Wednesday, December 6, 2017

on Leave a Comment

Tentang Hadis : " Wahai Abi Dzar, sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika nyata engkau tidak dapat melihat-Nya maka yakinlah Allah melihat engkau"

Andika
16 jam
Salam ustad, Ada hadist yang berbunyi seperti ini " Wahai Abi Dzar, sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika nyata engkau tidak dapat melihat-Nya maka yakinlah Allah melihat engkau". Hadis ini saya lupa sumbernya.
Mohon penjelasan makna dari hadis tersebut ustad..
Trims Ustad Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

Hildan Apa pendapat ustad Sinar Agama ttg hal ini, hukumnya?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas8 jam
Kelola

Andika Hildan ini lapak saya dinding saya.. Mohon untuk saling menghormati.. jika tidak antum terpaksa saya blokir.. afwan..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas8 jam
Kelola

Hildan Loh...katanya asal sopan dan mncari kebenaran. Saya udh tanya dgn sopan loh yah.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas8 jam
Kelola

Andika Saya sedang nanya ke ustad.. kalo antum mau tanya silahkan tanyakan lgs ke ustad Sinar Agama.. bahasan tentang mut'ah halal sdh final dan sangat sering dibahas.. dan sekarang sy bertanya hal yg lain.. jadi kali antum mau bahas tentang mut'ah silahkan buka pertanyaan tersendiri ke ustad..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas8 jam
Kelola

Hildan Klo saya blm paham, jadinya masih tanya2.
Jadi menurut anda halal?
Baik, saya mau tanya.

Apakah anda rela jika saudara perempuan anda atau anak perempuan anda di mut'ah dlm jngka wktu trtentu? 2 atau 3 bln misal, lalu si perempuan di cerai dlm keadaan hamil dan sang laki2 lepas dari kewajiban. Bagaimana, apakah anda rela?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas8 jam
Kelola

Andika Hildan.. Nikah Mutah itu diikat oleh aturan fiqih yg ketat semua hukum nikah daim berlaku di nikah mutah bedanya hanya ada batas waktunya.. jadi jangan samakan dengan nikah kontrak jor-joran ala wahabi di puncak.. Para Imam as menghalalkan nikah mutah begitu juga ulama2 dari kalangan pengikikut ahlul baith tuduhan hinaan yg antum tuduhkan tdk akan mengubah hukum halalnya nikah mutah. Tuduhan seperti ini sdh aja sejak ribuan tahun lalu.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas
2
7 jam
Kelola

Hildan BATAS WAKTU.
bedanya apa dgn saya mnyewa seorang perempuan selama 4 bln utk nemenin saya tidur?
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas7 jam
Kelola

Nurani Nurani H h h h h,,,,.,,,,
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas4 jam
Kelola

Nurani Nurani Ini hildan ,,,pasti klo pertanyaannya dijawab pasti hildan ngebantah dg pertanyaan lgi,alasannya pasti bilang blum faham.hildan hildan,,,msih ttp begitu kmu ya...
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas4 jam

Fuad Mukhlis Hildan,tanya aja langsung ke ustaz jangan pakai dinding orang lain itu lebih sopan.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas4 jam
Kelola

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Dulu sekali, pernah kita bahas tentang hal seperti ini, yakni tentang Khusyu'. Saya nukilkan dulu di sini, dan nanti kalau masih ada yang mau ditanyakan, maka jangan segan-segan, bisa ditanyakan lagi. Ini catatan yang saya maksud:

355. Khusyu Oleh Ustad Sinar Agama
http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc...
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 13 Juli 2011 pukul 16:44
Bento B D'Blueisland: 

Assalamu'alaika Warahmatullah Wabarakah, Ustad, Saya ingin tanya, Ustadz.

1. Khusyu' menurut panjenengan itu apa, ustadz? 

2. Lantas, khusyu' yang bagaimana yang harus kita lakukan dalam sholat (khususnya), dan semua 'pekerjaan' kita (umumnya)? Terima kasih sebelumnya, mohon pencerahan dan penjelasannya, Ustad.. Wassalamu'alaika Warahmatullah Wabarokah.

Sinar Agama:

Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Khusyu' adalah tidak memikirkan apapun dalam shalat kecuali yang dihadapi yaitu Allah.
‎ 
(2). Ada berbagai penjelasan tentang khusyu' ini. Diantaranya khusyu' secara fikih. Yaitu hanya memikirkan makna-makna yang kita baca dan tidak memikirkan yang lainnya.‎

(3). Khusyu' dalam Irfan, yaitu hanya memikirkan Allah saja. Jadi, makna yang dibacapun tidak boleh dipikirkan. Yang dipikirkan hanya Tuhan saja. Tentu saja dengan kesadaran penuh akan makna-maknanya itu. Posisinya seperti antum disuruh membaca hafalan pelajaran di depan guru dimana perasaaan antum ke guru tersebut akan tetapi sadar sesadar sadanya terhadap makna yang antum baca. Jadi, makna bacaan shalat itu hanya disadarinya saja akan tetapi fokus pikiran kita hanya kepada Allah semata.‎

(4). Dari sisi yang lain khusyu' ini dibagi menjadi tiga bagian: (a). Merasa dilihat Allah. (b). Merasa seperti melihat Allah. (c). Melihat Allah.‎

(5). Nah, khusyuk fikih itu bisa dimasukkan ke dalam golongan pertama pada pembagian ke dua khusyu' ini. Yaitu yang merasa yakin dilihat Tuhan. Karena konsennya pada makna-makna yang dibacanya. Tentu saja ada Tuhan juga di situ, akan tetapi tidak terlalu terang. Karena itu yang dominan adalah merasa dilihat Tuhan.


(6). Maqam pertama itu sebenarnya diambil dari sebuah hadits yang cukup terkenal yang mengatakan: "Shalatlah kamu seakan-akan kamu melihat Tuhan, dan kalau tidak bisa, maka yakinkalah kalau kamu dilihatNya."
‎ 
(7). Maqam ke dua, adalah maqam "Seakan-akan melihat Tuhan." Maqam ini lebih cocok dipadukan dengan tingkat ke dua di pembagian khusyu' pertama itu, yaitu yang bermakna hanya konsen kepada Tuhan (tetapi makna juga dipahaminya dengan baik, bukan tidak sadar pada makna yang dibaca). Akan tetapi tetap belum bisa melihat Tuhan. Hanya seakan-akan melihatNya. Dan, sudah tentu penglihatan disini adalah dengan hati/akal, bukan dengan mata.‎

(8). Maqam tertinggi adalah maqam melihat Tuhan. Jadi, bukan lagi seakan-akan. Tentu saja makna yang dibacanya itu tidak terlepas dari akalnya, akan tetapi konsentrasinya hanya padaNya.
‎ 
(9). Dalam buku Irfan diberikan dua jalan untuk melihatNya. Pertama dengan membayangkanNya ada di depan kita tanpa membatasiNya dengan depan. Jadi, kita melakukan shalat di depanNya, tetapi tidak membatasiNya dengan depan. Karena depan itu juga batasan dan makhluk. Karena itulah Tuhan juga tidak bisa dilihat dengan mata di surga, karena salah satu dalilnya adalah karena Tuhan nanti akan terbatas dengan surga atau depan.
‎ 
(10). Cara ke dua adalah melihat langsung apa yang sering kita bahas di wahdatu al-wujud itu, yaitu wujud dimana wujud ini tidak bisa dipengaruhi segala macam esensi, warna dan bentuk-bentuk apapun serta gradasi apapun. Nah, kalau bisa melihat yang ini, maka ini adalah golongan yang tertinggi. Tentu saja, di golongan ini masih banyak maqam-maqamnya sebagaimana golongan-golongan sebelumnya atau tingkatan-tingkatan sebelumnya.

Artinya, semua golongan maqam ini masih memiliki tingkatan-tingkatan yang tidak terhingga.‎

(11). Shalat ini, akan selalu seiring dengan kelakuan manusia. Kalau manusianya masih berbuat maksiat, maka ia tidak akan pernah khusyu' dalam shalatnya. Karena keduanya, yakni khusyu; dan tidak maksiat, merupakan dua hal yang saling terkait. Karena Allah telah mengatakan bahwa shalat itu dapat mencegah dari perbuatan dosa (fakhsyaa') dan batil (mungkar). Karena itu walau difokus seperti apa, kalau seseorang itu masih melakukan dosa, maka ia tidak akan mendapatkan kekhusyukan walau di level dan tingkatan yang paling bawah sekalipun (fikih).


(12). Untuk mengetahui apakah kita sudah meninggalkan dosa atau tidak, maka wajib belajar fikih. Karena itu dalam Ahlulbait belajar fikih itu wajib 'aini bagi setiap orang (bukan kifayah). Memang untuk menjadi mujtahid yakni yang merumus fikih dari Qur an, hadits, akal dan ijma', adalah wajib kifayah, tetapi untuk tahu fikih keseharian dan yang harus kita jalani dalam hidup adalah wajib. Jadi, jangan mentang-mentang mengaku tidak berbuat haram kalau belum belajar fikih dengan lengkap dan baik.

Disamping meninggalkan maksiat untuk mendapat kekhusyukan, ada hal lain yang dapat membantu mencapai kekhusyukan itu. Yaitu, belajar ilmu agama dengan baik. Jagan buang-buang waktu untuk mempelajari hal-hal yang tidak berbau agama kalau ilmu agamanya belum kuat dan dalam. Tentu saja, sebagaimana maksiat, banyak sekali ilmu-ilmu di dunia ini yang menggiurkan. Akan tetapi semuanya tidak akan ada gunanya, kalau tidak ilmu agamanya tidak kuat dan dalam. Mungkin kita akan dihormati orang karena pandai pemikiran ini dan itu, filsafat ini dan itu, akan tetapi, kalau tidak merupakan bagian dari agama, maka ilmu-ilmu itu tidak akan ada gunanya bagi kita baik di dunia atau apalagi di akhirat.

Karena itu, gunakan umur dan kemampuan akal yang terbatas ini, pada ilmu-ilmu agama. Sedang ilmu-ilmu lain, ambil hanya untuk kepentingan hidup di dunia ini saja. Tidak perlu ia menjadi fokus batin kita dan pikiran kita siang malam.

Artinya, kita boleh jadi dokter, tetapi keluh kesah kita haruslah di ilmu agama. Karena itu sesibuk apapun kita hidup di dunia ini, akan tetapi kita tidak punya hak untuk menjauhkan diri kita dari ilmu agama yang luas dan dalam. Wassalam. 

Chi Sakuradandelion, Agoest Irawan, Khommar Rudin dan 26 lainnya menyukai ini.

Komarudin Tamyis: Jazakallah kher.

Khommar Rudin: Allah humma shalli alla Muhammad wa alli Muhammad.

Nandar Syarif: Alhamdulillah syukron ustadz atas pencerahannya, jangan bosan-bosannya jawab pertanyaan ana.

23 September 2013 pukul 16:42 · Suka
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
BalasHapus Pratinjau
1
2 jam
Kelola

Sinar Agama Hildan, :

1- Mut'ah itu halal karena dalilnya di Qur an dan disepakati oleh Sunni dan Syi'ah tentang ayat mut'ahnya itu, yaitu QS: 4:23).


2- Semua syarat nikah Mut'ah sama dengan nikah Permanen, kecuali dalam nikah menyebutkan waktunya. 

3- Mut'ah memang sewa menyewa, bukan untuk hidup selamanya. Tapi beda dengan zina dan sewa secara umum di perzinahan. Sebab mereka tidak pakai aqad nikah dan sama sekali tidak berdasar pada agama. 

4- Hadits tentang mut'ah ini banyak sekali di Shahih Bukhari dan Muslim dan dinyatakan bahwa tidak pernah dihapus kecuali oleh Umar, itu di kedua shahih tersebut dan di kitab-kitab hadits Sunni yang lain. 

5- Keluarga orang Syi'ah, seperti anak dan saudari, kalau mau mut'ah, maka kalau mereka sudah janda, boleh saja melakukannya tanpa wajib ijin dengan walinya. Persis dengan di Sunni yang mana bagi yang sudah janda, boleh menikahkan dirinya sendiri. Tapi kalau belum janda maka wajib ijin walinya dengan jelas, siapa calon suaminya, tanggal berapa kawinnya dan tanggal berapa selesainya. Kalau kawin permanen tidak ada penentuan minta ijin dalam tanggal berapa berakhirnya sebab untuk hidup selamanya. 

Keluarga kita yang mau mut'ah, baik lelaki atau wanita, maka semua itu adalah hak mereka. Dan tidak wajib menerima lamaran seorang lelaki, dalam hal kawin mut'ah atau permanen sekalipun. Jadi, kalau kami punya anak atau saudari perempuan yang janda, lalu Anda datang melamar untuk kawin mut'ah, maka silahkan saja kalau anak atau saudari kita yang janda itu mau menerima Anda, misalnya karena Anda tanpan, kaya, tidak berpenyakitan menular, beriman pada hukum mut'ah ini dari Tuhan, dan seterusnya.

6- Mut'ah itu memang sewa menyewa akan tetapi syar'i. Karena itulah dalam ayat di atas, Allah mengatakan "berikan upahnya". Walau yang dimaksud adalah maskawinnya, akan tetapi Allah memakai kata ujuur atau upah:

وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا 

"Dan dihalalkan bagi kalian selain yang telah disebutkatkan itu (wanita-wanita yang diharamkan untuk dikawini) untuk mencari DENGAN UANG KALIAN UNTUK KAWIN, BUKAN ZINA. Maka kalau kalian sudah bersenang-senang (bermut'ah) dengan para wanita dengan menggunakannya (uang kalian), maka berikanlah UPAHNYA (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Dan kalian tidak dilarang kalau bersepakat lagi setelah masing-masing melakukan kewajibannya (wanitanya mau dikumpuli dan lelalkinya sudah membayar upahnya), sesungguhnya Allah itu Maha Pandai dan Bijaksana."

7- Tanggung jawab lelaki terhadap anak yang dikandung istri mut'ahnya, sama persis dengan anak yang dikandung istri yang diceraikan dalam kawin permanen/daim. Yaitu sejak dalam kandungan, nafkahnya wajib ditanggung bekas suaminya, baik makanan sehat yang harus dimakan istrinya demi kesehatan anak kandungannya, biaya kelahiran, bahkan biaya penyusuan kalau ibunya minta dibayar dalam menyusui anaknya itu, biaya hidup makan dan minum serta pendidikan dan kesehatan, semua ditanggung oleh ayah kandung anak mut'ah tersebut sampai dia dewasa dan mampu mandiri. 

8- Nikah mut'ah ini pada dasarnya untuk orang yang memerlukan secara darurat, bukan yang sudah punya istri. Yakni yang karena tidak punya istri, tidak bisa nggak harus kawin dan kalau tidak maka akan zina, sementara kawin daim/permanen belum mampu.

NB: Kalau ingin rinciannya, lihatlah catatan-catatan tentang mut'ah yang sepertinya sudah sampai 8 catatan atau lebih, seperti catatan nomor: 

a- 83. Mut'ah (bgn 1) TANGGAPAN ATAS CATATAN IFAL CIKMA (ustad catatan ini hanya ustad yang dapat melihatnya) Oleh ; Sinar Agama (ADA PESAN KHUSUSNYA)

b- 84. Jawaban Terhadap Pertanyaan Salafi Tentang Mut'ah 

c- 85. Taqiah Harus, Tapi Mut'ah Jalan Terus? (diskusi ringan tentang mut'ah, fikih, akhlak dan taqiah)

d- 86. Mut'ah dan Filsafatnya serta Liku-likunya (seperti apakah sunnahnya bisa bertahan ditekan hukum wajib yang melawannya?)

e- 87. Mut’ah Dalam Perebutan Pengumbar Nafsu (ifraath) dan Anti-pati (tafriith), melengkapi 4 catatan sebelumnya tentang Mut’ah.

f- 375. Mut’ah (bgn 6 ) Oleh Ustad Sinar Agama.

g- 383. Mutah (bgn 7) : Cara Menikah Bagi Wanita Gadis yang Tidak Memiliki Wali Oleh Ustad Sinar Agama.

h- 386. Mut’ah (bagian 8 ) Oleh Ustad Sinar Agama.

i- 422. Mut’ah (seri 11) Oleh Ustad Sinar Agama.

Nomor: 9 dan 10 nya blm ketemu.

j- 487. Hukum Mut’ah dengan Lelaki yang Bukan Syi’ah Oleh Ustad Sinar Agama.

k- 596. Hikmah Peristiwa Karbala Bag 4: “Perjuangan dan Kearifan Para Imam Maksum as” Seri Diskusi terhadap Catatan -Doa Ziarah Arba’in Imam Husein As- Oleh Ustadz Sinar Agama.

Di catatan nompr: 596 itu ada bahasan mut'ahnya juga di tengah-tengah. 

l- 600. Makna Penyempurnaan Filsafat dan Mempertemukan Filsafat dengan Irfan oleh Mullah Shadra ra, seri tanya jawab Dedy Hadi dengan Sinar Agama.

Di catatan nompr: 600 itu ada bahasan mut'ahnya juga di tengah-tengah.

Dan lain sebagainya yang teramat banyak di atara beberapa ribu catatan dan diskusi selama ini.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas1 jamTelah disunting
Kelola

Andika Syukron ustad.. terima kasih tidak pernah bosan menjawab pertanyaan kami.. semoga ustad dan keluarga senantiasa dalam lindunganNya, Redho dan RahmatNya.. Amin Ya Rob..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas39 menit
Kelola

Andika Allahumma sholli ala Muhammad wa Aali Muhammad..
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Balas38 menit



Sumber : https://www.facebook.com/andika.yudhistira.505/posts/1719649311431721


0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.