelas wajib dikhumusi. Karena itu, kalau dulu belinya 300 juta, lalu laku 335 juta, maka yang 35 juta wajib dikhumusi.

b-7- Hadiah kalau tidak besar dan sesuai dengan derajat sosialnya, maka tidak wajib dikumusi, tapi kalau besar seperti yang antum lalukan itu (besar kecilnya sesuai dengan derajat sosialnya), maka saya yakin wajib dikhumusi dulu.

b-8- Karena rumah terjual 335 juta dan sisa kredit 95 juta, dan karena poin (b-4) yang mengatakan yang sudah dikredit wajib dikhumusi, dan karena poin (b-6) yang mengatakan kenaikan rumah mesti dikhumusi, dan poin (b-5) yang mengatakan bahwa selain hutang belanja maka dikhumusi, dan karena poin (b-7) yang mengatakan bahwa pemberian hadiah itu tidak khumus kalau tidak besar dan sesuai dengan derajat sosialnya, maka cara mudah dan paling selamat adalah:

Pertama hasil penjualan itu dikurangi dulu 95 juta karena uang ini memang milik bank pada hakikatnya yang masih ada di rumah tersebut. Karena belinya dengan kredit, bukan hutang uang ke bank. Jadi, 95 juta itu memang milik bank yang ada di rumah tersebut dan bisa dikembalikan tanpa beban khumus. Atau kalaupun hutang, maka nilai tersisa itu bisa dikatakan asli uang hutangnya dan hutang yang masih asli dan belum dipakai itu tidak mengandungi beban khumus walau lewat tahun khumusnya.

Lalu sisanya dikhumusi sebelum dibayarkan ke semua hutang-hutang dan hadiah-hadiah serta dijadikan modal usaha. Karena itu khumusnya adalah: (335 juta - 95 juta) : 5 = 48 juta.








0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.