Friday, January 6, 2017

on Leave a Comment

Makna hadits Imam Mahdi (af), berkata:"Terlaknat dan terlaknat orang yang mengundurkan shalat subuhnya hingga bintang-bintang lenyap. Dan terlaknat orang yang mengundurkan shalat isyanya hingga bintang-bintang muncul." (Bihar Al-Anwar, jilid 83, hal 50,)

Link : https://www.facebook.com/andika.yudhistira.505/posts/1346107112119278


Salam ustad,
Ada yang posting hadis yang di nisbatkan kepada Imam Mahdi afs di Biharul Al Anwar sebagai berikut :
Imam Mahdi (af), berkata:"Terlaknat dan terlaknat orang yang mengundurkan shalat subuhnya hingga bintang-bintang lenyap. Dan terlaknat orang yang mengundurkan shalat isyanya hingga bintang-bintang muncul."
(Bihar Al-Anwar, jilid 83, hal 50,)
Pertanyaannya :
1. Secara matan sepertinya sangat aneh karena dalam fiqih membolehkan sholat Isya sampai pertengahan malam begitu juga sholat subuh hingga matahari terbit sementara bintang2 sdh mulai hilang ketika nyatanya benang hitam dan putih sebagaimana hadis. Mohon penjelasannya.
2. Berapa jilidkah Bihar Al Anwar? benarkah sampai jilid 83? belum adakah orang Indonesia yang menerjemahkannya?
Trims ustad Sinar Agama
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Komentar

JaunMuhammad IbnulAmin
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
بحق مُحَمَّدٍ وعليٌّ و فاطِمَة الزَّهْراءِ والْحَسَنِ وَ الْحُسَيْنِن ...Lihat Selengkapnya
Lihat Terjemahan

Naw Fal Ahmad biharul anwar atau kitab lain seperti al kafi, juga perlu pensyarahan ulama, juga byk riwayat yg diragukan. Seperti riwayat yang di gunakan para haters untuk menjatuhkan. Makanya tidak pake embel embel seperti tetangga ,, shohih A,shohih B dll. Hanya Alqur'an yang shohih. Saya pribadi juga sering menemukan riwayat aneh,, untuk itulah adanya marja'. Oh ya ,,,saya bukan ustadz. cuma ikut komen ,. afwan.

Lily Silviani Di tunggu kajiannya......ikut nyimak.....

Anwar Ceha Mohon bagi para ahli, tolong pertanyaan tsb dijawab dunk.... Mau ikut nyimak

Akmal Askari salam ust semoga sehat selalu. Allahumma Shalli ala Muhammad wa Aali Muhammad

Kopula Ah...aq juga ragu.

Erba Syam Intinya Sholat itu jgn di tunda2 hingga hbs waktux.

Sinar Agama Salam dan terimakasih pertanyaannya: Karena saya lebih dulu melihat pertanyaan setelah pertanyaan antum dan sama, maka saya menjawab pertanyaan setelah pertanyaan antum ini. Afwan.

Jadi antum dan teman-teman yang menunggu jawaban di sini, silahkan merujuk ke jawaban setelah pertanyaan ini, yakni di atas status ini. Afwan dan terimakasih.

Sinar Agama Baiklah saya jawab dengan menggunakan penukilan untuk jawaban pertanyaan pertama antum.

((1))- Untuk menjawab pertanyaan antum yang pertama saya cukupkan dengan nukilan berikut:

Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1)- Hadits tersebut tidak ada di halaman yang disebutkan dalam pertanyaan, yaitu di kitab hadits Bihaaru al-Anwaar, 83/50. Adanya di dua jilid dan halaman yang lain, sebagai berikut:

a- Bihaaru al-Anwaar, 52/15-16:

ملعون ملعون من أخر العشاء إلى أن تشتبك النجوم (1) ملعون ملعون من أخر الغداة إلى أن تنقضي النجوم.

بيان (1) لفظ " العشاء " مصحف والصحيح " المغرب " وذلك لان وقته المسنون يبتدئ من سقوط الحمرة إلى سقوط الشفق المساوق لاشتباك النجوم فمن اخر صلاة المغرب عن اشتباك النجوم خالف السنة كما أن وقت صلاة الصبح المسنون يبتدئ من الغلس إلى ظهور الشفق المساوق لانقضاء النجوم فمن أخرها إلى انقضاء النجوم قد خالف السنة.

"Terlaknat-terlaknat orang yang mengakhirkan shalat 'Isyaa' (1) sampai jelasnya semua bintang. Terlaknat-terlaknat siapa yang mengakhirkan shalat Shubuh sampai hilangnya semua bintang."

----> (1)- Kata 'Isyaa' adalah yang tertulis tapi yang benarnya adalah Maghrib. Hal itu karena ........

b- Bihaaru al-Anwaar, 80:60:

ملعون ملعون من أخر العشاء إلى أن تشتبك النجوم، ملعون ملعون من أخر الغداة إلى أن تنقضي النجوم. ودخل الدار (2). بيان: لعل المراد بالعشاء هنا المغرب، ويحتمل على ما حمل عليه الخبر السابق.

"Terlaknat-terlaknat orang yang mengakhirkan shalat 'Isyaa' (1) sampai jelasnya semua bintang. Terlaknat-terlaknat siapa yang mengakhirkan shalat Shubuh sampai hilangnya semua bintang.". Lalu beliau as masuk ke dalam rumah.(2). Keterangan: Barangkali yang dimaksudkan Isyaa' adalah Maghrib.

(2). Dengan penukilan di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan 'Isyaa' itu adalah Maghrib. Dan tentang maksud riwayat pada potongan ini, yakni tentang shalat Maghribnya, sudah pernah dijelaskan pada tahun 24-8-2012 di catatan yang bernomor 1163. Di bawah ini saya nukilkan lagi di ini :

1163. Waktu Maghrib, seri Melengkapi Diskusi Fahmi Husein dan Temannya yang ditanyakan ke Sinar Agama
http://www.facebook.com/.../21057069.../doc/464409553603846/
by Sinar Agama (Notes) on Friday, August 24, 2012 at 5:49pm

Bismillaah: Waktu Maghrib

Fahmi Husein:

(dikutip dari Wasa- ilusy Syi’ah dan Jami’ Ahaditsisy Syi’ah)

قال الصادق )عليه السلام ) : إذا غابت الشمس فقد حلّ الإفطار ووجبت الصلاة

Berkata Ash Shadiq (`alayhissalam) : “Jika sudah terbenam matahari maka sesungguhnya telah dihalalkan berbuka puasa dan telah diwajibkan shalat.”

[Wasa-ilusy Syi’ah, juz 4, hal 183-184, hadits no.4858:
http://www.rafed.net/books/hadith/wasael-4/v10.html]

روينا عن أهل البيت صلوات الله عليهم أجمعين باجماع فيما علماناه -1- (من الرواة ك) عنهم ان دخول الليل الذي يحل الفطر للصائم هو غياب الشمس في أفق المغرب بلا حائل دونها يسترها من جبل أو حائط ولا غير ذلك- 2 - فإذا غاب القرص في الأفق - 4 - فقد دخل الليل وحل الفطر

“Diriwayatkan kepada kami dari AhlulBait shalawatullahi `alayhim ajma`in setahu kami bahwa ijma’ ulama kami dari riwayat-riwayat mereka bahwasannya masuknya malam yang mana dihalalkan untuk berbuka puasa bagi yang berpuasa adalah terbenamnya matahari di ufuk barat tanpa adanya penghalang yang menutupinya berupa gunung atau dinding selainnya, maka ketika terbenamnya bulatan matahari diufuk sesungguhnya telah masuk malam dan telah halal berbuka puasa-puasa
[Jami' Ahadist Asy Syi’ah juz 9 riwayat no.422 :
http://www.elgadir.com/hadis/1/jami/09.htm]

وسائل الشيعة ج 4 ص 183 ـ 202
Bagaimana dengan itu ustadz?

(nukilan 1163, masih bersambung...)
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

(sambungan nukilan catatan: 1163)

Sinar Agama: Salam. Kan sudah sering saya katakan bahwa jangan main hadits kalau bukan mujtahid. Karena hadits itu banyak ragamnya dan pertentangannya dimana hanya mujtahid yang tahu mana yang lebih kuat dan mana yang lebih benar. Hadits-hadits yang sama dengan Sunni, banyak diucapkan para imam dalam keadaan takiah, karena itu ambillah hadits yang tidak sama dengan Sunni.

Para imam sendiri ketika ditanya tentang perbedaan hadits-hadits Syi’ah, mereka as menjawab +/-: Ambillah yang lebih terkenal, dan kalau sama-sama masyhuur/terkenal, maka ambillah yang sesuai dengan Qur an, dan kalau sama-sama sesuai, maka ambillah yang beda dengan Sunni.

Begitu kira-kira makna dari anjuran pengambilan hadits-hadits yang bertentangan di Syi’ah yang bisa termuat dalam berbagai kitab riwayat dan bahasa agama terutama ushulfiqih.

Fahmi Husein: Afwan ustadz, benarkan menurut ayatullah Bahjat buka puasa-nya sama dengan Sunni?

Fahmi Husein: Afwan ustadz, ana lagi berdiskusi dengan Sunniyin mengenai waktu maghrib/berbuka puasa.
Dalam madzab syiah waktu maghrib sama dengan waktu berbuka kan? Artinya masuknya maghrib adalah masuknya waktu berbuka, walau beda waktu dengan sunny yang menurut antum tambahan sekitar 45 menit?!
Ini dialog kami;

Saya (Fahmi): >Selain itu, dalam Shahih Muslim juga terdapat riwayat dari Umar bin Khattab ra bahwa Rasululah saw telah bersabda, “Apabila siang telah pergi dengan terbenamnya matahari, maka orang yang berpuasa telah boleh berbuka.” (saya)

Dia (teman Fahmi): Coba perhatikan! dimana kalimat pada hadits tersebut yang mengharuskan langit gelap? Yang ada justru hanya mensyaratkan "terbenamnya matahari" yang membolehkan orang yang berpuasa untuk berbuka, iya kan? Sama sekali tidak ada penegasan kalimat "langit telah gelap seluruhnya"! (dia)

Saya: >Sementara adzan maghrib bukan dikumandangkan setelah matahari tenggelam, melainkan ketika matahari sedang menuju proses tenggelamnya. (saya)

Dia: Ini adalah asumsi pribadi anda, jika anda berasumsi demikian berarti anda telah su'uzhon kepada para muadzin yang mengumandangkan adzan maghrib bahwa mereka mengumandangkan adzan sebelum masuknya waktu maghrib.(dia)

Saya: >Sebuah keniscayaan Nabi Muhammad saww akan menyampaikannya, sebab tidak ada sulitnya untuk menyampaikan itu, sebagaimana Nabi saww mengaitkan waktu imsak dengan adzan subuh, sebagaimana hadits berikut.

>Dari Abdullah ra, katanya, telah bersabda Rasulullah saw, bahwa dengan suara adzan Bilal.

>Yang biasa kedengaran tengah malam, makan minum masih dapat diteruskan, dan batasnya adalah suara adzan bin Ummu Maktum.” (HR. Muslim). (saya)

Dia: Ya, opini ini sebenarnya telah membantah dengan sendirinya asumsi penulis yang mengira bahwa adzan maghrib menjadi patokan waktu berbuka. Karena bagaimana mungkin ibnu Ummi Maktum mengetahui masuknya waktu shubuh padahal beliau adalah orang yang BUTA? Jadi jelas bahwa beliau mengumandangkan adzan untuk memberitahukan kepada orang-orang bahwa waktu shubuh sudah masuk, sedangkan beliau sendiri diberitahu oleh orang lain yang melihat tanda-tanda masuknya waktu shubuh, beliau tidak bisa melihatnya sendiri karena beliau BUTA! (dia)

Dalil apakah yang mensyaratkan hilangnya rona merah (syafaq) meskipun bulatan matahari telah terbenam?
Padahal Rasulullah SAW justru bersabda kebalikan dari yang disampaikan penulis, yaitu Rasulullah menyatakan sebelum hilangnya syafaq (rona kemerahan), berikut ini sabda beliau tersebut :

وقت صلاة المغرب إذا غابت الشمس ما لم يسقط الشفق

“Waktu shalat maghrib adalah ketika terbenam matahari sebelum lihangnya syafaq (mega merah)”

[Shahih Muslim, kitab almasajib wa mawadhi’ush shalah, bab awqatush shalawatil khams, hadits no.612]

(nukilan catatan 1163 masih bersambung...)

Sinar Agama .

(sambungan nukilan catatan no: 1163)

Bahkan salah satu hadits Syi’ah yang ana sebutkan juga menyatakan hal yang sama, yaitu sebelum hilangnya syafaq

عن أبي عبدالله ( عليه السلام ) قال : أتى جبرئيل رسول الله ( صلى الله عليه وآله ) فأعمله مواقيت الصلاة فقال وعنه ، عن عبدالله بن جبلة ، عن ذريح ، عن أبي عبدالله ( عليه السلام ) قال : أتى جبرئيل رسول الله ( صلى الله عليه وآله ) فأعمله مواقيت الصلاة فقال : صلّ الفجر حين ينشقّ الفجر ، وصلّ الأولى إذا زالت الشمس ، وصلِّ العصر بعيدها ، وصلّ المغرب إذا سقط القرص ، وصلّ العتمة إذا غاب الشفق ، ثمّ أتاه من الغد فقال : أسفر بالفجر بأسفر ، ثم أخّر الظهر ، حين كان الوقت الذي صلّى فيه العصر وصلّى العصر بعيدها ، وصلّى المغرب قبل سقوط الشفق ، وصلّى العتمة حين ذهب ثلث الليل ، ثمّ قال : ما بين هذين الوقتين وقت ، الحديث . ثمّ قال : ما بين هذين الوقتين وقت

“Dari Abu `Abdillah (`Alayhissalam) beliau berkata: Jibril datang kepada Rasulullah (shalallahu `alayhi wa alihi) dan mengajarkan waktu-waktu shalat, lalu beliau berkata : … (jibril shalat pada waktu-waktu yang disebutkan dalam riwayat ini)…
dan shalat maghrib ketika terbenam bulatan matahari, dan shalat isya’ ketika syafaq telah hilang. Kemudian jibril datang lagi keesokan harinya: dan shalat maghrib sebelum hilang syafaq, …. Kemudian Jibril berkata: Waktu shalat adalah antara dua waktu ini.
[Wasa-ilusy Syi’ah, Juz 4, hadits.no.4797]

Bagaimana pendapat antum tentang hadits-hadits tersebut bib Fahmi? (dia)

Saya: >Semua mufassir sepakat, sebaik-baik penafsir ayat Al-Qur’an adalah ayat Al-Qur’an sendiri, setelah itu qaul Nabi saww. Kita lihat pada ayat lain dalam Al-Qur’an, bagaimana Allah SWT menjelaskan tentang malam.

>Dalam surah Yaasin ayat 37 Allah SWT berfirman, “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan.”

>Atau di ayat pertama surah Al-Lail, “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang).”

>Kita juga bisa lihat pada surah al-Falaq ayat 3, “…dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.”

>Dari ayat-ayat tersebut yang bercerita tentang malam kita bisa menyimpulkan, malam adalah datangnya kegelapan.

>Ketika siang dengan cahayanya yang benderang telah tertutupi dan tergantikan dengan kegelapan,

>Maka saat itulah disebut dengan malam. Begitu Al-Qur’an menyebutkan. (saya)

Dia: Tidak ada yang mengingkari bahwa malam secara umum memang adalah gelap, tapi yang dibahas di sini adalah waktu yang spesifik tentang kapan waku berbuka bagi orang yang berpuasa dan kapan waktunya jika ingin disegerakan, dan dalil-dalil yang ada merinci kapan masuknya waktu maghrib yang menjadi ambang batas antara siang dan malam. Jika hanya memaknai malam secara umum yaitu gelap maka tidak akan ada patokan yang spesifik kapan waktu untuk bersegera berbuka puasa, malam gelap bisa saja awal waktu isya' atau sepertiga malam yang pertama atau tengah malam atau sepertiga malam yang terakhir atau bahkan waktu sahur.

Padahal sudah jelas dalil-dalil yang menyebutkan Rasulullah mencontohkan beliau berbuka puasa ketika matahari terbenam meskipun langit masih terang. (dia)

(nukilan catatan: 1163 masih bersambung....)
Lihat Terjemahan

Sinar Agama .

(sambungan nukilan catatan: 1163)

Saya: >Dan sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 187 yang telah saya sebutkan, “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” menunjukkan waktu berbuka.

>Atau waktu untuk mengakhiri puasa menurut Al-Qur’an adalah ketika datang malam, ketika langit diselubungi kegelapan, bukan sebagaimana yang dipraktikkan kaum muslimin kebanyakan saat ini, khususnya di Indonesia, yakni menjelang malam, bukan datangnya malam. (saya)

Dia: Hal tersebut bukan hanya dipraktekkan oleh kaum muslimin saat ini khususnya di Indonesia, tapi juga dipraktekkan oleh Rasulullah shalallahu`alayhi wa aalihi wasallam serta para shahabatnya. Buktinya adalah hadits yang ana sebutkan di atas, ditambah hadits berikut ini yang juga pernah ana sebutkan:
Dari Rafi’ bin Khadij bahwa dia mengatakan:

كنا نصلي المغرب مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فينصرف أحدنا وإنه ليبصر مواقع نبله

“Kami shalat maghrib bersama Rasulullah shalallahu`alayhi wasallam dan kami beranjak (setelah selesai shalat) dan sesungguhnya salah seorang dari kami masih dapat melihat tempat jatuh anak panahnya”

[Shahih Bukhari, kitab mawaqitush shalah, bab waqtul maghrib, hadits no.534, Shahih Muslim, kitab almasajib wa mawadhi’ush shalah, bab bayan anna awal waktil maghrib `inda ghurubisy syams, hadits no.637]

Bagaimana mereka masih bisa melihat tempat jatuh anak panahnya jika langit telah gelap?

Justru ada hadits yang menyatakan sebaliknya, bahwa hal tersebut adalah tidak disukai/makruh, yaitu Rasulullah SAW bersabda:

لا تزال أمتي على الفطرة ما لم يؤخروا المغرب حتى تشتبك النجوم

“Ummatku akan senantiasa berada dalam fitrah selagi mereka tidak mengakhirkan Maghrib sampai munculnya bintang-bintang"[HR. Ibnu Majah & Ahmad]

Dan ada juga hadits Syi’ah yang menyatakan hal tersebut (mengakhirkan waktu maghrib hingga munculnya bintang-bintang) adalah terlaknat dan perbuatan musuh Allah:

قال الصادق عليه السلام: " ملعون ملعون من أخر المغرب طلبا لفضلها، وقيل له: إن أهل العراق يؤخرون المغرب حتى تشتبك النجوم، فقال: هذا من عمل عدو الله أبي الخطاب

Berkata Ash Shadiq `alayhissalam: “Terlaknatlah! terlaknatlah! Siapa yang mengakhirkan Maghrib untuk mengharap keutamaan." Dan dikatakan kepada beliau bahwa penduduk Iraq mengakhirkan Maghrib sehingga muncul bintang-bintang. Maka beliau berkata: “Ini adalah amalan musuh Allah, Abul Khaththab.”
Bagaimana pendapat antum tentang hadits-hadits tersebut bib Fahmi? (dia)

Saya: >Allah SWT berfirman, “Demi langit dan yang datang pada malam hari. Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?, (yaitu) bintang yang cahayanya menembus.” (Qs. At Thaariq [86] : 1- 3).

>Ketika ingin berbuka, perhatikanlah ke arah langit apabila telah mulai gelap.

>Dan tampak minimal satu bintang (setahuku orang-orang menyebutnya bintang kejora) (saya)

Dia: Bagaimana dengan waktu berbuka bagi madzhab imamiyah menurut perhitungan website moonsighting.com yang pernah disampaikan oleh Hb.Muhammad Assegaf? Di situ hasil hisab waktu maghrib untuk madzhab imamiyah hanya selisih sekitar 15 menit dengan madzhab Sunni lainnya, apakah pada waktu tersebut sudah muncul bintang? Padahal sampai 30 menit setelah terbenam matahari pun langit sebelah barat masih merah yaitu syafaq belum hilang.

Bagaimana antum menjelaskan hal itu bib Fahmi? (dia)
Saya (ke Sinar Agama): Mohon dengan sangat pencerahannya ustadz, terimakasih banyak sebelumnya, semoga pencerahan dari antum sangat bermanfaat bagi kami.

Intinya, sepertinya, dia beranggapan adzan maghrib/masuknya waktu maghrib (sunny) adalah waktu tenggelamnya matahari walau langit masih terang (ada cahaya merah di sebelah barat/syafaq) bukan nunggu gelap betul, kalau nunggu gelap/hilangnya syafaq malah masuknya waktu isya', begitu ustadz.

(nukilan catatan nomor 1163 masih bersambung....)
1st Moonsighting Web Site on Internet [Started in 1993] - moonsighting, islamic calendar, prayer times, and…
MOONSIGHTING.COM

Sinar Agama .

(sambungan nukilan catatan nomor: 1163)

Sinar Agama: Maghrib Sunni itu tenggelamnya matahari. Dan Syi’ah juga seperti itu. Tapi tenggelam di Syi’ah itu, bukan tidak terlihatnya, akan tetapi hilangnya mega merah di sebelah timur. Kalau Sunni, hilangnya mega merah di sebelah barat itu yang dikatakan isyaa'.

Tasytabiku-nya bintang itu, artinya jelasnya secara terang benderang sampai semuanya tampak dan saling bercampur satu sama lain. Bukan munculnya bintang. Karena itu, di hadits yang saya nukil di atas itu, imam Abu al-Hasan, shalat 'isya' setelah tasytabikunnujuum dan shalat maghribnya ketika qashurannujuum. Qashurannujuum itu artinya baru munculnya bintang dan belum terlihat semua. Misalnya tentang hadits yang mencela orang yang mengakhirkan maghribnya sampai isytabaka itu seperti di bawah ini:

عن أبي عبدالله عليه السّلام : (من أخّرَ المَغربَ حتّى تَشْتَبِكَ النّجوم فأنا إلى الله منه بريء) : 80 / 60 .

Dari Abu 'Abdillah as:

"Siapa yang mengakhirkan maghrib sampai syabaka-nya bintang-bintang maka saya berlepas diri darinya kepada Allah"
Dan untuk makna syabaka-nya:

شبك :أي تَظهر جميعها ويَختلِط بعضُها ببَعْض ؛ لكثرة ما ظَهَر منها

Syabaka-nya bintang-bintang: yakni munculnya semua bintang dan saling bercampur karena saling banyaknya.

Dengan demikian, maka syabaka-nya bintang-bintang itu, bukan hanya keluarnya bintang-bintang, akan tetapi keluarnya semua bintang-bintang. Ini yang juga dikuatkan dengan berbagai hadits yang menerangkan waktu shalat maghrib seperti di wasaailu al-Syi’ah sendiri yang mengatakan:

((4838)) ـ وعنه، عن عبدالله بن جبلة، عن علي بن الحارث، عن بكّار، عن محمّد بن شريح، عن أبي عبدالله (عليه السلام)، قال: سألته عن وقت المغرب؟ فقال: إذا تغيّرت الحمرة في الأُفق، وذهبت الصفرة، وقبل أن تشتبك النجوم.

Di hadits ke 4838 ini, imam Abu 'Abdillah ketika ditanya tentang waktu maghrib, beliau as menjawab:

"Ketika hilangnya mega merah di ufuk dan hilangnya kekuningan tapi sebelum syabakahnya bintang-bintang"

Memang banyak hadits yang menerangkan bahwa maghrib itu adalah tenggelamnya bulatan matahari, akan tetapi banyak hadits juga yang menjelaskan kepastian tenggelamnya itu dengan hilangnya mega merah tersebut. Seperti hadits

عن الصادق (ع (وقت سقوط القرص ووقت الافطار من الصيام ان تقوم بحذاء القبلة وتتفقد الحمرة التي ترتفع من المشرق ، فإذا جازت قمة الرأس إلى ناحية المغرب فقد وجب الافطار وسقط القرص

Dari imam Shadiq as:

"Waktu tenggelamnya bundaran matahari dan waktu berbuka puasa adalah dengan menghadap kiblat dan hilangnya mega merah di sebelah timur. Kalau mega itu telah melewati kepala kita ke arah barat, maka telah tiba waktu berbuka dan berarti matahari telah tenggelam."

Itulah mengapa dalam hadits yang lain dikatakan:

مسّوا بالمغرب قليلاً فإنّ الشمس تغيب من عندكم قبل أن تغيب من عندنا.

"Berjalanlah di waktu maghrib sebentar, karena matahari itu telah tenggelam di kalian tapi belum terbenam di kami."

Dari semua penjelasan di atas itu, dapat diketahui bahwa ukuran maghrib itu memang tenggelamnya matahari. Akan tetapi, ukuran tenggelamnya itu adalah hilangnya mega merah di sebelah timur atau mulainya bermunculannya bintang-bintang.

(nukilan catatan nomor: 1163 masih bersambung....)

Sinar Agama .

(sambungan nukilan catatan nomor: 1163)

Tambahan:

1- Dari berbagai hadits, dapat dipahami bahwa syafaq itu adalah mega merah. Dalam hadits banyak keterangan tentang syafaq ini. Misalnya hilangnya mega merah di timur, atau tenggelamnya syafaq di barat. Dari hadits-hadits itu dapat dipahami bahwa safaq itu adalah mega merah di seluruh langit. Jadi, waktu maghrib itu adalah hilangnya mega merah di timur ke atas kepala kita seperti di hadits-hadits yang telah lalu itu dan untuk waktu isyaa' adalah tenggelamnya syafaq dimana maksudnya di barat, seperti:

((4855)) 29 ـ وعنه، عن صفوان بن يحيى، عن إسماعيل بن جابر، عن أبي عبدالله (عليه السلام)، قال: سألته عن وقت المغرب؟ قال: ما بين غروب الشمس إلى سقوط الشفق.

Karena itulah dalam kitab-kitab bahasa arab juga dijelaskan bahwa syafaq itu adalah merahnya langit setelah matahari tenggelam, baik di timur atau di barat. Coba perhatikan kitab kamus arab al-Mu'jamu al-Wasiith ini:

( الشفق ) الشفقة وحمرة تظهر في الأفق حيث تغرب الشمس وتستمر من الغروب إلى قبيل العشاء

Syafaq adalah mega merah yang muncul ketika matahari tenggelam dimana berketeusan sampai menjelang waktu isyaa' (petang).

2- Tentang jatuhnya panah itu, dapat dimengerti untuk ukuran timur tengah seperti di Saudi atau Iran atau Iraq dan sekitarnya. Hal itu, karena negara-negara tersebut, bukan negara mendung dan kalau di Iran mendung, biasanya mendung salju yang justru berwarna keputih-perak-an alias bersinar. Tapi ada dua orang ustadz di Indonesia ini, yang melihat gelapnya langit dikarenakan mendung hujan di Iran, persis dengan gelapnya 45 menit setelah adzan maghrib Sunni di Indonesia dan bahkan bulan purnama yang tidak tertutup mendung pada waktu itu, terlihat begitu memancarnya hingga cahayanya menerangi bumi dengan begitu menyorotnya. Jadi, kalau di Indonesia yang pada umumnya mendung dan bertumbuh-tumbuhan lebat, sangat sulit menerapkan hadits terlihatnya jatuhnya panah di waktu habis shalat maghrib tersebut.
Wassalam.

Haidar Dzulfiqar and 30 others like this.

Agoest D. Irawan: Alhamdulillah...Allahumma shalli ala MUHAMMAD wa aali MUHAMMAD...

Fahmi Husein: Mohon ditanggapi pertanyaan yang 'pesan' ustadz, atau ditanyakan di sini? Tidak ada beda antara masuknya waktu maghrib sunny dengan masuknya waktu maghrib syiah? Bukan lihat langit sebelah barat yang masih merah (ada syafaq), -

Sinar Agama: Fahmi, seingatku sudah kuterangkan di atas itu bahwa tenggelamnya matahari itu adalah maghrib Sunni dan Syi’ah. Tapi tanda ketenggelaman matahari itu, adalah hilangnya syafaq di langit belahan timur ke atas kita dan/atau memulainya munculnya bintang-bintang. Jadi, hilangnya syafaq belahan timur ke atas kepada kita itu, atau memulainya bermunculannya bintang gemintang itu, adalah tanda bagi tenggelamnya matahari tersebut. Kasarnya, kalau safaq bagian timur ke atas kepada kita itu belum hilang, maka berarti mataharinya belum terbenam walau, tidak nampak oleh mata kita.

Fahmi Husein: Tanda simple-nya syafaq sudah tidak nampak dari atas kepala kita ke timur yang juga dimulai munculnya bintang ya ustadz?! Terima kasih banyak ustadz.

Sinar Agama: Fahmi: Munculnya bintang itu dimulai sebelum hilangnya syafaq itu, tapi bintang yang dijadikan tanda masuknya maghrib itu adalah yang sudah mulai agak banyak tapi belum lengkap semuanya dan belum banyak.
September 30, 2012 at 9:36pm

(akhir nukilan catatan nomor: 1163).

Sinar Agama .

(3)- Untuk potongan ke dua dari hadits yang ditanyakan adalah tentang shalat Shubuh. Yaitu:

ملعون ملعون من أخر الغداة إلى أن تنقضي النجوم.

"Terlaknat-terlaknat siapa yang mengakhirkan shalat Shubuh sampai hilangnya semua bintang.".

Untuk memahami potongan di atas, perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:

a- Mega merah yang biasa disebut dengan syafaq, adalah cahaya kemerahan yang nampak ketika matahari baru tenggelam sampai awal masuknya waktu 'Isyaa', atau yang nampak menjelang awal terbitnya matahari di timur.

Dalam kitab juga diterangkan seperti ini:

( الشفق ) الشفقة وحمرة تظهر في الأفق حيث تغرب الشمس وتستمر من الغروب إلى قبيل العشاء

"Syafaq adalah mega merah yang muncul ketika matahari tenggelam dimana berketeusan sampai menjelang waktu isyaa' (petang)."

b- Dalam kitab-kitab fiqih seperti Tahriiru al-Wasiilah yang merupakan fatwa Imam Khumaini ra, difatwakan tentang waktu fadhilah/utama untuk shalat Shubuh seperti ini:

و وقت فضيلة الصبح من أوله إلى حدوث الحمرة المشرقية

"Dan waktu fadhilahnya Shalat Shubuh adalah dari sejak awalnya (fajar shadiq) sampai munculnya mega merah di sebelah timur."

c- Dalam kitab-kitab, seperti Bihaaru al-Anwaar sendiri, tentang hilangnya semua bintang di potongan ke dua hadits yang kita bahas itu yaitu tentang akhirnya shalat Shubuh, diterangkan seperti ini:

ملعون ملعون من أخر العشاء إلى أن تشتبك النجوم (1) ملعون ملعون من أخر الغداة إلى أن تنقضي النجوم.

بيان (1) لفظ " العشاء " مصحف والصحيح " المغرب " وذلك لان وقته المسنون يبتدئ من سقوط الحمرة إلى سقوط الشفق المساوق لاشتباك النجوم فمن اخر صلاة المغرب عن اشتباك النجوم خالف السنة كما أن وقت صلاة الصبح المسنون يبتدئ من الغلس إلى ظهور الشفق المساوق لانقضاء النجوم فمن أخرها إلى انقضاء النجوم قد خالف السنة.

---(1)- Kata 'Isyaa' adalah yang tertulis tapi yang benarnya adalah Maghrib. Hal itu karena ........ Sebagaimana waktu Shubuh yang diajarkan, dimulai dari akhir gelapnya malam (fajar shadiq) sampai munculnya syafaq yang sama dengan hilangnya bintang-bintang...."

d- Kalau semua poin (a-c) di atas digabung, maka dapat dijadikan petunjuk memahami hadits yang kita bahas. Yaitu:

d-1- Hilangnya bintang sama dengan munculnya mega merah.

d-2- Walau demikian, bisa saja maksud dengan hilangnya bintang-bintang itu adalah munculnya matahari.

d-3- Kalau poin (d-1) yang benar, maka waktu Shalat Shubuh belum habis. Karena habisnya ketika matahari terbit. Sementara munculnya mega merah terjadi sebelum munculnya matahari. Karena itulah awal kemunculan mega merah itu, dijadikan akhir dari keutamaan waktu Shalat Shubuh seperti di kitab Tahriiru al-Wasiilah di atas.

Kalau poin yang hal ini yang benar, maka maksud hadits yang kita bahas itu (terlaknat orang yang mengakhirkan Shalat Shubuh sampai hilangnya bintang-bintang) adalah:

d-3-1- Makruh. Yakni kalau dengan sengaja mengakhirkan shalat Shubuh sampai dengan kemunculan mega merah di timur, maka hal itu adalah makruh. Makruh karena di hadits-hadits yang lain diterangkan bahwa akhir Shalat Shubuh itu terbitnya matahari. Jadi pelaknatan di sini adalah kecaman, bkan keharaman.

d-3-2- Keras dalam kemakruhannya. Lawan sunnah, belum tentu makruh sebab bisa mubah. Di fatwa dan hadits dikatakan bahwa fadhilah/kesunnahan waktu Shubuh itu adalah dari awal terbit fajar shadiq sampai munculnya mega merah di timur. Jadi, orang yang mengakhirkan shalat Shubuhnya sampai terbitnya mega merah, sudah tentu tidak melakukan haram karena waktunya masih ada sebelum matahari terbit.

Tapi, sekalipun tidak haram melakukan shalat Shubuh di setelah munculnya mega merah itu, bukan berarti juga mubah biasa, melainkan mubah yang kurang baik yang biasa dikatakan sebagai makruh.

Di sini, makruhnya keras sekali. Mengapa? Karena sampai dinyatakan sebagai terlaknat.

Karena itulah saya sering mengatakan bahwa laknat itu dalam bahasa Arab bukan mesti haram, keji dan jahannam serta kutukan. Sebab bisa saja merupakan kecaman keras seperti yang ada di hadits di atas.

d-4- Kalau poin (d-2) yang benar, maka terlaknat di sini bermakna haram. Karena yang menyengaja shalat Shubuh setelah matahari terbit, jelas dosa.

Sinar Agama .

Penutup:
Saya sarankan kalau penanya soalan di atas adalah Syi'ah, maka jangan masuk dalam bab hadits atau ayat. Karena yang bisa memahaminya hanyalah mujtahid. Yakni memahami tanpa meniru-niru. Kewajiban yang tidak mujtahid adalah taqlid. Karena itu, tekuni buku fatwa marja' yang ditaqlidi dan amalkan tanpa keraguan dan penuh keikhlashan. Wassalam.

Sinar Agama .

((2))- Kitab hadits Bihaaru al-Anwaar itu terdiri dari 110 jilid.

Andika Syukron ustad.. Sholawat dan salam untuk Nabi yang ummi dan keluarganya yang mulia lagi suci..







0 comments:

Post a Comment

Andika Karbala. Powered by Blogger.