Saturday, April 14, 2018

on Leave a Comment

Pertanyaan borongan tentang : kesucian hotel, hukum menonton bioskop, sholat tp masih maksiat, dll


Salam. Semoga Ustadz selalu berada dalam rahmat dan rida-Nya. Berikut ini pertanyaan dari grup.
1. Kalau kita ke hotel di negara kita sendiri artinya mayoritas muslim, itu barang-barang seperti handuk dan seprei itu dianggap suci apa najis ya?
2. Ustadz kalau hukum menonton film di bioskop di indonesia itu apa ya?
3. Kalau lupa itu termasuk ceroboh ngga seperti saya sering lupa meninggalkan kartu atm di dalam mesin atmnya. Maksudnya termasuk yang berdosa atau tidak?
4. Kalau shalat dan puasa kita belum bisa mencegah keji dan munkar, berarti kita hanya terhindar dari dosa meninggalkan shalat dan puasa aja ya ustadz? Artinya, shalat dan puasa kita tidak diterima Allah atau nilai pahala dari ibadah shalat dan puasanya itu, nol ya ustadz?
5. Kalau yang lalu-lalu itu ragu apakah kena basahan yang di rambut apa ngga ketika mengusap kepala dalam wudhu, apakah hrs diqadha atau tidak ustadz?
6. Apakah ada tempat di akhirat nanti yg bukan surga atau neraka? Waktu di Sunni itu saya pernah dengar ada, yg diperuntukan di antaranya bagi orang gila. Kalau saya berpikir sekarang mungkin logikanya gini. Seseorang yg shalat dan puasa tapi masih maksiat kan dia sudah terbebas dari kewajiban artinya ga boleh masuk neraka. Akan tetapi, dia juga tidak berhak surga karena nilai pahalanya masih nol? Gimana ustadz?
7. Setelah tau bedanya qadha dan qadar, lalu apa pula yang dimaksud dengan takdir? Apakah takdir itu mencakup qadha dan qadar atau nama lain dari qadha?
8. Katanya kan kita harus menilai orang itu dari sisi lahiriyahnya termasuk nabi dan para imam sendiri dalam menilai para sahabat...kalau dalam konteks cerita ini gimana ya? Jadi, inti ceritanya itu ada seorang mahasiswa peminum khamar dia ikut kunjungan dari kampusnya ke qum salah satunya bertemu dengan Ayatullah Behjat. Nah, ketika bertatap muka dengan pemuda itu Ayatullah seperti membuang muka. Pemuda itu jadi tersadar dan dia menghentikan kebiasaan minum kamar. Sebulan kemudian dia ikut kunjungan lagi dan bertemu Ayatullah lagi dan dia disambut dengan ramah sambil mengatakan bahwa kamu telah membahagiakan Imam Zaman dalam sebulan ini. Yang jadi pertanyaan, bagaimana hukumnya menunjukkan pandangan kasyafnya kepada orang lain? Kalau memang boleh, berarti ada riwayat yg Maksumin melakukan hal yg sama, bisa diceritakan ustadz untuk kasus apa?
9. Telah masyhur dalam riwayat bahwa nur Muhammad Saww dan Ali As sebelum lahir telah berada di sulbi para nabi dari nabi Adam as sampai ke Abdul Muthalib, kemudian nur ini berpisah, yg nur Muhammad Saww ke Abdullah dan nur Ali As ke Abu Thalib. Pertanyaanya adalah di mana nur Fathimah as berada sebelum lahir?
10. Apakah benar setiap tgl 13 rajab kabah itu retak?
11. Kalau di lantai kamar mandi itu kadang suka ada yang tukangnya kurang bagus, jadi suka ada bagian lantai yg menggenang...nah kalau pas di kamar mandi itu tidak menggunakan selang, yg genangan air itu kan kita siram2 pakai air sedikit dengan gayung. p
Pertanyaannya air genangan itu kita anggap najis atau tidak ustadz?
12. Kalau merukyat 15 rajab atau sya'ban ketika melihat bulan purnama pada malam itu, boleh atau tidak? Maksudnya valid atau tidak?
13. Kalau merasa lebih baik dari manusia lain itu ga boleh ya ustadz. Bagaimana kalau merasa lebih baik dari makhluk lain seperti binatang? Saya pernah mendengar riwayat bahwa ketika nabi Isa sedang berjalan dan melihat bangkai binatang kalau ga salah anjing, nah sahabatnya itu menunjukan tidak suka, nah nabi isa malah menunjukan muka tidak sukanya kepada sikap sahabatnya itu. Apakah benar riwayat itu? Kalau benar konteksnya seperti apa?
14. Sebaliknya dari no. 13, kalau kita merasa lebih rendah daripada manusia lain boleh ga alias rendah diri? Apa bedanya rendah hati dengan rendah diri?
15. Kalau kita membaca Ya Mahdi Adriknii dalam shalat dengan niat zikir mutlak boleh atau tidak?
16. Masalah konsep waktu di alam akhirat nanti atau di alam nonmateri. Seperti yang antum jelaskan sebelumnya kalau di alam nonmateri itu tidak ada konsep dulu, sekarang, atau yg akan datang. Tapi, ada konsep waktu yang berjalan ngga ustadz? Saya masih belum paham. Misalnya, kalau dihubungkan dengan alam materi seperti kasus Imam Ali dan Salman itu kan kalau dr riwayat itu seolah2 imam ali kembali ke masa lalu ke zaman Salman masih muda padahal imam ali belum lahir di alam materi waktu itu. Jadi ketika di akhirat kelak, bisakah kita melihat ke dunia dalan kondisi masa lampau ketika kita masih ada di dunia. Bisakah seperti itu ustadz?
17. Dulu, semasa di jalur sebelah, penentuan nishf atau pertengahan bulan dilihat dari total jumlah harinya dulu dalam satu bulan. Bila bulan yang jumlah harinya 29 maka, nishfunya tanggal 14, namun bila jumlah harinya 30, maka nishfunya 15. Kalau di fikih AB bagaimana ya?
18. Kalau shalat misalnya cuma pakai dalaman, tentunya menggunakan mukena yang tidak transparan dengan menggunakan kerudung juga selain mukena sebagai penutup aurat itu apa hukumnya ya Ustadz?
Syukron
PSA
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Iya bisa dianggap suci, asal tidak yakin terkena najis. 


2- Kalau tidak ada orang pacaran di situ, filmnya juga tidak porno dengan segala tingkatannya walau ciuman, tidak ada juga musik-musik muthrib dan joget/dansanya, saya rasa masih boleh. Allahu A'lam.

3- Tidak dosa kalau lupa. Tapi tidak berusaha untuk mengikis lupanya, bisa saja berdosa. Yakni acuh tak acuh pada kebiasaan lupanya itu dan tidak diusakan supaya tidak lupa. 

4- Tidak nol juga, akan tetapi pahalanya tidak maksimal. Sebab pahala yang maksimal itulah yang dapat mencegah dari perbuatan dosa. Dan hal itu merupakan janji Tuhan yang pasti. Lihat di QS: 29:45:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

"Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji (dosa) dan mungkar (yang tertolak)."

Makanya salah satu anjuran Islam adalah berusaha menjauhi dosa. Tentu setelah belajar fiqih dulu hingga tahu mana yang wajib yang kalau ditinggalkan menjadi dosa, mana yang haram yang kalau dilakukan menjadi dosa. Fiqihnya adalah fiqih keseharian yang mencakupi diri sendiri dengan diri sendiri, dengan Tuhan, dengan keluarga, dengan tetangga, dengan sosial, dengan budaya, dengan pendidikan, dengan ekonomi, dengan politik dan seterusnya. 

5- Kalau kebiasaannya adalah mengeringkan dulu rambutnya, lalu ragu setelah itu apakah wudhuu' yang lalu-lalu itu sudah kering atau tidak, maka bisa dihukumi kering. Kalau tidak berupa kebiasaannya untuk mengeringkan rambuat, maka tidak bisa dihukumi rambutnya telah kering. Tentu saja, tidak bisa juga membatalkan semua wudhuu', melainkan yang diambil ketika habis mandi kramas, kehujanan dan semacamnya. Dalam hal ini dikira-kira lalu shalatnya diqadhaa'.

6- Nanti semua orang kalau bukan di surga ya di neraka. Tidak ada tempat yang tidak nikmat dan tidak tersiksa. Karena itu ada juga riwayat yang mengatakan bahwa kalau gilanya dari kecil atau anak-anak orang kafir yang mati di waktu kecil, nanti dikumpulkan di akhirat. Mereka diberi tahu kalau memiliki Tuhan dan kalau hidup di dunia, wajib menaatiNya. Lalu mereka ditanya apakah mereka akan taat kepada Allah? Mereka semua menjawab "Mau". Lalu Tuhan/malaikat menyuruh mereka untuk loncat ke neraka. Nah, yang loncat ke neraka itulah yang akan dimasukkan ke dalam surga dan yang tidak loncat maka dimasukkan dengan paksa ke neraka. Kita serahkan saja nanti detail-detailnya kepada Allah swt di akhirat. Sekarang kita wajib taat dan jangan pernah main-main dengan fiqih. Pelajari hingga tahu hukumNya dan amalkan selagi tidak bahaya (taqiah), dengan penuh keikhlashan.

7- Taqdir itu adlaah qadr itu. Dan aplikasinya atau kewujudananya di alam nyata, disebut qadhaa'.
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Sinar Agama .

8- Tentu saja sangat boleh. Akan tetapi, biasanya kasyaf itu ada dua:


a- Kasyaf yang mengira dirinya telah memilikinya. Di sini sering ditunjukkan kalau menginginkannya. Di sini, tidak perlu menunggu ijin Tuhan. Jadi, penunjukan kepada obyek, apakah maslahat atau tidak, maka mereka renungi sendiri dan menentukannya sendiri. Salah benar, mereka hanya memohon kebenarannya. Atau bahkan ada yang jadi rada sombong dan teramat meyakini kebenaran dirinya. Ini yang sangat berbahaya. 

Kita shalat malam saja rutin sudah bisa dapat kasyaf. Nah, kasyaf yang kecil-kecil ini, yakni yang bukan kasyaf terhadap Wahdatulwujud, maka tidak ada bedanya dengan sehat dan harta serta kedudukan sosial yang kita miliki. Kalau digunakan ke jalan yang benar, maka benar dan kalau tidak, maka sebaliknya. 

b- Kasyaf yang tidak mengira dirinya memiliki, baik karena sudah fanaa' atau baik dalam mengejar fanaa', yakni ketiadaan. Kelompok ke dua ini, sama sekali tidak merasa memiliki kasyafnya itu walau diberi Tuhan sekalipun. Yakni mereka tetap meyakini bahwa ilmu kasyafnya itu tetap milik Tuhan selamanya. Orang-orang ini, tidak akan menunjukkan kasyafnya kecuali dengan perintah wahyu/ilham dariNya. 

Para nabi/rasul as, para imam makshum as, semua dari kelompok ke dua ini. 

Sedang Ayatullah Bahjat ra, ada yang meyakini dari kelompok yang sudah fanaa'. Saya juga meyakininya seperti itu walau hanya menatap dari balik awan kesendirianku. 

9- :

a- Ingat, Nur yang dimaksud disini bukan nur yang kita bayangkan. Setidaknya belum pasti seperti nur yang kita bayangkan. Saya sudah menjelaskan bahwa nur disini adalah Ilmu Tuhan tentang Makhsumin yang empat belas itu as.

b- Jadi, nur mulia itu, berangkat dari bawah, bukan dari atas. Itu yang saya pahami. Sebab kalau dari atas, maka apa fadhilah dan keutamaan Makshumin yang empat belas itu as dari yang lainnya? Sebab kalau sudah dicipta dari awal sebagai nur dan guru para malaikat, maka ketika di bumi, sudah tentu paling baiknya manusia walau sudah masuk ke dalam sistem ikhtiar yang bisa memilih maksiat atau memilih taat. Sebab setidaknya ke-nur-an mereka akan mempermudah untuk taat. Dari pada kita yang dari tanah lempung.

c- Nah, kalau mereka as dibuat dari nur dan kita dari tanah lembung, maka:

c-1- Mereka jelas tidak bisa dijadikan uswatun hasanah. Sebab bagaimana yang dari tanah lempung mencontohi yang dari nur?

c-2- Sesedikit-sedikitnya amal dari yang dari tanah lempung, jauh akan lebih afdhal dari banyaknya ibadah dan taat yang dicipta dari nur. Sebab sedikit ibadah dan taat yang dari tanah lempung itu, dengan modalnya sendiri dan dengan bersusah payah setengah mati. Sementara banyak taat dan ibadah dari yang dicipta dari nur itu, sangat mudah dan ringan. 

c-3- Dengan poin (c-2) di atas, maka yang menjadi uswatun hasanah itu adalah yang dari tanah lempung untuk yang dari nur, bukan sebaliknya.
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Sinar Agama .

d- Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa para Makshumin yang empat belas as itu, modalnya sama dari yang lain dari sisi potensi taat atau maksiatnya. Yang membedakan adalah ikhtiar mereka as yang memilih taat mutlak hingga mencapai kemakshuman 
as. Makshum yakni karakter tidak maksiat, bukan dikirim dari langit lalu diberikan pada pemilik kemakshuman. 

e- Namun demikian, karena Allah swt tahu siapa yang terafdhal dan tertaat dari semua makhlukNya, maka ilmuNya itulah yang dikatakan sebagai Nur. Karena yang terafdhal adalah nabi Muhammad saww lalu disusul oleh Makshumin yang lain as, maka IlmuNya itulah yang dikatakan sebagai Nur Muhammad.

f- Saya sudah sering menjelaskan bahwa alam ini terdiri dari tiga lapis: Pertama, Alam Akal/jabaruut yang non materi mutlak; Ke dua, Alam Malakuut/barzakh yang non materi hanya dari sisi bendawiahnya tapi tidak dari sifat-sifatnya seperti bentuk, warna, rasa dan semacamnya); Ke tiga, Alam Materi. 

f-1- Dalam Alam Materi, satu tambah satu adalah dua. Dua kurang satu adalah satu. Semua itu karena materi bersubstansi terikat dengan volume. 

f-2- Dalam Alam Non Materi, satu tambah satu tetap satu. Satu kurang satu, tetap satu. Hal itu karena tidak terikat dengan volume.

f-3- Alam Akal adalah sebab bagi Alam Malakuut, dan Alam Malakuut adalah sebab bagi Alam Materi. Perjalanan penciptaan yang dari Akal-satu itu ke Akal-dua dan seterusnya sampai ke Akal-akhir dan dari Akal-akhir ke Alam Malakuut dan dari Alam Malakuut ke Alam Materi, disebut sebagai perjalanan turun yang biasa dibahasakan dengan Innaa lillaah.

f-4- Kembali kepada Allah swt, sesuai dengan ketaatan masing-masing. Dan arti kembali adalah menelusuri jalan balik ke sebab-sebabnya itu. Ini yang biasa disebut dengan wa innaa ilaihi raaji'uun. 

f-5- Ketika manusia kembali ke Surga, maka dia menyatu dengan surga di derajatnya sendiri tapi di surga masih mengenal bentuk dan warna serta rasa. 

Ketika menusia kembali ke Akal-akhir, maka dia menyatu dengannya. Karena di Alam Non Materi, satu tambah satu adalah satu. Begitu pula yang sampai ke derajat Akal-sebelum-akhir, atau bahkan Akal-pertama.

f-6- Ketika kembali ke Akal-pertama, dimana dia merupakan paling tingginya makhluk dan tidak ada dimensinya di wujud nyatanya dan hanya berdimensi dalam pahaman kita, maka jelas yang mencapainya menjadi dirinya. 

f-7- Karena Nabi saww dan Ahlulbait beliau as, mencapai Akal-satu ini, maka mereka as adalah satu DAN, sudah tentu mendahului pencintaan Alam Materi. 

f-8- Saya juga sudah sering menjelaskan bahwa dahulu mendahului itu ada beberapa hal:

f-8-a- Dahulu mendahului dalam waktu dan tempat, ini hanya ada di Alam Meteri.

f-8-b- Dahulu mendahului secara hakikat seperti dahulunya sebab atas akibatnya. 

f-8- Ketika Empat Belas Makshum as sampai ke Akal-satu, maka mereka as disebut sebagai Makhluk Pertama. Tapi secara hakikat, bukan secara waktu. Sebab secara waktu mereka as baru dilahirkan ribuan tahun setelah penciptaan nabi Adam as. Tapi karena potensi mereka as dipergunakan semaksimal mungkin, maka mereka as melampaui siapa saja dari makhluk-makhluk Tuhan sekalipun malaikat dan para nabi/rasul as.
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Sinar Agama .

10- Saya belum meneliti secara khusus, akan tetapi yang saya tahu dulu dari guruku, pernah mengatakan bahwa sejak retaknya yang pertama sewaktu Hdh Faathimah bintu Asad ra memasuki Ka'bah dari terbelahnya tembok Ka'bah itu untuk melahirkan Imam Ali 
as, sampai sekarang retak itu tidak bisa diperbaiki. Artinya, setiap disemen atau dilem, maka tetap akan retak lagi. 

Kalau ada teman-teman yang mendapatkan haditsnya tentang retaknya pada tiap tanggal 13 Rajab, maka tolong disharingkan ke sini. 

11- Kalau lantainya najis, maka setiap kali siraman dengan air sedikit (bukan air kur dan langsung seperti slang atau karan), maka yang di genangan itu mesti dikuras dulu pakai tangan kita atau kaki. Sudah tentu najisnya juga pindah ke tangan atau kaki yang mengurasnya. Ketika menyiram untuk ke dua kalinya, maka siram juga kaki dan tangan yang digunakan untuk mengurasnya. Ketika menyiram lagi untuk ketiga kalinya, maka kuras lagi seperti semula. Setelah kurasan ke tiga itulah, maka sudah dihukumi suci. Tentu kalau lantainya memang terkena najis. Kalau tidak terkana, maka tidak ada kewajiban mensucikannya sekalipun sebelum wudhuu' atau melakukan mandi besar atau walaupun sekedar untuk menjaga kaki kita tidak terkena najis. Wong tidak tahu kalau najis. Jadi, dihukumi suci. 

Tapi kalau yakin terkena najis walau tidak melihat dan mendengarnya, maka kalau ingin tidak tertulari najis yang ada di lantainya, maka sucikan dengan cara di atas itu. Dan ingat, sewaktu menyiramnya harus pelan-pelan supaya tidak ada air yang jatuh dari gayungnya. Sebab kalau jatuh dan mercik, maka percikannya juga najis. 

12- Tidak valid. Yang valid adalah merukyat di awal bulan. 

13- :

a- Merasa lebih baik dan lebih pandai atau lebih taqwa dari orang lain, tidak bisa dihindari. Sebab hal itu datang dengan sedirinya seperti datang dan perginya ide-ide dan pikiran-pirian. Tugas kita adalah memeranginya dan tidak memastikannya apalagi mengaplikasikannya di alam nyata. Mengapa tidak bisa dipastikan, sekalipun misalnya kita shalat lalu ada orang yang lain yang tidak shalat? Sebab, pertama, belum tentu shalat kita itu membawa kerendahan diri kita di hadapan Sang Kuasa. Misalnya shalat, akan tetapi menolak sebagian ayat-ayatNya yang sudah kita ketahui. Atau shalat kita itu membuat kita bangga. Sementara yang tidak shalat itu, mungkin dia merasa bersedih. Itulah mengapa dikatakan bahwa: "Dosa yang disesali lebih bagus dari taat yang dibanggakan."

b- Kalau meresa lebih dari makhluk lain, maka tidak masalah akan tetapi dari sisi fitrawinya saja dan tidak disertai pelecehan atau perendahan pada makhluk lain. Secara fitrawi itu maksudnya karena kita memiliki akal. Jadi, kita lebih baik dari yang tidak punya akal. Sedang selain fitrawinya, adalah akhlak dan perbuatannya. Kalau kita tidak mengikuti akal, yakni Akal-nazhari (mengetahui kebenaran) dan Akal-praktek (mengamalkan kebenaran), maka kita akan jauh lebih rendah dari pada binatang yang tidak berakal itu. Sebab mereka tidak memiliki tanggung jawab dan konsekuensi apapun, sementara yang memiliki akal, mestilah mengikuti mencari yang benar dan mengamalkannya. 

14- Boleh saja asal tidak berlebihan dan tidak memastikan. Misalnya, mungkin saya lebih rendah di Mata Allah swt, sebab saya sekalipun banyak tahu ilmu, tapi saya mungkin masih ada sombognya, riyaa'nya, tidak khusyu'nya dan semacamnya. Sementara orang lain yang mungkin murid-murid saya itu, mengamalkan ilmunya, tawadhuu', dan khusyu' dalam shalatnya. 

Intinya, jangan pernah merasa lebih baik dari orang lain sebab yang tahu secara hakiki itu hanyalah Allah. Dan kalaupun ada perasaan seperti itu, cepatlah diperangi. Jangan memastikannya dan apalagi mengaplikasikannya dalam kehidupan dimana hal itu akan menjadi sombong yang keluar dari hati yang tidak sehat, menjadi kenyataan hidup hingga meremehkan orang lain.

Kalau merasa lebih rendah, juga jangan sampai dipastikan, terlebih membuat dirinya tidak percaya diri atas ilmu-ilmu argumentatif gamblangnya. Jangan sampai menjadi minder dan apalagi putus asa. Teruslah berjuang dengan diiringi tidak merasa lebih baik dari orang lain. 

15- Tidak boleh, sebab hal itu sudah berbicara dengan Imam Mahdi as, dan tidak bisa terhitung dzikir. Kalau mau dijadikan dzikir yang boleh dibaca dalam shalat dan semakna dengan itu, maka ucapkanlah seperti:

"Allaahumma ij'al maulaaya al-Imaama al-Mahdi as syaafi'iy wa naashiriy."

"Ya Allah, jadikanlah maula Imam Mahdi as itu sebagai pemberi syafaat kepadaku dan penolongku."

16- Baca jawaban saya pada pertanyaan nomor (9) di atas. InsyaaAllah antum akan memahaminya. 

17- Menghitung pertengahan atau akhir bulan dalam Islam periwayatan Ahlulbait Makshum as, adalah ditentukan di awal bulannya.

18- Boleh saja, asal tidak tembus pandang.
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Galih salam rindu mas ustadz
pertanyaan 
1-8-->1-->7-->kamar-->khamar

jawaban
1--13-->1-->3-->pirian-->pikiran
2--14-->1-->4-->sombognya-->sombongnya
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Pecinta Sinar Agama 2. Oh kalo pas adegan-adegan yg dilarang atau musik2 mutrib ngga didengerin, bisa ga kalau gitu? Jd bioskop itu tidak disamakan dengan tempat maksiat kaya diskotik yg kita ga boleh mendatanginya sekalipun?
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Pecinta Sinar Agama 5. Afwan ustadz nomer 5 itu maksudnya, ketika kita membasuh muka itu ragu basahannya kena rambut ngga sehingga ketika mengusap kepala itu kena rambut yang basah itu atau ngga?
8. Berarti Ayatullah Bahjat ketika melakukan itu karena mendapat perintah dari Allah gitu ustadz atau bukan? 9. Jd nur fatimah juga masuk ke rasulullah dan hadijah gitu ya ustadz untuk pertanyaan itu?
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Sinar Agama Pecinta Sinar Agama, :

2- Bisa dikatakan demikian.


5- Kalau ragu tangannya terkena atau atau tidak, maka wudhuu'nya tidak batal. Tapi ragu, bukan tidak perhatian. Karena itu, kalau bagian depan rambutnya itu basah karena pembasuhan pada wajah, maka bisa satu di antara dua hal:

a- Mengeringkan rambut yang basah sebelum mengusapnya.

b- Ketika mengusap kepalanya, jangan sampai terlalu ke depan hingga terkena basahannya. 

8- Kalau saya meyakininya sudah mendapat perintah dari Allah swt. 

9- Dalam Hadits Nur Faathimah as itu dicipta sendiri. Akan tetapi harus diingat, kalaulah hadits ini shahih, tetap pemaknaannya seperti di atas itu. 

Yang ke dua, keturunan itu hanya melalui sulbi lelaki kecuali dari Hdh Faatihah as ke bawah yang bisa dari beliau as.
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Pecinta Sinar Agama Afwan ustadz masih ada yg mau ditanyakan untuk yg lainnya
10. Ana dpt kiriman video dan keterangannya gitu tiap tanggal 13 Rajab dinding kabah itu rusak. Video dilampirkan di sini ustadz....tapi itu keterangannya kan ditulis dlm bhs indonesia ga tau kl isinya soalnya ga ngerti bahasa arab...hehe...
Kelola
-0:00
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1mTelah disunting

Pecinta Sinar Agama 11. "Tapi kalau yakin terkena najis walau tidak melihat dan mendengarnya,..." jadi keyakinan itu dari mana ustadz? 15. Tapi kalau diniatkan zikir mutlak juga ga boleh ustadz? Oh ya kan kalau lagi shalat kita tidak boleh berbicara kepada selain Allah ya ustadz (dzikir)? Trus kalau salam pada nabi, orang beriman, dan seluruh muslimin pada saat tasyahud itu gimana ustadz? 16. Apakah maksudnya ketika menyatu dengan aqal satu jadi bisa menjangkau masa lalu sekarang dan akan datang untuk konteks di dunianya/alam materinya? Maksud saya ketika mencapai aqal satu Imam Ali bisa pergi ke zaman Salman, meskipun secara nonmateri dan bukan pergi dalam pengertian materi...atau gimana ustadz? Mohon penjelasannya..
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Pecinta Sinar Agama 17. Jadi gimana ustadz menentukan nisfu syakban/rajabnya itu pada tanggal 14-nya atau 15-nya? Maksudnya kan untuk menentukan tanggal 1 Rajab itu ya dengan rukyat pada awal bulan itu. Tapi yg ditanyakan menentukan pertengahan bulannya itu pada tanggal 14 atau 15?
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m

Pecinta Sinar Agama 18. Iya waktu di grup itu udah dijelaskan gapapa asal tidak transparan atau menurut antum tembus pandang. Tapi yg ingin ditanyakan itu hukumnya apa mubah aja atau makruh?
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1m



Sumber : https://www.facebook.com/sinaragama/posts/1570278826418902






0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.